Rekonstruksi pembentukan VA sebenarnya sulit
dilakukan dengan pendekatan pendapatan dan biaya, karena dalam konteks
akuntansi konvensional (Belkaoui 2001; Kam 1990; Suwardjono 2005; Chariri dan
Ghozali 2000) keduanya berhubungan dengan laba. Pengakuan maupun pengukurannya
hanya sebatas keterukuran dan keterandalan, serta konsep penandingan yang
mempertegas laba akuntansi yang material. Hal ini tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam dan tujuan syari’ah. Pertama, pengakuan pendapatan berkaitan
realisasi pendapatan yang berimplikasi sifat dasar halal. Kedua, pengakuan
pendapatan dalam proses pembentukan pendapatan berbasis akrual dan ditetapkannya
time value of money yang berujung riba. Ketiga, prinsip penandingan pendapatan
dan biaya masih belum sesuai tujuan syari’ah. Dalam penandingan tidak nampak
aspek keadilan sosial, tetapi hanya muncul sifat egositik akuntansi. Pengakuan
hanya berkaitan biaya dan manfaat bersifat privat. Menurut Triyuwono (2004)
privat di sini diartikan sebagai pencatatan biaya dan pendapatan dari sudut
pandang kepentingan perusahaan. Sedangkan pendapatan dan biaya yang sifatnya
publik sama sekali tidak disajikan.
Pendekatan pendapatan dan biaya dalam VAS dapat
dijadikan alternatif menentukan pembentukan, pengakuan dan penandingannya yang
sesuai nilai Islam dan tujuan syari’ah. Sebenarnya mengapa aliran akuntansi
Non-Middle Ground memilih VAS sebagai pengganti Laporan Laba Rugi, pertama
karena masalah keadilan. Keadilan lebih nampak pada VAS karena terdapat
keseimbangan kepentingan antara investor, manajer, karyawan, masyarakat dan
lingkungan. Kedua, masalah akuntabilitas. Dua alasan ini telah mengembangkan
VAS menjadi EVAS. Tetapi Non Middle Ground sebenarnya masih tetap pada konsepsi
materi. Perluasannya hanya pada konsepsi pengukuran finansial dan
non-finansial. Sedangkan nilai-nilai non materi tidak pernah terdeteksi.
Sebagai poros VAS zakat adalah alat pensucian
VA berbentuk zaka yang bersifat materi menjadi zakka yang bersifat materi
sekaligus spiritual. Prinsip ini disebut konsistensi dalam teknologi. Bentuk
EVAS yang disesuaikan prinsip tazkiyah harus sesuai tujuan laporan keuangan AS
yaitu bersifat materi dan sekaligus spiritual. Penyesuaian di sini adalah
perluasan pembentukan VA. EVAS yang diperluas menyetujui perluasan penciptaan
VA finansial dan penciptaan VA sosial. Setelah itu bagaimana bentuk riil
penciptaan VA yang spiritual? Sebenarnya bentuk materi adalah bentuk informasi
yang bersifat spiritual dalam bentuk akuntabilitas. Artinya informasi yang
disajikan harus memenuhi akuntabilitas pada direct participants dan indirect
participants (Triyuwono, 2002b). Maka bentuk informasi akuntabilitas EVAS yang
bersifat direct participants yang finansial-sosial perlu diperluas menjadi
finansial-sosial-lingkungan.
Khusus berkaitan aspek spiritual disesuaikan
dengan koeksistensi nilai diri manusia yaitu ketundukan (Abdullah) dan
kreativitas (Khalifatullah fil ardh). Bila dilihat, bentuk spiritualitas EVAS
masih dalam tataran khalifatullah fil ardh, akuntabilitas yang sifatnya
horisontal. Untuk mencapai kesatuan nilai-suprakosmos dan sumber
nilai-metakosmos (Mahzar 2004) diperlukan sinergi oposisi biner spiritualitas
Khalifatullah fil ardh-Abdullah. Kesepaduan antara kreativitas dan ketundukan
dijalankan oleh realitas psikis/batin manusia untuk kepuasan dan ketenangan
hidup dalam bentuk keimanan yang selalu dicatat oleh God Spot (implementasi
dari kesepaduan jenjang nilai-suprakosmos). Untuk mewujudkan ketakwaan pada
puncak penciptaan yaitu Allah (implementasi kesepaduan jenjang sumber
nilai-metakosmos). Hal ini tidak dapat dicatat secara kuantitatif tetapi
kualitatif yang terikat dengan bentuk kuantitatif. Artinya pencatatan laporan
kualitatif VAS terdiri dari penjelasan atas spiritualitas khalifatullah fil
ardh dan juga spiritualitas abdullah. Inilah yang disebut dalam AS sebagai
ketakwaan.
Berkaitan ketundukan lewat tazkiyah ini sebelum
didistribusikan harus jelas kedudukan ke-halal-an dan pencatatannya.
Terjaminnya aktivitas ekonomi yang sesuai tujuan syari’ah (halal dan bebas riba
serta memenuhi prinsip keadilan) sangat dianjurkan pencatatan atas aktivitas
halal. Pencatatan bentuk output ketundukan primer finansial (halal zaty) dan
sosial/lingkungan (halal hukmy) dari pencapaian halal atas aktivitas ekonomi.
Disamping itu, juga terdapat pencatatan bentuk input ketundukan sekunder
finansial (halal zamany) dan sosial/lingkungan (halal makany) dari pencapaian
halal atas aktivitas ekonomi.
Berkaitan kreativitas terjaminnya aktivitas
ekonomi yang halal dan bebas riba serta memenuhi prinsip keadilan, sangat
dianjurkan pencatatan aktivitas halal dan riba. Pencatatan bentuk output
kreativitas primer secara finansial yaitu reduksi riba ekonomi berbentuk bai’,
dan sosial/lingkungan yaitu reduksi riba sosial berbentuk Syirkah baik
Musyarakah maupun Mudharabah. Disamping output kreativitas primer terdapat
pencatatan bentuk input kreativitas sekunder finansial yaitu reduksi riba
sosial/lingkungan dalam bentuk shadaqah.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^