Monday 7 May 2012

Hey! Say! Jump Fanfiction - Crazy Competition Part 22


[Ryosuke’s POV]
Aku merasa tak enak telah menyakiti hati Chinen. Kami sudah cukup lama kenal. Sudah 7 tahun ini Chinen selalu berusaha tuk mendekatiku. Ia mulai berani mendekatiku semenjak aku menolongnya ketika ia terkunci di kamar mandi sekolah karena ulah Yuto si teman baikku yang sebenarnya menyukai Chinen.

“Ryo-chan…. Terima kasih sudah mau mengakuiku sebagai pacarmu di depan anak gadis tadi” kata Megumi sambil memeluk pinggangku.
“Kau tak apa?!” tanyaku sambil merapikan rambut Megumi yang berantakan.

“Gadis yang barusan cukup manis. Sayangnya ia terlalu centil” kata kak Kei sambil merebahkan badannya di kursi stadion.
Aku tahu yang dimaksud kak Kei adalah Chinen. Aku akui Chinen memang kawaii. Tapi aku tak mungkin menyukainya. Selain aku sudah memiliki Megumi, Chinen merupakan orang yang disukai oleh sahabat karibku, Yuto.

Tiba-tiba perhatianku tertuju pada salah satu pintu stadion. Aku melihat Chinen berjalan ke arah kami dari kejauhan. Kali ini ia tak sendiri.
“Yabu-kun… Hikaru-kun… Ia yang telah menyakiti hatiku” kata Chinen sambil menunjuk ke arahku.
Aku melihat dua orang laki-laki yang berjalan dengan Chinen itu kini melangkahkan kakinya cepat ke arahku.

“Kou-chan?!” tiba-tiba aku mendengar suara kak Yuya memanggil seseorang sambil menatap salah seorang laki-laki bertubuh tinggi yang kini sudah berada di depanku.
“Wah, ternyata kau, Yuya….. Sudah lama tak ketemu nie. Gimana kabarmu?!” kata orang di depanku itu yang kini sudah mengalihkan langkahnya ke arah kakak pertamaku. Kulihat ia segera duduk di samping kak Yuya dan memulai obrolan mereka. Sepertinya kak Yuya memang mengenal baik pria itu.

“Ups… Jangan duduk dekat-dekat dengan Yuya. Yuya itu milikku” Hermione tiba-tiba menyerobot duduk di antara kak Yuya dengan temannya yang bermarga Yabu tadi.
“Kau kira aku homo apa?!” respon pria itu dengan cepat menanggapi Hermione.

“Yabu-kun!! Kok malah ngobrol?!” rengek Chinen sambil menarik-narik baju orang yang dipanggilnya Yabu itu.
“Kau pergi dulu sana, Yuri-chan. Aku sedang ingin ngobrol dengan teman lamaku ini” kata Yabu tanpa memandang Chinen dan segera melanjutkan obrolannya dengan kakakku.



[Kei’s POV]
“Wei….. Hikka-chan!!” aku mengenal salah seorang anak laki-laki yang barusan datang bersama gadis yang bernama Yuri itu. Akupun segera menyapa anak laki-laki yang merupakan teman masa kecilku itu. Hikaru Yaotome….

“Nani?! Kei-chan?! Sudah lama tak ketemu kau makin cantik aja” responnya cepat sambil cengingisan di depanku. Aku senang ia masih ingat padaku. Tapi….
“Plaakk…..”
“Jangan pernah mengataiku ‘cantik’” kataku pada Hikaru setelah ku pukul kepalanya.
“Kau masih suka mukul kepala orang rupanya” responnya cemberut sambil memegangi kepalanya yang kupukul tadi.

“Bagaimana kau mengenal dua orang yang bersamamu tadi?” kataku mencoba melanjutkan pembicaraan antara aku dan Hikaru.
“Kou-chan adalah kakak tingkatku. Kebetulan keluarga kami juga dekat. Trus klo si Yuri, orangtuaku dan orangtua Yabu bekerja di perusahaan keluarga Chinen, jadi aku dan Kota diminta tuk menjaga anak itu trus” jelasnya padaku dengan wajah tak bersemangat.

Aku tahu, Hikaru memang berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Dulu aku sering membagi uang sakuku dengannya. Ia satu-satunya teman yang selalu menemaniku saat suka maupun duka. Bahkan saat orangtuaku meninggal, ia masih tetap mencoba menghiburku yang saat itu aku sudah kelas 3 SMP. Aku iri dengan dirinya yang selalu bisa ceria apapun kondisinya.


[Yuya’s POV]
Aku tak menyangka bisa bertemu kembali dengan Kota Yabu. Kami sempat 3 tahun sekelas di SMP. Dulu aku selalu mengaguminya. Ia cerdas dan begitu berbakat. Aku tak menyangka kalau Kou-chan ternyata juga mengagumiku. Sejak kami saling mengutarakan ketertarikan kami saat kelas 1 SMP, kami jadi sahabat yang selalu pergi bersama.

“Jadi apa yang kalian lakukan di sini, Yuya?” tanyanya padaku. Akupun segera mulai menceritakan berbagai hal yang membuat aku dan adik-adikku saat ini berada di sini. Kulihat ada ketertarikan di wajahnya mendengar ceritaku ini.


[Daiki’s POV]
“Hikka-kun kok ikut-ikutan ngobrol dengan abangnya yama, sieh!!” protes Yuri.
“Yabu-kun….. Hikaru-kun…..!! Yuri bawa kalian kesini untuk membantu Yuri merebut kembali Yama-chan dari tangan gadis jahat ini” tambah Yuri sambil menunjuk ke arah Megumi.

“Yuri-chan, Ryosuke sekarang sudah punya pacar, jadi ikhlaskanlah dia” kataku sambil kembali mencoba meredakan hati gadis yang sempat menjadi adik kelasku ini.
“Abang Daiki harusnya juga bantu Yuri dong” responnya sambil menatap tajam ke arahku.

“Chinen, harus berapa kali aku bilang? Aku tak ada perasaan apapun padamu” sambung Ryosuke dengan nada bicaranya yang begitu lembut.


[Ryosuke’s POV]
Aku melihat Chinen kembali berlari menjauhi kami sambil menangis. Anak itu dari dulu tidak berubah. Mungkin sifatnya yang cengeng dan suka berlebihan itu yang membuatku kurang nyaman di dekatnya.

“Help me……!!” tiba-tiba aku mendengar teriakan Chinen sesaat setelah ia meninggalkan kami. Akupun segera berlari cepat ke arah ia pergi tadi. Aku begitu kaget melihat Chinen berada dalam dekapan seorang anak laki-laki yang cukup ku kenal. Killua… Ia mendekap Chinen dan mengarahkan jemarinya yang berkuku tajam itu ke wajah Chinen.

“Yama-chan…. Help me….” suara Chinen terdengar begitu ketakutan.
Kak Kei dan kak Daiki kini sudah berdiri di sampingku. Disusul kak Yuya dan dua orang teman Chinen tadi. Begitu juga dengan Megumi dan Hermione.

“Jika ingin gadis ini tetap hidup, serahkan anak itu” kata Killua dengan tatapan matanya yang dingin.
“Jangan, bang!! Saya belum cukup umur untuk dibunuh” Chinen segera menanggapi perkataan Killua barusan dengan nada bergetar pertanda ia semakin takut.


[Daiki’s POV]
“Memangnya orang yang boleh dibunuh itu yang sudah cukup umur ya?!” bisikku pada Kei.
Tapi aku segera melupakan pertanyaanku itu karena kulihat Ryo-chan menatapku dengan begitu tajam seakan ia ingin membunuhku.

“Lepaskan dia!!” aku mendengar teman Yuya tadi berteriak dengan nada tinggi.
“Tidak sebelum kalian menyerahkan anak itu” respon anak yang berambut putih itu dengan dingin.

“Siapa yang kau maksud?” kini teman Kei yang balik bertanya.
“Anak yang paling berkarisma itu tentunya” jawab si rambut putih dengan cepat menanggapi pertanyaan pria yang bernama Hikaru itu.

“Ah….. Tidak…..!! Dia menginginkanku!!” responku reflek memegang kepalaku dengan kedua tanganku sambil memasang tampang syok di wajahku.
“Apa salahku padamu?” tanyaku pada si rambut putih itu dengan tampang memelas.

“Hei, kau!! Jangan harap kali ini aku akan membiarkanmu menyakiti adik-adikku” tiba-tiba suara Yuya terdengar begitu tegas sambil berjalan ke depan kami.
“Terserah kalian jika kalian ingin melihat gadis ini mati” anak berambut putih itu mulai menempelkan kukunya di wajah Yuri.
“Kyaa…….. No…… Jangan lukai wajahku” teriak Yuri dengan sangat histeris melihat wajahnya yang sudah mulai tergores oleh kuku anak yang begitu menakutkan itu.

“Killua… Jangan sakiti gadis itu. Sebenarnya apa tujuanmu?!” Yuya kembali berteriak pada anak yang dipanggilnya Killua itu.
“Bukannya tadi aku sudah memberitahu kalian tentang apa yang kuinginkan?!” respon Killua dengan aura yang membuatku bergidik.

“Tapi apa salahku padamu?” aku mengulangi lagi pertanyaanku tadi.
“Bukan kau, tolol!! Tapi anak laki-laki yang setinggi denganmu itu” jawabnya, dan akupun mulai menoleh ke kanan dan kiri melihat siapa yang ia maksud.

“Kenapa sih selalu saja aku yang dapat masalah?!” kata Ryosuke tiba-tiba sambil berjalan ke depanku.

Kini aku baru sadari, memang Ryosuke lah yang dimaksud anak itu. Adikku ini memang jauh lebih berkarisma dibanding diriku.

“Jika benar kau menginginkan Ryosuke, kenapa kemarin kau hendak membunuh Daiki?” kini Yuya kembali melontarkan pertanyaan yang membuatku sedikit bingung.
“Membunuhku?!” tanyaku tak percaya.

“Aku sudah menyadari kedatangan anak dari universitas ninja itu. Lagipula yang tadi malam hanyalah perkenalan” jawab Killua dengan sedikit mengembangkan senyum di wajahnya.
“Sebenarnya anak itulah sasaranku” tambahnya sambil memandang ke arahku. Eh, bukan. Tapi ke arah Ryo-chan yang saat ini berdiri di depanku.


[Ryosuke’s POV]
“Jadi, siapa yang telah memintamu tuk membunuhku?” tanyaku ringan pada pembunuh bayaran itu.
“Oh, tidak bisa!! Identitas klien adalah keamanan prioritas utama” jawabnya dengan nada menggoda.

“Jika Yuri sampai kenapa-kenapa, keluarga kita pasti akan kena masalah” aku mendengar kedua bodyguard Chinen tadi saling berbisik.

“Aku pasti akan melaporkanmu pada ayahku” Chinen mulai terlihat berani memelototi orang yang kini tengah mendekapnya.
“Ayahku itu sangat kaya, tahu?!” tambah Chinen yang sudah mulai menghilangkan rasa takutnya.

Ah, dasar Chinen.
Ia tak mengenal siapa yang tengah diancamnya itu. Padahal keluarga Zaoldyeck jauh lebih kaya daripada keluarganya.

“Yama-chan….. Jika kau bisa menolongku, aku akan rela kau jadikan isteri” teriak Chinen ke arahku.

“Ceileh….. Isteri?! Makin narsis ja tu anak” batinku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

“Yuya, tolong lakukan sesuatu. Jangan sampai Yuri terluka lebih dari itu” kata teman kak Yuya tadi.


[Yuya’s POV]
Aku jadi semakin bingung. Kenapa pembunuh bayaran itu mengincar adikku?! Dan kenapa selalu Ryo-chan yang kena masalah?! Padahal aku sangat menyayanginya.



To Be Continue………..

*******************************

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers