PENDAHULUAN
Koperasi Siswa yang anggotanya para seluruh siswa dari suatu
sekolah, yang fungsinya sebagai wadah untuk belajar dan menumbuhkan
tumbuhnya kesadaran berkoperasi di kalangan siswa sebagai anggota dan pengurus.
Kopsek mempunyai nilai dan potensi strategis untuk meminimalisir masalah
pengangguran karena skill yang tidak memadai dalam kewirausahaan atau
entrepreneur, potensi yang dimiliki oleh koperasi sekolah a.l.:
(1) koperasi sekolah
sebagai wahana pembelajaran sehingga memiliki alternatif bagi kepentingan di
masa depan,
(2)
potensi peningkatan kualitas SDM karena kopsek sebagai sarana pembelajaran
berkoperasi dan mengasah potensi kewirausahaan sehingga tersedianya wahana
proses pembelajaran memiliki alternatif menjadi mandiri sehingga dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
(3) potensi sebagai wahana pembelajaran karena para siswa mengenal dan
mempraktekkan sendiri aktivitas – aktivitas pengelolaan transaksi atau
berusaha seperti mencatat, membukukan, melayani pelanggan, menerima barang,
mengelola barang serta berbagai aktivitas lainya.
Pada era
sekarang dan yang akan datang, paradigma layanan pendidikan harus berubah dari
paradigma teacher center menuju child centered; dari paradigma subject mathod
curriculum menuju competence base curriculum; dan dari paradigma exclusive
segregative educational menuju inclusive education process (Arifin, 2007).
Jadi, seluruh proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan harus
diorientasikan pada pemberdayaan siswa sesuai dengan keberagam potensinya
masing-masing. Salah satu bagian kunci dalam proses layanan pendidikan anak
atau proses pembelajaran siswa di sekolah adalah ‘membentuk karakter atau sikap
mental positif’ siswa, karena terbentuknya sikap mental positif akan mampu
mengantarkan setiap individu untuk meraih kesuksesan (Koentjaraningrat, 1982).
Ada
beberapa rujukan teoritis tentang urgensinya pendidikan sikap mental manusia
dalam proses pembangunan, yaitu: (a) teori n-Ach (the need for Achievement),
oleh David Mc Clelland. Inti pandangan teori ini adalah ‘setiap individu yang
selalu membangun prinsip sepanjang usia hidupnya harus terus berkarya dan
berprestasi akan meraih banyak kesuksesan’. Berkarya adalah kebutuhan dasar
dalam hidup; (b) Teori Mentalitas Manusia Modern, oleh Alex Inkels dan D.H.
Smith. Salah satu ciri mentalitas modern adalah ‘terbuka, berorientasi ke depan
dan kompetitif serta inovatif (Budiman, 1995); dan (c) teori Kepribadian
Inovatif, oleh Max Weber dan E. Hagen. Salah satu ciri kepribadian inovatif
adalah ‘selalu ingin tahu dan meneliti, mengambil tanggung jawab pribadi yang
tinggi, terbuka dan tolerir, memaklumi heterogenitas dan selalu mendorong
kreativitas dan inovasi di berbagai bidang’ (Sztompka,1993). Berdasarkan ketiga
teori tersebut, menunjukkan aspek mentalitas manusia adalah faktor kunci dalam
meraih kesuksesan hidup.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/ U/ 1984, tentang Pola
Pembinaan dan Pengembangan Kesiswaan dijelaskan bahwa, dua dari delapan materi
pembinaan kesiswaan adalah: (a) pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur;
dan (b) pembinaan ketrampilan dan kewirausahaan siswa. Salah satu cara dalam
membina siswa pada aspek ketrampilan dan kewirausahaan adalah setiap satuan
pendidikan harus ada Koperasi Siswa (Kopsis). Persoalan yang muncul adalah,
bagaimana cara yang dapat ditempuh dalam menumbuhkan sikap mental wirausaha
siswa di sekolah melalui lembaga Kopsis sekolah?. Persoalan inilah yang menjadi
fokus kajian dalam makalah ini. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dikaji dalam
membahas tentang peran Kopsis bagi siswa, namun karena keterbatasan ruang dan
waktu, maka fokus kajian hanya pada aspek peran Kopsis dalam pendidikan sikap
mental kewirausahaan siswa.
PENTINGNYA LAYANAN PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN BAGI SISWA MELALUI KOPSIS
Sebelum
menjelaskan tentang pentingnya layanan pendidikan kewirausahaan bagi siswa
melalui Kopsis sekolah, terlebih dahulu perlu diingat kembali beberapa konsep
dasar tentang OSIS pada satuan pendidikan, antara lain: (a) OSIS adalah
singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jadi, OSIS merupakan
satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan kursus, di lingkungan
pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SMP, SMA/SMK
dan kursus-kursus), dan tidak ada hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah
atau kursus yang lain (Departemen P dan K, 1985); (b) Pembina OSIS adalah
Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang bertanggung jawab terhadap
pembinaan dan pengembangan OSIS di sekolah dan kursus tersebut; (c) Pemimpin
siswa adalah pengusus OSIS yang dipilih oleh para siswa di sekolah dan kursus
untuk jangka waktu tertentu dan mendapat pengesahan dari Kepala Sekolah yang
bersangkutan; dan (d) Tujuan khusus dibentuknya OSIS adalah: Meningkatkan peran
siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala; Melatih siswa
dalam berorganisasi dengan baik; Memantapkan kegiatan ekstra kurikuler dalam
menunjang pencapaian kurikulum pada satuan pendidikan; Peningkatan apresiasi
dan penghayatan seni budaya; Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945; Meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan Meningkatkan kesehatan jasmani-rohani siswa
(Departemen P dan K, 1985).
Pada Bab
IV pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/ U/ 1984
dirumuskan, bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi delapan aspek atau
bidang, yang kemudian dalam tataran operasional diwujudkan dalam bentuk delapan
Sekretaris Bidang (Sekbid), yaitu: (a) Sekbid ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa; (b) Sekbid kehidupan berbangsa dan bernegara; (c) Sekbid pendidikan
pendahuluan bela negara; (d) Sekbid kepribadian dan budi pekerti luhur; (e)
Sekbid berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan; (f) Sekbid
ketrampilan dan kewirausahaan; (g) Sekbid kesegaran jasamani dan daya kreasi;
dan (h) Sekbid persepsi, apresiasi dan kreasi seni (Departemen P dan K, 1985).
Berdasarkan konsep-konsep dasar tentang OSIS dan materi pembinaan kesiswaan
tersebut, maka proses pembinaan yang bisa dilakukan oleh Kepala sekolah dan
Guru terhadap siswa dalam wadah OSIS adalah menyangkut ‘delapan bidang’
tersebut secara integral.
Hanya
karena keterbatasan ruang dan waktu (space and time), maka makalah atau kajian
ini lebih menekankan pada aspek kewirausahaan yang terimplementasikan pada
pengembangan Koperasi siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan. Diantara
fungsi keberadaan Kopsis di setiap satuan pendidikan bagi siswa antara lain:
(a) melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan sesuai
dengan tingkat minat dan potensi yang dimiliki siswa; dan (b) melatih dan
mendidik siswa dalam memanajemen Kopsis, khususnya dalam memberikan layanan
terbaik terhadap beragam kebutuhan siswa berkaitan dengan kelancaran proses
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, hakikat Kopsis di sekolah bukan hanya
semata-mata menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan material yang diperlukan
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga harus mampu ‘melatih
dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan’, yang sangat
dibutuhkan siswa dalam proses hidupnya kedepan. Urgensi pengembangan potensi
wirausaha siswa inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini.
Agar keberadaan Koperasi Siswa (Kopsis) di setiap
satuan pendidikan mempunyai peran penting dalam proses pendidikan kewirausahaan
siswa, maka pengelolaan atau manajemen Kopsis
sekolah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dan betul-betul berperan sebagai
tempat praktik dan latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap
mental kewirausahaannya. Paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu
diperhatikan oleh pembina OSIS dalam proses membimbing atau melatih siswa untuk
mengembangkan potensi kewirausahaan di lingkungan sekolah, antara lain:
Pertama,
pada hakikatnya peranan sekolah dalam membangun sikap mental berwirausaha siswa
adalah sangat sentral. Diantara sikap mental manusia atau peserta didik untuk
sanggup berwirausaha adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki
moral atau motivasi tinggi untuk berprestasi dan berkarya sepanjang usia
hidupnya (need for achievement); (b) memiliki sikap mental untuk berwirausaha,
yang diawali dengan hal-hal yang kecil namun dengan perencanaan yang baik; (c)
memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan; dan (d) memiliki ketrampilan atau
kecapakan untuk berwirausaha. Kekuatan untuk membangun keempat aspek tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi pembelajaran budaya yang telah berlangsung dalam
lingkungan keluarga siswa.
KELEMAHAN DALAM PELAKSANAAN LAYANAN
PENDIDIKAN
Peranan
sekolah tersebut dalam realitasnya masih belum terberdayakan secara maksimal,
diantara faktor penyebabnya adalah masih ada beberapa kelemahan yang dapat
dijumpai dalam pelaksanaan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan,
yaitu: (1) kelemahan pada aspek proses pembelajaran di kelas, antara lain: (a)
aktivitas belajar siswa di sekolah masih kurang maksimal dalam memberdayakan
potensi dirinya; (b) proses layanan pembelajaran di kelas belum secara maksimal
dalam memenuhi kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam;
(c) masih banyak terjadi proses pembelajaran yang bersifat guru sentris; (2)
kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar siswa, yaitu dengan
sistem pembelajaran secara klasikal cenderung guru mengalami kesulitan dalam
pemberian kayanan pendidikan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuan
serta bakat masing-masing siswa secara maksimal; dan (3) kelemahan dari pada
aspek pengembangan kurikulum, artinya pada kurikulum sekarang ini (berbasis
kompetensi dan KTSP), aspek kewirausahaan siswa belum diintrodosir dan
dikembangkan secara maksimal di setiap satuan pendidikan secara intergal dan
berjenjang; dan (3) kelemahan pada aspek sarana dan prasarana yang ada di
sekolah yang masih terbatas.
Kedua,
strategi pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa harus dilakukan secara
bertahap melalui usaha-usaha sebagai berikut: (1) penyebarluasan konsep
pembinaan kewirausahaan bagi siswa di setiap satuan pendidikan; (2)
melaksanakan dan mengembangkan program pembinaan kewirausahaan; (3)
pendayagunaan tenaga pembina kewirausahaan yang meliputi tenaga-tenaga yang ada
di sekolah atau di luar sekolah; (4) melaksanakan penataran guru dan tenaga
pembina kewirausahaan sampai mencapai suatu jumlah dan mutu yang memadai; dan (5)
mengembangkan program lembaga pendidikan tenaga kependidikan dengan paket
kewirausahaan siswa. Sedangkan pengadaan sarana penunjang pengembangan dan
pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah adalah: (a) ruang ketrampilan; (b)
koperasi siswa/ sekolah; (c) kebun sekolah; (d) ruang kesenian; (e) ruang
perpustakaan; dan (f) laboratorium (Departemen P dan K, 1985)
Ketiga,
strategi mempersiapkan siswa mempunyai sikap mental berwirausaha melalui proses
pembelajaran di kelas, antara lain: (1) pembenahan pada proses pembelajaran
yang mengunakan pendekatan atau model pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
menyenangkan dan inovatif. Untuk bisa menunjang proses pembelajaran tersebut,
beberapa yang perlu dibenahi adalah: (a) meningkatkan kompetensi guru dan
mentalitas inovatif guru; (b) pembenahan sistem pembelajaran yang didesain
dalam bentuk ’siswa aktif, kreatif dan inovatif’; (c) pembenahan dalam sarana
pembelajaran di kelas yang berbasis teknologi yang menunjang pembentukan
mentalitas kewirausahaan; (d) menanamkan konsep pada siswa tentang ’siswa
berprestasi’ adalah siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar dan mempunyai
kualitas pada aspek: moral, sikap mental inovatif, kepekaan sosial, ketrampilan
berwirausaha, rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan problem; (2) melakukan
berbagai jenis kegiatan di sekolah yang mengarah pada pembinaan kewirausahaan
siswa.
Ada beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh
pembina OSIS atau guru dalam rangka mencapai tujuan pembinaan kewirausahaan
siswa sebagai berikut:
1. Dalam rangka membangkitkan dan menumbuhkan minat siswa terhadap kegiatan kewirausahaan antara lain: (a) penulisan cerita tentang tokoh wirausaha yang berhasil; (b) lomba baca dan tulis puisi tentang semangat kewirausahaan; (c) fragmen dan wawancara tentang kewirausahaan melalui televisi, radio dan pementasan; (d) kunjungan ke tempat-tempat perusahaan atau industri; dan (e) ceramah dan diskusi tokoh wirausaha yang berhasil di sekolah.
2. Dalam rangka menumbuhkan
dan meningkatkan ketrampilan ber wirausaha antara lain: (a) praktik ketrampilan
seni menjual, berkebun, berternak, jahit menjahit, masak memasak, dekorasi,
pertanaman, servis dsb; (b) koperasi siswa (kopsis); (c) bursa atau pameran
buku; (d) melaksanakan berbagai lomba karya siswa.
3. Dalam rangka menumbuhkan
dan meningkatkan sikap mental berwirausaha, antara lain: (a) alat-alat
pelajaran berupa buku, audio visual, komputer, internet dan alat ketrampilan
lainnya; (b) praktek kerja nyata; (c) tabungan siswa untuk kepentingan
pembelajaran berwirausaha; (d) melalui media siswa (warta siswa)
dikomunikasikan gemar berwirausaha; (e) kemah dan bakti sosial.
4. Dalam rangka
mengembangkan daya pikir dan bertindak kreatif dan produktif, antara lain: (a)
lomba karya tulis siswa tentang kewirausahaan; (b) lomba cipta alat produksi;
(c) penulisan buku-buku rujukan tentang kewirausahaan; (d) penataran tenaga
instruktur kewirausahaan; (e) diadakan forum wirausaha dari siswa dan untuk
siswa; (f) menyusun perencanaan melalui pembuatan proyek proposal kegiatan
siswa; dan (g) melaksanakan studi kelayakan, survei dan penelitian tentang
kewirausahaan.
Keempat,
pembenahan pada kurikulum pendidikan formal, artinya kurikulum pendidikan di
setiap satuan pendidikan harus memasukkan unsur pendidikan wirausaha pada siswa
dengan baik. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam mengembakan
kurikulum wirausaha antara lain: (a) mengembangkan satu bidang studi tentang
wirausaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara; Tidak terlalu banyak merubah
sistem pengajaran yang telah berjalan; Disajikan mengikuti pola pengajaran
bidang studi yang ada; Isi dan ruang lingkup kajian (materi pembelajaran)
disusun sedemikian rupa sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik; (b)
penyiapan kurikulum kewirausahaan ke dalam bentuk aktivitas pembelajaran secara
periodik.
Contoh isi pengembangan kuirikulum kewirausahaan di
setiap jenjan pendidikan: (1) jenjang pendidikan TK
dan sekolah dasar, isi kurikulumnya menyangkut: (a) cerita kewirausahaan di
kalangan hewan, (b) cerita perjalanan petualangan penemuan hal-hal yang baru,
(c) cerita dan nyanyian kewirausahaan, dan gambar atau framen tentang
kewirausahaan; (2) jenjang pendidikan sekolah menengah, isi kurikulum
kewirausahaan menyangkut: (a) aspek keimanan, jiwa dan semangat untuk berkarya
atau berjuang demi mengharap ridha Tuhan, bukan mengharap keridhaan dari
sesamanya; (b) sikap mental dan kebiasaaan sehari-hari untuk berkarya,
misalnya: sikap mental selalu tidak pus (ingin maju), ulet dan tekun; pandai
bergaul atau menjalin komunikasi dengan sesamanya, menghargai waktu, empati,
menghormati harkat dan martabat orang lain, menjunjung tinggi kejujuran,
menolak pemberian tanpa suatu karya dsb.; (c) daya pikir kreatif, misalnya :
melatih belajar mandiri, membuat buku catatan harian, (d) membangun skap mental
keutamaan hasil karya melalui kerjasama; (e) sikap mental untuk menggerakkan
diri, yang meliputi: Kegairahan dalam hidup, kesediaan untuk berusaha mencapai
keberhasilan, pikiran kreatif, melakukan sesuatu karya dengan hati nurani;
Mampu mengenal dan mehami keberagaman hidup; risiko dan persaingan; (f)
mengenal risiko, misalnya risiko konflik, risiko inisiatif; (g) kemampuan
meyakinkan, misalnya: keyakinan diri kuat akan keberhasilan usahanya, mengenal
barang dan jasa sendiri, salesmanship, mengenal pasar dan calon pembeli; (h)
mengenal dasar-dasar manajemen, misalnya mengenal untung-rugi, peningkatan
biaya, anggaran dan rencana, mencari kawan berniaga, pembentukan modal dan
berhemat; (i) ketrampilan dalam berwirausaha, misalnya pembukuan, penguasaan
bahasa asing, siap mencoba berusaha di berbagai bidang, pengetahuan tentang
hukum, asuransi, perbankkan dsb.
Kelima, diantara pendidikan watak kewirausahaan yang harus dibangun pada diri setiap siswa oleh guru, baik pada kegiatan proses pembelajaran maupun dalam wadah pembinaan dan pengembangan Koperasi siswa adalah: (a) mentalitas yang berorientasi ke masa depan, dan berpandangan positif serta kreatif; (b) ulet, tekun, tidak mudah putus asa dan pandai bergaul; (c) sangat menghargai waktu dan selalu siap berkompetisi secara sehat; (d) menjunjung tinggi sikap memberi daripada meminta dan berkepribadian menyenangkan (familier); (e) selalu siap bekerja keras dari jenis pekerjaan yang rendah, dan mampu mengendalikan diri untuk tidak konsumerisme; (f) tidak gila pangkat, gelar, kekuasaan dan selalu menerima hasil usaha sendiri. Diantara jiwa wirausaha yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) beriman pada Tuhan dan berbuat baik dengan sesama; (b) tidak suka tergantung pada orang lain, dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi, (c) berdisiplin nurani, dan berani mengambil resiko dari pilihan yang dianggap baik, (d) bertekad untuk memajukan lingkungannya dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta berani menyebarluaskan hal-hal yang baik untuk kepentingan umum.
Diantara daya pikir ketrampilan kewirausahaan, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun praktek Kopsis yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) mampu menyusun perencanaan seopreasional mungkin, dan suka menjalin interaksi dalam bentuk kerjasama, (b) selalu termotivasi untuk berprestai dan selalu suka belajar baik pada pengetahuan terbaru maupun terhadap pengalaman masa lalu (gagal atau berhasil), (c) aktif dalam pengembangan penambahan pengetahuan dan ketramilan baru dan suka mendengar nasehat atau pendapat orang lain, (d) memperhatikan efisiensi dan efektifitas karya dan berpikiran terbuka serta bertanggung jawab.
Keenam, langkah penunjang dalam pengembangan pendidikan wirausaha siswa di sekolah adalah: (a) memerkokoh institusi pendidikan yang melaksanakan program kewirausahaan, melalui Kopsis sekolah sebanyak-banyaknya; (b) dibentuk suatu lembaga koordinasi pembinaan dan pengembangan sekolah yang melaksanakan program kewirausahaan; (c) diadakan proyek-proyek eksperimen terpadu antar sekolah dalam meningkatkan budaya wirausaha; (d) penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas studi bagi para siswa yang melaksanakan program kewirausahaan pada lapangan usaha dan industri di masyarakat dan pemerintah; dan (e) pemerintah mendirikan pusat-puat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri yang dapat bersinergis dengan institusi-institusi pendidikan penyelenggara program kewirausahaan. Pola pendidikan kewirausahaan di pendidikan formal harus terjalin sinergis dengan pola pendidikan wirausaha di lembaga non formal (masyarakat) Misalnya setiap unit aktifitas ekonomi masyarakat mengadakan kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidangnya. Bidang-bdang kewirausahaan yang bisa dilakukan antara lain: (a) kewirausahaan dalam bidang usaha ekonomi; (b) kewirausahaan dalam bidang karir dan jabatan; (c) kewirausahaan dalam bidang pendidikan
Kelima, diantara pendidikan watak kewirausahaan yang harus dibangun pada diri setiap siswa oleh guru, baik pada kegiatan proses pembelajaran maupun dalam wadah pembinaan dan pengembangan Koperasi siswa adalah: (a) mentalitas yang berorientasi ke masa depan, dan berpandangan positif serta kreatif; (b) ulet, tekun, tidak mudah putus asa dan pandai bergaul; (c) sangat menghargai waktu dan selalu siap berkompetisi secara sehat; (d) menjunjung tinggi sikap memberi daripada meminta dan berkepribadian menyenangkan (familier); (e) selalu siap bekerja keras dari jenis pekerjaan yang rendah, dan mampu mengendalikan diri untuk tidak konsumerisme; (f) tidak gila pangkat, gelar, kekuasaan dan selalu menerima hasil usaha sendiri. Diantara jiwa wirausaha yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) beriman pada Tuhan dan berbuat baik dengan sesama; (b) tidak suka tergantung pada orang lain, dan mempunyai rasa tanggung jawab pribadi, (c) berdisiplin nurani, dan berani mengambil resiko dari pilihan yang dianggap baik, (d) bertekad untuk memajukan lingkungannya dan menjunjung tinggi rasa keadilan serta berani menyebarluaskan hal-hal yang baik untuk kepentingan umum.
Diantara daya pikir ketrampilan kewirausahaan, baik melalui proses pembelajaran di kelas maupun praktek Kopsis yang harus dibangun pada diri setiap siswa adalah: (a) mampu menyusun perencanaan seopreasional mungkin, dan suka menjalin interaksi dalam bentuk kerjasama, (b) selalu termotivasi untuk berprestai dan selalu suka belajar baik pada pengetahuan terbaru maupun terhadap pengalaman masa lalu (gagal atau berhasil), (c) aktif dalam pengembangan penambahan pengetahuan dan ketramilan baru dan suka mendengar nasehat atau pendapat orang lain, (d) memperhatikan efisiensi dan efektifitas karya dan berpikiran terbuka serta bertanggung jawab.
Keenam, langkah penunjang dalam pengembangan pendidikan wirausaha siswa di sekolah adalah: (a) memerkokoh institusi pendidikan yang melaksanakan program kewirausahaan, melalui Kopsis sekolah sebanyak-banyaknya; (b) dibentuk suatu lembaga koordinasi pembinaan dan pengembangan sekolah yang melaksanakan program kewirausahaan; (c) diadakan proyek-proyek eksperimen terpadu antar sekolah dalam meningkatkan budaya wirausaha; (d) penyediaan dan pengembangan pelayanan dan fasilitas studi bagi para siswa yang melaksanakan program kewirausahaan pada lapangan usaha dan industri di masyarakat dan pemerintah; dan (e) pemerintah mendirikan pusat-puat pengembangan pendidikan dan pengembangan usaha dan industri yang dapat bersinergis dengan institusi-institusi pendidikan penyelenggara program kewirausahaan. Pola pendidikan kewirausahaan di pendidikan formal harus terjalin sinergis dengan pola pendidikan wirausaha di lembaga non formal (masyarakat) Misalnya setiap unit aktifitas ekonomi masyarakat mengadakan kelompok-kelompok kerja sesuai dengan bidangnya. Bidang-bdang kewirausahaan yang bisa dilakukan antara lain: (a) kewirausahaan dalam bidang usaha ekonomi; (b) kewirausahaan dalam bidang karir dan jabatan; (c) kewirausahaan dalam bidang pendidikan
Ketujuh, sistem pengorganisasian dan evaluasi
pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah, baik melalui proses pembelajaran
maupun praktik Kopsis antara lain: (a) bahwa
pengorgianisasian pelaksanaan kegiatan kewirausahaan sekolah adalah melalui
OSIS pada sekretaris bidang (sekbid) kewirausahaan yang diwujudkan dalam bentuk
aktifitas koperasi siswa; (b) dalam berbagai kegiatan yang bersifat khusus
kepala sekolah dapat mementuk panitia penyelenggara kegiatan wirausaha; (c)
dalam rangka kegiatan kewirausahaan antar sekolah atau antar instansi perlu
dibentuk panitia bersama; (d) kepala sekolah dalam menjalin kerjasama lintas
sektoral untuk kegiatan kewirausahaan, perlu menjalin kerjasama dengan orang
tua wali dan tokoh masyarakat (komite sekolah); dan (e) pembinaan kewirausahaan
dilakukan secara bertahap. Sedangkan proses evaluasi terhadap proses pendidikan
kewirausahaan baik melalui proses pembelajaran maupun praktik Kopsis adalah:
(a) evaluasi kinerja dilakukan setiap akhir semester; (b) proses evalusianya
dapat menyangkut aspek perencanaan dan pelaksanaan; dan (c) agar diperoleh
hasil evaluasi yang akurat diperlukan format atau instrument yang jelas sesuai
dengan jenis kegiatan kewirausahaan sekolah.
PENUTUP
Uraian
singkat tentang pendidikan kewirausahaan siswa melalui Kopsis sekolah tersebut
memberikan kesimpulan sebagai berikut: (a) pendidikan kewirausahaan bagi siswa
di setiap jenjang satuan pendidikan adalah sangat penting, dan proses
pembinaannya bisa dilakukan secara bertahap; (b) diantara sarana yang paling
efektif dalam proses pendidikan kewirausahaan siswa di sekolah adalah
memberdayakan institusi Koperasi Siswa, oleh karena itu manajemen Kopsis
sekolah harus dikelola dengan baik; dan (c) paling tidak ada tujuh konsep
penting yang perlu diperhatikan dalam pembinaan dan pengembangan kewirausahaan
siswa di sekolah (sebagaimana yang telah diuraikan di atas).
Catatan,
apa yang tersaji dalam makalah ini tentu merupakan salah satu alternatif
pemikiran tentang pendidikan wirausaha bagi siswa di sekolah. Hal ini berarti
tidak menutup kemungkinan adanya alternatif analisis lain yang konstruktif
dalam pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 2007.
“Problematika SDM Guru Dalam Penerapan KTSP (Sebuah renungan Mencari Jalan
Keluar). Jurnal Media, Nomor 08 / Th. XXXVII/ Oktober 2007. Kanwil Pendidikan
dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur. Surabaya.
Budiman, A,. 1995.
Teori Pembangunan Dunia Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Departemen P dan K.,
1985. Petunjuk Pelaksanaan Organisasi Siswa Intra ekolah (OSIS). Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
_______, 1985. Pedoman
Pembinaan Kewiraswastaan Bagi Siswa. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat Pembinaan Kesiswaan. Jakarta.
Departemen Pendidikan
Nasional, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dirjen Pendidikan
Dasar dan Menengah. Jakarta.
Koentjaraningrat, 1982.
Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta.
Soemanto, W., 1993.
Sekuncup Ide Operasional Pendidikan Wiraswasta. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Sztompka, P. 1993. The
Sociology of Social Change, Alimandan (Penerjemah). Sosiologi Perubahan Sosial.
2004. Prenada Media. Jakarta.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^