Monday 9 April 2012

Hey! Say! JUMP Fanfiction - Unforgetable Moments [01]



UNFORGETABLE MOMENTS (SEASON 2)
By : 凛 藤山

Chapter 01 : Indonesia?!

*****************

“Pip.. pip.. pip..,” lantunan nada yang membosankan itu melantun begitu biasa – membuat sosok yang tengah belajar serius ini segera mengambil benda persegi panjang – oknum benda yang menimbulkan suara tak nyaman didengar barusan.
Wajahnya memanas – sedikit merasa kesal karena waktu belajarnya terganggu oleh keitai kepunyaannya itu. Bagaimana tidak?! Pemuda ini tengah sibuk mengerjakan skripsinya untuk bisa lulus tahun ini.

Siapapun tahu bagaimana kosentrasi seseorang yang tengah menatap layar kotak komputer saat tengah mengerjakan skripsi.
Kosentrasi penuh?!
Tidak ingin diganggu?!
Absolutely yes…
Ya… satu kata yang akan menjadi jawaban para mahasiswa tingkat akhir yang tengah menyusun skripsinya termasuk pemuda yang satu ini.

Baru saja ia hendak mematikan benda persegi panjang yang kini telah berada dalam genggaman tangannya itu. Jemari lentiknya mulai beraktivitas menekan satu tombol untuk mengetahui oknum pengirim email yang barusan mengganggu belajarnya – melihat si pengirim terlebih dulu sebelum memantabkan niatnya untuk mematikan keitai itu.

“V-chan?!” senyuman terulas – mendinginkan wajah kawaii pemuda itu yang memanas beberapa detik lalu. Buru-buru ia melupakan teks skripsi di depannya dan segera memberikan perhatian penuh pada teks email di keitai pink yang telah dengan nyaman nangkring di genggaman tangan si empunya.

Subject : Invitation
Content:

Kei-chan, next Saturday is my birthday. I want to meet you again in my birthday, like a year ago.
Though it seems impossible, that’s just my wish.

Keep fighting na--!! ^^m

Inoo masih memandangi teks email itu. Kejadian setahun lalu dan hari-hari setelah itu masih mampu diingatnya dengan sangat baik.

Secarik kertas yang ia selipkan di dalam kaos yang ia berikan pada gadis itu setahun lalu, membuat hubungan mereka terus berlanjut hingga sekarang – secarik kertas berisikan email kepunyaannya dan satu email lain yang dengan sengaja ia tuliskan atas permintaan pribadi dari si empunya email – alasan yang membuatnya tetap mampu berkomunikasi dengan gadis yang menjadi cinta pertamanya itu.
Gadis yang pertama kali ditemuinya di harajuku.
Gadis yang sempat ia genggam tangannya.
Gadis yang secara nyata telah mendengarnya mengucapkan kata cinta.
Gadis yang secara pribadi ia minta agar tidak memanggil marganya.
Ya…
Gadis yang sama yang telah meramaikan hidupnya setahun ini dengan mengiriminya email setiap hari.

Ia masih terpaku
Setahun ini ia diam-diam terus berkirim email dengan gadis itu.
Kita anggap saja pemuda ini cukup pandai untuk tidak terang-terangan membiarkan yang lainnya tahu akan tindakannya yang sudah mirip pria yang tengah jatuh hati pada seorang gadis dan serius dengan hubungannya.
Apanya yang salah dengan hal itu?! Bukankah mencintai itu adalah hal yang wajar?!

Tapi tidak demikian dengan pemuda yang satu ini.
Ia tidak boleh seenaknya menaruh hati pada seorang gadis dan secara terang-terangan mengumumkan rasa sukanya itu.
Inoo Kei…
Seorang Johnny’s dengan kemampuan akademik tertinggi di talent agencynya, dan tentunya kalian kenal perusahaan ini yang siapapun tahu seberapa ketat aturan di sana.

*****************

Gedung Johnny’s

“Yama-chan, bangun…,” Yuto dengan kasar mengguncangkan tubuh sahabatnya yang tengah tidur pulas di atas sofa merah mewah yang tertata rapi di sudut ruang latihan Jimusho – tidur bagai pangeran di negeri dongeng yang tengah bermimpi meminang putri cantik.

Entah setan apa yang tengah merasuki pemuda yang dijuluki tiang listrik oleh para fansunya itu, ia seakan ingin sekali agar sahabatnya itu segera bangun. Sepertinya ada sesuatu maha penting yang ingin dikatakannya – hal penting yang jauh lebih penting daripada insiden bom atom di Hiroshima dan Nagasaki hampir 67 tahun yang lalu.

Sekali lagi ia mencoba memaksa pangeran tidur itu agar bangun dan segera mendengarkan rentetan kalimat maha penting yang hendak ia sampaikan.

Berulang kali tubuh itu digoncangkan dengan kasar, tapi tetap saja oknum yang tengah terlelap itu tak menggubris gangguan dari sahabat sedari kecilnya yang masih saja membuatnya tak nyaman dengan gangguannya itu.

Yuto menyerah…
Raut wajahnya berubah.
Bukan marah ataupun murka karena tak berhasil membangunkan sahabatnya itu,
Melainkan ingin menangis karena tak tau lagi apa yang harus dilakukannya tuk mengembalikan sahabatnya dari alam mimpinya.

Ia hendak mencoba membangunkan sekali lagi. Mencoba untuk terakhir kali sebelum benar-benar menyerah.
Jemari-jemarinya yang panjang baru saja mendarat ringan di tubuh Yamada Ryosuke, namun apa dikata, niatannya belum sempat terlaksana, ia sudah mendapatkan sebuah sentuhan tak nyaman yang membuatnya mematung sesaat.

“Argh Yuto, kenapa sih.. ganggu orang tidur saja kau ini…,” sebuah sabetan lengan mendarat telak di pipi kanan Yuto tadi – sabetan lengan yang tentu saja tidak disengaja dari oknum yang tengah menguap sambil meregangkan lengan-lengannya yang kaku sehabis tidur seharian.

Matanya berkaca-kaca. Pemuda itu rasa-rasanya akan menangis sebentar lagi. “Yama-chan, kalau kau marah, jangan menamparku, itu sangat menyakitkan bagiku…,” akhirnya pemuda jangkung itu menangis juga. “Orangtuaku saja belum pernah menamparku seperti itu,” ia menggerutu sambil mengusap bersih air mata yang membuat tampangnya terlihat tak sebening biasanya.

“Gomen, gomen, aku kan tidak sengaja. Mana mungkin aku sampai hati menampar dirimu, Yuto?!” Yamada meraih pundak Yuto dan mendekatkan kepala sahabatnya itu hingga kini telah menempel di dada bidangnya. “Sudah, jangan menangis lagi. Aku minta maaf,” lanjutnya sambil membantu Yuto mengusap sisa air mata di pipi kanannya. “Jangan menangis ya,” ia menambahi dengan belaian yang sangat lembut.
Menepuk-nepuk ringan punggung Yuto agar menghentikan isakannya.

“Ehem…” suara dehaman terdengar. Mengiringi kepala kepunyaan orang lain yang tengah menyembul dari balik pintu. “Haduh, sore-sore begini kalian masih saja main suami istri sehabis bertengkar. Kalau orang yang tidak mengenal kalian melihat adegan kalian ini, bisa-bisa kalian akan dinominasikan untuk memenangkan piala oscar sebagai pasangan homo terbaik.

“Ii ne.. kami bukan homo”
“Yabu-kun juga sering memeluk Hikaru-kun kalau kau lagi menangis deshou?”
Keduanya menyanggah – tidak ingin dikatai homo oleh orang yang tingkat ke-homo-annya mirip dengan mereka itu – Yaotome Hikaru.

Sosok penengah datang.
Datang dengan begitu bijaksananya bagai seorang raja yang tengah memijakkan kakinya berjalan gagah di atas karpet merah yang membentang panjang.
“Sudahlah, sesama homo dilarang saling menghina,” kata sosok itu dengan santai – sosok yang tak lain adalah Yuya Takaki yang baru saja datang ke Jimusho untuk latihan.

“Kok kita jadi membicarakan masalah homo sih?” Yuto berdiri tegap, sudah tak lagi menangis. Wajahnyapun telah kembali ke wajah seorang leader.
Yamada turut berdiri – memandang sejenak ke arah Yuto yang berdiri di sampingnya – sejenak memikirkan tinggi badan mereka yang semakin hari semakin jauh terlihat perbedaannya. “Akhir-akhir ini banyak fansu kita yang membuat fanfic homo, jadi apa salahnya kita sedikit bertingkah seperti yang ada di fanfic buatan para fansu itu?! Paham maksudku kan, Yuto sayang?”

Yuto merinding melihat lirikan mata Yamada. Demi apapun, pemuda itu takut jika ia tak mampu mempertahankan pendiriannya dan takluk pada pandangan menggoda milik sahabatnya yang satu itu.

“Kita sudahi semua ini. Ayo mulai latihan! Dimana yang lain?” Yuya mulai protes karena waktu mereka banyak terbuang untuk mengobrol tak penting. Sebenarnya pemuda ini agak stres karena ia juga mulai disibukkan dengan Gokusen 4. Biarpun ia bukan pemeran utama, tapi ulah para junior di lokasi shooting sering membuatnya hampir putus asa serasa alangkah baiknya andai ia mengakhiri hidupnya saja. Ulah yang membuatnya cukup terganggu.

“Itu bukan fanfic homo, tapi transgender,” Hikaru meluruskan apa yang telah diutarakan oleh Yamada tadi. Yamada dan Yutopun segera mengangguk pertanda mereka paham dengan penjelasan Hikaru. Ketiganya jelas menunjukkan respon yang tak menggubris kata-kata sosok seorang Takaki Yuya barusan.

Baru saja Yuya hendak merealisasikan kemurkaannya namun tercancel karena kedatangan Yabu, Keito, Chinen, Daiki, dan Inoo, yang kebetulan datang bersamaan. “Gomen kami telat. Kebetulan tadi kami berlima berpapasan di luar dan mengobrol dulu. Gomenasai,” Yabu meminta maaf duluan karena menyadari ia telah terlambat datang latihan sesuai jadwal waktu yang disepakati.

“Ok. Langsung saja kita mulai latihan hari ini,” seperti biasa, Hikaru berkata dengan penuh semangat, membuat yang lain saling mendekatkan diri dan menyatukan tangan mereka – bersorak, dan latihanpun dimulai.

……..……\v/…………..

Keduanya duduk bersama setelah latihan yang membuat keringat mereka terkuras. “Yuto, tadi sepertinya ada hal yang ingin kau katakan?” Yamada memulai pembicaraan di antara mereka.
Yuto berpikir sejenak – mengingat kembali hal yang beberapa jam lalu sempat membuatnya begitu antusias untuk membangunkan sahabatnya itu. “Ah… aku ingat! Soal ini…,” pemuda itu meraih pakaian yang tergeletak di sampingnya – mengambil sesuatu dari dalam saku pakaian itu.

Ia menyodorkannya pada Yamada. Sebuah keitai yang telah terbuka, memperlihatkan sebuah tulisan dalam layar yang siap untuk dibacanya.

“Ini?” Yamada berhenti sejenak, sesaat setelah membaca tulisan di layar keitai milik Yuto barusan.
Yuto mengangguk. Menyadari apa yang tengah dipikirkan sahabatnya itu.

“Aku ingin bertemu dengannya, Yama-chan,” ia menunduk, sedih karena mungkin keinginannya itu akan terlampau sulit untuk diwujudkan.
Yamada hanya diam memandangi wajah sahabatnya itu. Ia begitu mengenal Yuto dan sadar bahwa pemuda di sampingnya itu sangat ingin bertemu dengan gadis yang telah mendapatkan ciuman pertamanya.
Ya…
Ciuman pertama seorang idol – Nakajima Yuto.
Ciuman itu telah menjadi milik seorang gadis yang setahun lalu menerima ciumannya biarpun lebih tepatnya terjadi karena kecelakaan.

“Aku akan meminta ijin pada Johnny-san agar membiarkan kita berlibur beberapa hari,” satu kalimat dari Yamada seketika membuat Yuto mengangkat kepalanya – memandang haru ke arah sahabat yang sudah ia anggap bagai saudara itu.

Dalam hati, Yamada sangat memahami perasaan Yuto. Tak seorangpun tahu bahwa ia juga menerima email yang hampir sama dengan email yang diterima Yuto – email dari gadis yang berbeda tentunya. Gadis yang telah menjadi kesan tersendiri dalam hatinya.

Ya…
Pemuda ini telah membulatkan tekadnya.
Memberanikan diri untuk menghadap the big boss agar diijinkan merealisasikan niatnya.

……..……\v/…………..

BRAAKK…
Dentaman sebagai akibat bertemunya telapak tangan dengan meja datar yang terpukul dengan begitu keras mengakhiri permohonan dari dua anak manusia itu.

“Indonesia?! Apa kalian gila?!” sosok itu terlihat menakutkan apalagi ketika tengah murka seperti saat ini.
“Boleh saja kalian berlibur, tapi kenapa harus ke negara antah barantah itu?” ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari para anak didik yang tengah berlutut menyembunyikan wajah mereka itu.
“Kalian tau kan di sana sedang panas-panasnya demo kenaikan harga BBM dan telah banyak yang menjadi korban? Di sana itu tidak aman… aku tak akan mengijinkan kalian berlibur ke sana! Pilih saja tempat lain!!”

“Johnny-san, tolong kabulkan permintaan kami. Kami ke sana karena ingin sekali merasakan suasana tropis yang terkenal hangat itu. Apalagi di sana banyak pantai indah. Kami mohon…,” keduanya semakin membungkuk dalam. Berharap keinginan mereka akan dikabulkan.

“TIDAK BISA!!”

Orang nomer satu di Jimusho itu masih teguh pada pendiriannya. Ia tidak habis pikir kenapa tiba-tiba kedua aset berharganya itu meminta hal yang tidak masuk akal seperti barusan.

“Tok tok tok…”
Terdengar ketukan pintu. Si empunya ruanganpun segera mempersilahkan oknum pengetuk pintu untuk masuk.

Satu orang…
Dua orang…
Tiga orang…
Empat, lima, enam, dan ternyata hingga tujuh orang masuk bersama-sama ke ruang yang sebenarnya cukup mengerikan bagi mereka – The Big Boss’s Room.

“Kami mohon ijinkan mereka berlibur ke Indonesia. Dan kami harap, kami bertujuh juga boleh berlibur menemani mereka berdua,” ketujuh orang yang baru masuk itu segera menekuk lutut mereka dan memohon bersama-sama dua sahabat yang telah lebih dulu memohon – Yuto dan Yamada.

Satu lirikan dan kedipan mata ke arah Yuto dan Yamada. Kedipan mata dari Kei dan Hikaru – dua oknum lain yang sebenarnya juga menerima email yang hampir sama.


TO BE CONTINUED


2 comments:

  1. Indonesia?? :D Waaw..!!
    lanjutkan!! \(^o^)/

    ReplyDelete
  2. The sources of irritation as well as headaches, but spinal fractures is the presence of lower nerve pain in
    a crawling position. That is the thoracic stretch. This should be a confusing picture.


    Also visit my site ... acupuncture back pain Hathaway
    Here is my website : acupuncture back pain Hathaway

    ReplyDelete

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers