Bank syariah memiliki peranan yang sangat penting dalam
perkembangan ekonomi modern saat ini. Peranan dari perbankan syariah adalah
menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kepada
masyarakat yang membutuhkan dana tersebut. Bank disini sebagai lembaga
pelayanan masyarakat yang membutuhkan dana untuk usaha dan kegiatan lainnya.
Secara umum perbankan syariah memiliki tiga produk yaitu:
1.
Produk penghimpunan dana (Funding)
2.
Produk Penyaluran dana (financing)
Penghimpunan dana dari masyarakat kepada bank syariah
menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.1.1.
Prinsip Al-Wadi’ah
Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai
titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum,
yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki[1].
Landasan hukum adalah surat An-Nisa’ ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ
تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ
النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ
نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(An-Nisa’:
58).
Selain itu terdapat pula dalam hadits Rosulullah
yaitu:
Artinya : “Abu
Hurairoh Meriwayatkan bahwa Rosulullah saw. Bersabda, “ssampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada kepada yang berhak meneriamanyadan jangan membalas
khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi
hadist ini hasan, sedangkan Imam Hakim mengategorikannya Shahih)
1.1.2.
Prinsip Al-Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul dan berjalan.
Pengertian memukul dan berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha[2].
Secara teknis, al-mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seratus persen
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelailaian si pengelola. Seandainya
kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelailaian si pengelola, si
pengelola harus pertanggung jawab atas kerugian tersebut[3].
Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil ayat 20 sebagai
berikut:
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ
تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ
وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ
عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ
أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأرْضِ
يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا
حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ
تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا
وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ
اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada
di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka
bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang
berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an
dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada
Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu
niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling
baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi dasar dari surat al-Muzzammil: 20
adalah adanya kata yadhribun yang
sama dengan akar kata mudharabah yang
berarti “melakukan suatu perjalanan usaha”.
Dasar dari mudharabah
juga terdapat dalam hadits rosulullah sebagai berikut:
“Diriwayatkan
dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana
ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa
mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi aturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana
tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rosulullah saw. Dan
rosulullah membolehkannya.” (HR. Thabrani).
Jenis-jenis mudaharabah ada dua yaitu:
a. Mudharabah Muthlaqah
Mudharabah
Muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu
dan daerah bisnis[4].
Dalam penerapannya mudharabah muhtlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga
terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan Mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak
ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah
Muqayyadah ini terbagi menjadi dua:
i.
Mudharabah
Muqayyadah on Balance Sheet
Mudharabah
Muqayyadah on Balance Sheet adalah kerjasama antara shohibul maal dengan Mudharib yang pengelolaan usahanya
dibatasi dalam jenis, waktu, atau tempat usaha.
Dalam penerapannya Mudharabah Muqayyadah dapat
berupa investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang
khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
maal.
ii.
Mudharabah
Muqayyadah off Balance Sheet
Jenis Mudharabah
ini merupakan penyaluran dana langsung kepada pelaksana usahanya, dimana
bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang
harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan
pelaksana usahanya.
Karakteristik dari simpanan ini adalah sebagai
berikut:
i.
Sebagai tanda bukti
simpanan bank menerbitkan bukti simpanan khusus. Bank wajib memisahkan dana
dari rekening lainnya. Simpanan khusus dicatat pada pos tersendiri dalam
rekening administratif.
ii.
Dana simpanan khusus
harus disalurkan secara langsung kepada pihak yang diamanatkan oleh pemilik
dana.
iii.
Bank menerima komisi atas
jasa mempertemukan kedua pihak.
1.1.3. Al-Musyarakah
AI-Musyarakah adalah akad
kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan[5] . Landasan
syariah terdapat dalam Qur’an surat Shaad ayat 24 yang artinya sebagai berikut:
Daud berkata:
"Sesungguhnya dia telah berbuat lalim kepadamu dengan meminta kambingmu
itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya kebanyakan dari
orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat lalim kepada
sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud
dan bertobat (Q.S. Shaad:24)
Dalam hadits Rosulullah juga terdapat dasar dari
kegiatan musyarakah ini yaitu sebagai
berikut:
Dari Abu
Hurairah, Rosulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman,
‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
menghianati lainnya.”(HR Abu Dawud no.2936, dalam kitab al-buyu, dan
Hakim).
Musyarakah ada dua jenis
yaitu musyarakah pemilikan dan Musyarakah akad (kontrak). Musyarakah pemilikan
terbentuk karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan
pemilikan suatu asset oleh dua orang atau lebih. Sedangkan Musyarakah akad terbentuk dengan kesepakatan antara dua orang atau
lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberiakn modal musyarakah .
Musyarakah akad terbagi menjadi lima
yaitu :
a.
Syirkah
Al- ‘Inan adalah para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah
yang tidak sama.
b.
Syirkah
Mufawadhah adalah para pihak yang berserikat mencampurkan modal dalam jumlah
yang sama.
c.
Syirkah
A’maal (abdan) adalah dimana terjadi percampuran jasa-jasa antara orang yang
berserikat.
d.
Syirkah
Wujuh adalah terjadi percampuran antara modal dengan reputasi nama
baik seseorang.
e.
Syirkah
al-Mudharabah adalah percampuran antara modal dengan jasa dari pihak-pihak
yang berserikat[6].
Produk ini dalam aplikasi perbankan syariah dapat diterapkan
pada pembiayaan proyek dan modal ventura[7].
1.1.4.
Al-Murabahah
adalah
jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam transaksi ini bank sebagai pihak penjual harus memberitahu harga produk
yang ia beli dan meningkatkan keuntungan yang diinginkan.
Landasan dari produk Al-Murabahah adalah Al-Baqarah ayat 275:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لا يَقُومُونَ إِلا كَمَا
يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ
الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ
فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى
اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Al-Murabahah dapat diterapkan dalam perbankan
syariah dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Penjual memberi tahu biaya modal
kepada nasabah
b.
Kontrak pertama harus sah sesuai
dengan rukun yang ditetapkan.
c.
Kontrak harus bebas dari riba
d.
Penjual harus menjelaskan kepada
pembeli bila terjadi cacat atas barang sesui pembelian.
e.
Penjual harus menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, mislanya jika pembelian dilakukan secara
utang.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak
dipenuhi, pembeli memiliki pilihan:
a.
Melanjutkan pembelian seperti apa
adanya,
b.
Kembali kepada penjual dan menyatakan
ketidaksetujuan atas barang yang dijual,
c.
Membatalkan kontrak.
Jual beli secara al-murabahah
diatas hanya untuk barang atau produk yang telah dimiliki oleh penjual pada
waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual,
sistem yang digunakan adalah murabahah
kepada pemesan pembeli (murabahah KPP). Hal ini dinamakan demikian karena
si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli
yang memesannya.
1.1.5.
Bai’
as-Salam
Dalam pengertiannya Bai’
as-Salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka.
Landasan syariah adalah dalam surat Al-Baqarah ayat 282
sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya……”(Al-Baqarah : 282)
Rukun dari Bai’
as-Salam adalah sebagai berikut:
a.
Muslam (pembeli)
b.
Muslam ilaih (penjual)
c.
Modal atau uang
d.
Muslam fiihi (barang)
e.
Sighat (ucapan)
Aplikasi dari transaksi ini adalah dipergunakan pada
pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relative pendek dan juga bisa
untuk dunia industri.
1.1.6.
Bai’
Istishna
Kontak pejualan seperti akad salam namun pembayarannya
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Diterpakan dalam pembiayaan
manufaktur dan konstruksi.
Tidak lupa Bank syariah juga mempunyai produk pelengkap
danataranya:
a.
Rahn (Gadai)
b.
Al-Qardhul Hasan (pinjaman kebajikan)
c.
Kafalah (bank garansi)
d. Hawalah (alih hutang
piutang)
[1] Antonio,
Syafi’i. 2001.Bank Syariah Dari Teori Ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani
[2] Antonio, Syafi’i. 2001.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani. Halm. 95
[3] Ibid.
halm. 95
[4] Antonio, Syafi’i. 2001.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani. Halm. 97
[5] Ibid.
[6] Hosen,
Nadratuzzaman dkk. 2008. Materi Dakwah
Ekonomi Islam. Jakarta: PKES
[7] Penanaman
modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakun
divestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^