Sesuai
dengan tujuan syari’ah yang berusaha untuk menciptakan maslahah terhadap seluruh aktivitas manusia tidak terkecuali dalam
aktivitas ekonomi yang didalamnya juga melingkupi aktivitas akuntansi, maka
akuntansi yang direfleksikan dalam laporan keuangan memiliki tujuan yang tidak
bertentangan dengan tujuan syari’ah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut
Harahap (1999:120) menyebutkan bahwa pemberian informasi akuntansi melalui
laporan keuangan harus dapat menjamin kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan
diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan ekonomi hal ini sejalan dengan
pernyataan Harahap (2001:120) inti prinsip ekonomi syari’ah menurut Al-Qur’an
adalah: keadilan, kerjasama, keseimbangan larangan melakukan transaksi apapun
yang bertentangan dengan syari’ah, eksploitasi dan segala bentuk kedhaliman
(penganiayaan). Secara tegas Triyuwono (2000:25) menyampaikan bahwa tujuan
akhir akuntansi syari’ah [laporan keuangan] adalah untuk mengikat para individu
pada suatu jaringan etika dalam rangka menciptakan realitas sosial (menjalankan
bisnis) yang mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Tuhan,
yang merupakan rangkaian dari tujuan syari’ah yaitu mencapai maslahah (Hidayat, 2002b:431).
Tujuan akuntansi syari’ah sangat
luas, namun demikian penekanannya adalah pada upaya untuk merealisasikan
tegaknya syari’ah dalam kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia (Adnan,
1997, Triyowono, 2000 dalam Harahap, 2001:120). Selanjutnya Adnan (1996) untuk
menspesifikkan tujuan akuntansi syari’ah membagi menjadi dua tingkatan yaitu 1)
tingkatan ideal, dan 2) tingkatan pragmatis. Pada tataran ideal tujuan
akuntansi syari’ah adalah sesuai dengan peran manusia dimuka bumi dan hakekat
pemilik segalanya (QS, 2:30, 3:109, 5:17, 6:165), maka sudah semestinya yang
menjadi tujuan ideal dari laporan keuangan adalah pertang-gungjawaban muamalah
kepada Tuhan Sang Pemilik Hakiki, Allah swt. Namun karena sifat Allah Yang Maha
Tahu segalanya, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk
pengamalan apa yang menjadi perintah syari’ah. Dengan kata lain, akuntansi
[laporan keuangan] terutama harus berfungsi sebagai media penghitungan zakat,
karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seseorang hamba atas
perintah Tuhan. Tujuan pragmatis dari Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan]
diarahkan pada upaya menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan (Adnan, 1999:4 dalam As’udi
dan Triyuwono, 2001:87).
Khan (1992) mengidentifikasi
tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah, sebagai berikut:
1.
Penentuan
laba-rugi yang tepat. Kehati-hatian harus dilaksanakan dalam menyiapkan laporan
keuangan agar dapat mencapai hasil yang sesuai dengan syari’ah, dan konsisten
dalam pemilihan metode yang digunakan sehingga dapat menjamin kepentingan semua
pihak (pengguna laporan keuangan). Penentuan laba rugi yang tepat juga sangat
urgen dalam rangka menghitung kewajiban zakat, bagi hasil, dan pembagian laba
kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.
Meningkatkan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem
akuntansi harus mampu memberikan standar untuk menjamin bahwa manajemen
mengikuti kebijakan-kebijakan yang sehat.
3.
Ketaatan pada hukum syari’ah. Setiap aktivitas yang
dijalankan oleh entitas usaha harus dapat dinilai hukum halal-haramnya.
4.
Keterikatan pada keadilan. Dalam rangka mewujudkan tujuan
utama dari syari’ah adalah menciptakan maslahah, dan keadilan adalah bagian
yang terpenting dalam mencapai maslahah, maka penegakan keadilan adalah mutlak
adanya.
5.
Melaporkan dengan benar. Entitas usaha selain bertanggung
jawab terhadap pemilik juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara
keseluruhan. Dengan demikian berarti pula bahwa entitas usaha memiliki tanggung
jawab sosial yang melekat. Informasi harus berada dalam posisi
yang terbaik untuk melaporkan hal ini.
6.
Adaptable terhadap perubahan. Peranan
akuntansi yang sangat luas menuntut akuntansi agar peka terhadap tuntutan
kebutuhan, agar akuntansi senantiasa dapat difungsikan oleh masyarakat sesuai
tuntutan kebutuhannya.
Dalam merealisasikan tujuan
Harahap (2001:120) membagi fungsi Akuntansi Syari’ah sebagai berikut: 1) untuk
menegakkan keadilan dan kebenaran, 2) untuk memberikan informasi, 3) untuk
melakukan pencatatan, dan 4) untuk memberikan pertanggungjawaban.
Dalam pendekatan sumber-sumber
fikih Islam dan riset ilmiah Akuntansi Syari’ah, Syahatah (2001:44) membagi
tujuan Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan] dalam 1) hifzul amwal (memelihara uang), para ahli tafsir menafsirkan kata faktubuhu
(QS,2:282) yang berarti “tuliskanlah” perintah tersebut adalah untuk menuliskan
satuan uang (nilai dari harta), 2) bukti tertulis [pencatatan] ketika terjadi
perselisihan, Ibnu Abidin dalam kitabnya al-amwal
yang dikutip (Syahatah, 2001:46) si penjual, kasir, dan agen adalah dalil (hujjah yang dapat dijadikan bukti) menurut
kebiasaan yang berlaku, diperkuat dengan firman Allah (2:282) “... [pencatatan itu] lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan]
keraguanmu ...”, 3) dapat membantu dalam pengambilan keputusan, salah satu
fungsi pencatatan adalah menghilangkan keragu-raguan yang berarti pula bahwa
dengan dasar catatan yang dapat dipercaya akan dapat menghasilkan keputusan
yang lebih baik, dan 4) menentukan besarnya peng-hasilan yang wajib
dizakati, pada periode awal akuntansi
tujuan laporan keuangan lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban zakat.
Dari beberapa pendapat mengenai
tujuan akuntansi syari’ah [laporan keuangan] yang memiliki dua titik tekan,
tekanan ideal adalah pemenuhan kewajiban yang langsung berhubungan kepada Allah
seperti pemenuhan kewajiban zakat, dan tekanan praktis adalah memperoleh
informasi dari aktivitas usaha yang diperlukan oleh pemilik (stakeholder) dan
tujuan penting lainnya adalah mewujudkan hubungan sosial yang harmonis tanpa
sengketa dan perselisihan.
Karakteristik penting yang harus
dimiliki oleh organisasi [syari’ah] dalam melaksanakan akuntansinya menurut
Widodo dan Kustiawan (2001:28) adalah sebagai berikut:
1.
Ketaatan
pada prinsip-prinsip dan ketentuan syari’ah Islam.
2.
Keterikatan
pada keadilan.
3.
Menghasilkan
pelaporan yang berkualitas (dapat dipahami, relevan, andal, keterbandingan,
dapat diuji kebenarannya.
Menurut Hidayat (2002b:431)
dalam bentuk konkritnya akuntansi syari’ah harus dapat menyajikan laporan
keuangan yang berlandaskan pada keadilan, kejujuran, dan kebenaran sebagai
bentuk pelaksanaan tanggungjawab kepada sesama manusia dan pelaksanaan perintah
(kewajiban) dari Tuhan, sehingga dapat dijadikan dasar dalam memperhitungkan
kewajiban zakat secara benar dalam tinjauan syari’ah, juga tidak menimbulkan
kerugian pihak-pihak yang terkait dengan informasi laporan keuangan [akuntansi
syari’ah]. Untuk mewujudkan hal ini keterikatan kepada syari’ah adalah hal yang
utama walaupun disisi lain akuntansi syari’ah juga harus memenuhi Standar
Akuntansi Syari’ah yang berlaku akan tetapi penekanan kebenaran bukan hanya
sekedar memenuhi (tidak menyimpang) dari standar tetapi benar secara hakikat
syari’ah (substantif).
Terimakasih
ReplyDeleteSangat membantu.