Wednesday, 8 February 2012

Dinasti Mesin Serbuk


DINASTI MESIN SERBUK

A.    MASA TIGA KERAJAAN BESAR (1500 – 1800 M)
1.      Kerajaan Usmani di Turki
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Oghuz di Turki yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka  masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil.1 Di sana, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.2
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M. kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Usman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Usmani. Usman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Bizantium yang berdekatan dengan kota Broessa. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Kerajaan Seljuk Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sssejak itulah, kerajaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya dalah Usman yang sering disebut juga Usman I.
Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al Usman (raja besar keluarga Usman) tahun 699 H (1300 M), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain, diantaranya:


 

1Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), hlm. 324-325.
2Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam: Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia, 1988), hlm. 2.

a.      Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama, adalah orang-orang yang kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian, kemajuan kerajaan Usmani mencapai masa keemasannya itu, bukan semata-mata karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan ekspansi itu. Yang terpenting di antaranya adalah keberanian, keterampilan, ketangguhan, dan kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan di mana saja.
Untuk pertama kalinya, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan
Eropa. Ketika itu, pasukan tempur yang berjumlah besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik, dan strategi tempur militer Usmani berlangsung tanpa halangan berarti.3
Pembaharuan dilakukan oleh Orkhan dalam bentuk mutasi personel-personel pimpinan dan juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non-Turki dimasukkan sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negeri Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam penaklukkan negeri-negeri non-Muslim.4
Di samping Jenissari, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau kelompok militer Thaujiah.5 Angkatan lautpun dibenahi, karena ia mempunyai peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani.
 

3Ibid., hlm. 40
4Syed Mahmudunnasir, Islam Its Consepts and History, (New Delhi: Kitab Bahavan, 1981), hlm. 282
5Ahmad Syalabi, op. cit., hlm. 41

Pada abad ke-16, angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang amat luas, baik di Asia, Afrika maupun Eropa. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan.6
Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang teratur. Dalam mengelola wilayah yang luas, sultan-sultan Turki senantiasa bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi,7 dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri), yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-‘alawiyah (bupati).
Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I, disusun sebuah kitab undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang berharga ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qanuni.8

b.      Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Usmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan, diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium, dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan, ajaran-ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan, keilmuan, dan huruf, mereka terima dari bangsa Arab.9 Orang-orang Turki Usmani memang dikenal sebagai bangsa yang suka dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing dan terbuka untuk menerima kebudayaan luar. Hal ini mungkin karena mereka masih miskin dengan kebudayaan. Bagaimanapun, sebelumnya mereka adalah orang nomad yang hidup di dataran Asia Tengah.
 

6Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, hlm. 145
7Binnaz Toprak, Islam and Political Development in Turkey, (Leiden: E. J. Brill, 1981), hlm. 43
8Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: Macmillan Press, 1970), hlm. 713-714
9Binnaz Toprak, op. cit., hlm. 60


Mereka juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Masjid Jami’ Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sulaiman, dan Masjid Abi Ayyub Al-Anshari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.
Pada masa Sulaiman, di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun masjid, sekolah, rumah sakit, gedung, makam, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan itu dibangun di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia.10

c.       Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat, sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu, ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum kerajaan tidak bisa berjalan.11
Bagaimanapun, kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak ditujukan ke Eropa Timur yang belum masuk dalam wilayah kekuasaan dan agama Islam. Akan tetapi, karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan (kecuali dalam hal-hal yang bersifat fisik) perkembangannya jauh berada di bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-negeri yang sudah ditaklukkan akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.
 

10Phillip K. Hitti, op. cit., hlm. 715
11Ibid., hlm. 714
2.   Kerajaan Safawi di Persia
Ketika kerajaan Usmani sudah mencapai puncak kemajuannya, kerajaan Safawi di Persia ini baru berdiri. Kerajaan ini berkembang dengan cepat. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering bentrok dengan Turki Usmani.
Kerajaan Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan.12 Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah. Nama Safawiyah, diambil dari nama pendirinya, Safi Al-Din (1252 – 1334 M) dan nama Safawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan.
Kemajuan yang dicapai kerajaan safawi tidak hanya terbatas di bidang politik. Di bidang yang lain, kerajaan ini juga mengalami banyak kemajuan. Kemajuan-kemajuan itu antara lain adalah sebagai berikut:
a.      Bidang Ekonomi
Stabilitas politik Kerajaan Safawi pada masa Abbas I ternyata memacu perkembangan perekonomian Safawi, lebih-lebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya bandar ini maka salah satu jalur dagang laut antara Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Safawi.13

b.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada masa kerajaan Safawi tradisi keilmuwan ini terus berlanjut.
Ada beberapa ilmuwan yang selalu hadir di majelis istana, yaitu Baha Al-Din Al-Syaerazi, generalis ilmu pengetahuan, Sadar Al-Din Al-Syaerazi, filosof, dan Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damar, filosof, ahli sejarah, teolog.14 Dalam bidang ini, kerajaan Safawi mungkin dapat dikatakan lebih berhasil dari dua kerajaan besar Islam lainnya pada masa yang sama.
 

12P. M. Holt, dkk, (ed.), The Cambridge History of Islam, vol. I A, (London: Cambridge University Press, 1970), hlm. 394
13Ibid
14Ibid

c.       Bidang Pembangunan Fisik dan Seni
Para penguasa kerajaan ini telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di kota tersebut, berdiri bangunan-bangunan besar nan indah seperti masjid-masjid, rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan istana Chihil Sutun. Kota Isfahan juga diperindah dengan taman-taman wisata yang ditata secara apik. Ketika Abbas I wafat, di Isfahan terdapat 162 masjid, 48 akademi, 1802 penginapan, dan 273 pemandian umum.15
Di bidang seni, kemajuan nampak begitu kentara dalam gaya arsitektur bangunan-bangunannya, seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M dan masjid Syaikh Lutf Allah yang dibangun tahun 1603 M. Unsur seni lainnya terlihat pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya. Seni lukis mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I. Raja Ismail I pada tahun 1522 M membawa seorang pelukis timur ke Tabriz. Pelukis itu bernama Bizhad.16

Demikianlah, puncak kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Safawi. Setelah itu, kerajaan ini mulai mengalami gerak menurun. Kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.

 

15Marshal G. S. Hodgson, The Venture of Islam, vol. III, (Chicago: The University of Chicago Press, 1981), hlm. 40
16Ibid.



3.      Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya kerajaan Safawi. Jadi, di antara tiga kerajaan besar Islam tersebut, kerajaan inilah yang termuda. Kerajaan Mughal bukanlah kerajaan Islam pertama di India. Awal kekuasaan Islam di wilayah India terjadi pada masa Khalifah Al-Walid, dari dinasti Bani Umayyah. Penaklukan wilayah ini dilakukan oleh tentara Bani Umayyah di bawah pimpinan Muhammad Ibn Qasim.17
Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482 – 1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun.
Pada tahun 1525 M, Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu.18 Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana. Dengan demikian, berdirilah Kerajaan Mughal di India.
Sepeninggal Babur, Humayun putra Babur menggantikan kedudukan ayahnya sebagai sultan. Humayun berkuasa selama sembilan tahun, dan meninggal dunia tahun 1556 M karena terjatuh dari tangga perpustakaannya, Din Panah. Humayun digantikan oleh putranya Akbar yang masih berusia 14 tahun. Karena ia masih muda, maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan. Pada masa Akbar inilah Mughal mencapai puncak kekuasaannya.
Di antara kemajuan yang dicapai pada masa Kerajaan Islam Mughal di India ialah:
a.      Bidang Ekonomi
Kemantapan stabilitas politik karena pemerintahan yang diterapkan Akbar, membawa kemajuan dalam bidang lain. Dalam bidang ekonomi Akbar dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan dan perdagangan. Akan tetapi sumber keuangan negara banyak bertumpu pada sektor pertanian. Dari rempah-rempah, tembakau, kapas, nila dan bahan celupan.19
 

17Syeh Mahmudunnasir, op. cit., hlm. 163.
18Ibid., hlm. 36.
19Ibid.
Di samping untuk kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia, dan Asia Tengah bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan pakaian tipis bahan Gordyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan hasil produksi, Jahangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.20
b.      Bidang Seni dan Budaya
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan yang menghasilkan karya besar berjudul Padmavat.21 Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya.22
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai Kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar, dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan istana indah di Lahore.23

 

20Ibid.
21P. M. Holt, op. cit., hlm. 57.
22Ibid., hlm. 58
23S. M. Ikram, Muslim Civilization in India, (New York: Columbia University Press), hlm. 247.


B.   KEMUNDURAN TIGA KERAJAAN BESAR (1700 – 1800 M)
1.      Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Sepeninggal Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi Mirza (1628 – 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M), Sulaiman (1667 – 1694 M), Husain (1694 – 1722 M), Tahmasp II (1722 – 1732 M), dan Abbas III (1733 – 1736 M). Pada masa raja-raja tersebut, kondisi Kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa kepada kehancuran.
Di antara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran Kerajaan Safawi ialah adanya konflik berkepanjangan dengan Kerajaan Usmani. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsung lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika tercapai perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namun, tak lama kemudian, Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara dua kerajaan besar Islam itu.24
Penyebab lainnya adalah moral yang kurang baik yang melanda sebagian para pemimpin Kerajaan Safawi. Sulaiman, di samping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga sultan Husein.
Penyebab penting lainnya adalah karena pasukan qhulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan karena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru ternyata tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab di atas adalah seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana.

 

24Ibid., hlm. 417

2.      Kemunduran dan Runtuhnya Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad Kerajaan Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata yang semakin lama semakin kuat menguasai wilayah pantai.
Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah menjadi lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Sementara wilayah-wilayah pantai banyak yang dikuasai para pedagang asing, terutama EIC dari Inggris.25
Desintegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah, yang di samping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga mereka senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi Kerajaan Mughal itu sendiri.
Beberapa faktor yang menyebabkan kekuasaan Kerajaan Mughal mundur pada satu setengah abad terakhir dan membawa pada kehancurannya pada tahun 1858 M, yaitu:
a.       Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
b.      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik,yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
c.       Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
d.      Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh waktu terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.
 

25K. M. Panikar, A Survey of Indian History, (Bombay: Asia Publishing House, 1957), hlm. 187
3.      Kemunduran Kerajaan Usmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani mulai memasuki fase kemundurannya. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran itu tidak langsung terlihat.
Satu per satu negeri-negeri di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang memberontak, tetapi juga beberapa daerah di Timur Tengah mencoba bangkit dan memberontak.
Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, di antaranya adalah:
a.       Wilayah kekuasaan yang sangat luas
b.      Heterogenitas penduduk
c.       Kelemahan para penguasa
d.      Budaya pungli
e.       Pemberontakan tentara Jenissari
f.       Merosotnya ekonomi
g.      Terjadinya stagnasi dalam bidang ilmu dan teknologi
Demikianlah proses kemunduran kerajaan besar Usmani. Pada masa selanjutnya, di periode modern, kelemahan kerajaanini menyebabkan kekuatan-kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.

C.   KEMAJUAN ER0PA (BARAT)
Bersamaan dengan waktu kemunduran tiga kerajaan Islam tadi, Eropa Barat (biasa disebut dengan “barat” saja), sedang mengalami kemajuan dengan pesat. Hal ini berbanding terbalik dengan masa klasik sejarah Islam.
Kemajuan Eropa (Barat) memang bersumber dari khazanah ilmu pengetahuan dan metode berpikir Islam yang rasional. Di antara saluran masuknya peradaban Islam ke Eropa itu adalah Perang Salib, dan yang terpenting adalah Spanyol Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, keadaan ini melahirkan renaissance, reformasi, dan rasionalisme di Eropa.
Gerakan-gerakan renaisans melahirkan perubahan-perubahan besar dalam sejarah dunia. Abad ke-16 dan 17 M merupakan abad yang paling penting bagi Eropa, sementara pada akhir abad ke-17 itu pula, dunia Islam mulai mengalami kemunduran. Dengan lahirnya renaisans, Eropa bangkit kembali untuk mengejar ketinggalan mereka pada masa kebodohan dan kegelapan.26
Terangkatnya perekonomian bangsa-bangsa Eropa disusul dengan penemuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Perkembangan ini semakin dipercepat setelah mesin uap ditemukan, yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa.
Sementara itu, kemerosotan kaum Muslimin tidak terbatas dalam bidang ilmu dan kebudayaan saja, melainkan juga ketinggalan dalam industri perang. Padahal keunggulan Turki Usmani di bidang ini pada masa-masa sebelumnya diakui oleh seluruh dunia.
Dengan organisasi dan persenjataan modern, pasukan perang Eropa mampu melancarkan pukulan telak terhadap daerah-daerah kekuasaan Islam. Daerah-daerah kekuasaan Islam mulai berjatuhan ke tangan Eropa, seperti Asia Tenggara, bahkan Mesir, salah satu pusat peradaban Islam yang terpenting diduduki Napoleon Bonaparte dari Perancis pada tahun 1798 M.
Benturan-benturan antara kerajaan Islam dan kekuatan Eropa itu menyadarkan umat Islam bahwa mereka memang sudah jauh tertinggal dari Eropa. Kesadaran itulah yang menyebabkan umat Islam di masa modern terpaksa harus banyak belajar dari Eropa. Perimbangan kekuatan antara umat Islam dan Eropa berubah dengan cepat. Di antara kemajuan Eropa dan kemunduran Islam terbentang jurang yang sangat lebar dan dalam.

 

 26Abu ‘I-Hasal Ali Al-Nadwi, Islam Membangun Peradaban Dunia, (Jakarta: Pustaka Jaya – Djambatan, 1988),    hlm. 220.

4 comments:

  1. Wah, membantu skali ni artikelnya, trimakasih..
    Tapi ini tidak bisa dicopy paste ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. udah bisa di copy paste ^^
      kmaren memang di setting agar tak bisa di copas

      Delete
  2. Terimakasih atas kunjungannya, silakan isi chatbox untuk request ^^

    ReplyDelete
  3. Skarang pindah ke tangan ane blog ini ^^

    ReplyDelete

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers