Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 15)
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG-15
*********************
Part sebelumnya:
Ternyata ia telah tertembak…
Darah itu masih terus mengalir dari lukanya.
“Ryosuke…”
Gadis itupun hanya mampu menangis…
Menyadari perasaan dingin yang mulai menjalari tubuhnya.
And finally…
Totally blackout…
===================
PART 15
===================
Tak henti-hentinya ia tertunduk…
Memegang erat-erat kepalanya dengan kedua tangannya – bukan
karena pusing atau sakit kepala lainnya – hanya kecemasan yang tengah melanda.
“Bagaimana ini bisa terjadi?! Jelas-jelas aku tadi
melindunginya…” kedua bola matanya membulat lebar – depresi.
“Ya…”
“Aku tadi sudah melindunginya…” Ryosuke masih saja tak
percaya bagaimana bisa peluru itu menembus gadis yang jelas-jelas sudah ia coba
lindungi dari tembakan beruntun yang menerjang mereka tiba-tiba.
“Aku tak akan memaafkannya andai ia pergi begitu saja,”
lengannya perlahan mulai bergerak menjelajahi bibirnya yang beberapa jam lalu
sempat dikecup tanpa ijin oleh gadis yang kini membuatnya khawatir akut.
Hanya sedetik…
Tiba-tiba gadis itu berdiri di hadapannya – bukan gadis yang
ia harapkan tentunya, “Kuatkan dulu tubuhmu sebelum kau berniat melindungi
seseorang, terutama seorang gadis,” wajah Yui deras dibanjiri air mata memandangi
pemuda di hadapannya – dengan wajah kecewanya, Yui terus menatap lurus mata
Ryosuke yang juga tengah membalas tatapannya.
Ryosuke tak memahami maksud si gadis.
Ya…
Ia memang belum mampu menangkap makna di balik air mata gadis
itu – bukan hanya sekedar air mata kekhawatiran.
Dengan lembut, Keito segera meraih tubuh Yui dan mendekapnya
– memahami benar arti dari air mata itu.
Air mata yang jelas belum tersampaikan pada Ryosuke yang
masih memandang lemas dengan tanda tanya di kepalanya.
Sementara Yuto…
Hati pemuda jangkung itu kembali bergejolak sekali lagi –
memandangi Yui yang menangis tanpa beban dalam pelukan sahabatnya – Keito.
Tapi ia mencoba ikhlas kali ini – mengingat sahabatnya,
Ryosuke, yang tengah berduka.
Tak tega ia membuat keributan…
Entah, sepertinya pemuda jangkung itu mulai bisa berpikir
dewasa mengingat kini ia sudah hidup tanpa orangtua dan harus mulai membuang
keegoisannya.
Yuto harus bisa dewasa…
===================
Yuri melangkah pelan dan duduk di samping Ryosuke – meninggalkan
sejenak Ayaka yang sedari tadi menahan tangis berharap tak kan terjadi hal
buruk pada sahabatnya, Emi.
“Ryosuke”
Yuri menggenggam ringan telapak tangan pemuda di sampingnya
itu – membuat oknum si empunya nama segera menoleh – menatap lemas ke arah
Yuri.
Tangan Yuri terangkat dan jemarinya menunjuk ke arah Yui –
membuat Ryosuke mau tak mau mengikuti arah yang ditunjuk oleh pemuda yang kini
berdiri di sampingnya itu.
“Gadis bernama Yui itu belum ikhlas jika Emi jadian
denganmu,” tanpa menunggu ditanya, Yuri mencoba menjelaskan dengan hati-hati
maksud dari air mata Yui yang beberapa saat lalu tumpah di hadapan Ryosuke.
Yah, biarpun belum ada status resmi di antara Emi dan Ryosuke
– bahkan Ryosuke yang sampai detik ini masih menyimpan Mimiko sebagai
satu-satunya gadis pemilik hatinya – tapi setidaknya semua menyadari, sikap
Ryosuke pada Emi memang berbeda.
Ada hal-hal yang membuatnya selalu tak berkomentar dengan
segala tindakan Emi padanya.
Benih-benih cinta itu memang belum bersemi…
Tapi…
Cukup bagi Yuri dan yang lain untuk tahu bahwa benih itu
sudah mulai tertanam di hati Ryosuke – hanya tinggal menunggu benih itu tumbuh
dan bersemi.
“Tapi kenapa?!”
Pertanyaan itu melintas sejenak dalam angan Ryosuke – sebelum
akhirnya tak jadi direalisasikannya mengingat ia tak paham dengan perasaannya
itu – pertanyaan yang diurungkannya karena bayangan Mimiko yang ikut melintas
bersamaan dengan hal tersebut.
===================
Akhirnya kini ia memutuskan untuk sendiri – tak lagi ingin
menyusahkan orang lain atas ketidakmampuannya.
Tak ingin ada lagi orang yang terluka karena berada di
dekatnya…
Ia berdiri seorang diri di ujung pembatas atap rumah sakit
itu.
Menatap jauh ke depan – melihat betapa luas pemandangan di
hadapannya.
Pemuda itu melepaskan pakaiannya – memandangi sebuah luka
jahitan di dada kirinya.
Perlahan ia memejamkan mata – mengingat bagaimana
kehidupannya dulu dan bagaimana ia dibesarkan.
Darah Yamada Kei mengalir dalam dirinya…
“Nakayama Yuma… Kau pasti tak akan puas sebelum
menyingkirkanku!” tatapan tajam itu kembali terealisasi – menyadari insiden
penembakan terakhir pastilah ulah manusia laknat yang benar-benar ingin
menguasai dunia Yakuza.
Meskipun Kei Yamada sudah tak ada lagi kabar berita, tak akan
mudah bagi Nakayama Yuma untuk menjadi bos besar Yakuza selama keturunan Kei
masih ada – karena semua anggota Yakuza tahu, sejauh mana kemampuan putra Kei
Yamada dan para sahabat-sahabatnya andai mereka tengah serius.
Kaki itu akhirnya melangkah pergi…
Memakai kembali pakaiannya, dan menapak yakin meninggalkan
tempat itu.
Ia telah benar-benar memutuskan keputusan apa yang akan ia
lakukan – pemuda itu telah benar-benar yakin dan tak akan lagi
setengah-setengah terhadap keputusannya kali ini.
===================
“Dimana Ryosuke?!”
Kouta yang baru saja kembali dari membeli makanan terlihat
bingung tak menemukan adiknya di kursi tunggu itu.
Keito segera merespon, “Ia bilang tadi ingin ke kamar mandi.”
“Ah!!” Koutapun merespon pendek dan segera duduk setelah
membagikan makanan-makanan yang dibawanya itu pada yang lain.
Tak ada seorangpun yang menyadari…
Pemuda itu telah benar-benar pergi.
Kenekadan…
Sifat buruk yang tak pernah bisa Ryosuke hilangkan – persis
seperti ayahnya.
===================
“Beritahu aku jika gadis itu sudah sadar.”
Email itu terpampang di layar keitai Yuri.
Sempat terdiam sesaat, pemuda 16 tahun itupun akhirnya sadar
bahwa si pengirim email sudah tak berada lagi di rumah sakit itu – Ryosuke
telah pergi…
“Sial!! Dia pasti akan habis-habisan menyelesaikan masalah
ini dengan Nakayama!!” hanya sempat memikirkan itu, Yuripun langsung berlari
tanpa mengucapkan satu katapun hingga yang lain hanya terdiam memandanginya
berlalu pergi.
Yuto sadar…
Ada yang tidak beres di sini.
Ia paham benar bagaimana sifat dan perilaku Yuri yang memang
adalah saudaranya sedarah.
Pasti ada hal yang salah andai saudaranya itu sampai berlari
sedemikian rupa tanpa sempat sedikitpun mengatakan apapun.
“Minna… Aku pergi dulu!!” hanya kata itu yang terucap sebelum
akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mengejar Yuri.
===================
Setting berpindah ke kediaman keluarga Yamada…
Nakayama Yuma duduk nyaman di kursi kebesaran yang selama ini
ditempati oleh Kei – akhirnya ia telah mampu menduduki kursi itu tanpa ada seorangpun
yang mengusik.
Di samping dan di sekitarnya berjaga puluhan Yakuza yang pro
dengan dirinya – biarpun jumlah itu tidak sebanding dengan jumlah Yakuza yang
kontra dan entah kenapa mereka menghilang tanpa jejak semenjak Kei menghilang
dan tak ada seorangpun yang mengetahui dimanakah sosok yang begitu dihormati
itu – Kei.
“Yuma!!” sebuah teriakan terdengar…
Puluhan senapan segera mengarah pada pemuda yang barusan
meneriakkan nama itu – sebuah panggilan yang dilontarkannya tanpa adanya
penghormatan sedikitpun pada si empunya nama.
“Oh… oh… oh…,” Nakayama Yuma menyeringai memandang santai
pada sosok pemuda yang baru saja datang itu.
“Aku tahu kau pasti akan datang ke sini mencariku,” Yuma
tersenyum mengejek…
Sekali lagi orang itu berbicara dengan santainya menanggapi
tatapan tajam yang tengah mengarah padanya, “Berani juga kau datang ke sini
seorang diri, Ryosuke.”
“Bisa saja aku memerintahkan anak buahku untuk menembakmu
detik ini juga. Apa kau tak takut?!”
Seakan tak mempedulikan kata-kata Yuma barusan, pemuda yang
tak lain memang Ryosuke itu melangkah dengan yakin hingga kini wajahnya tepat
berhadapan dengan wajah Yuma.
“Kau memang mirip sekali dengan ayahmu…”
Yuma menggerakkan lengannya perlahan memberikan isyarat pada
anak buahnya untuk menurunkan senjata mereka.
“Sebagai seorang pria, aku tantang kau untuk menyelesaikan
masalah ini berdua!!” kata-kata itu akhirnya terealisasi dari sosok Yamada
Ryosuke – kata-kata yang sama persis diucapkan oleh ayahnya 12 tahun saat
menantang orang yang sama untuk memperebutkan kursi Yakuza.
Ryosuke yang saat itu baru berusia 4 tahun, sedikitpun tak
melupakan pertarungan kala itu antara Yuma dengan ayahnya. Dan kini, 12 tahun
kemudian, ia tak pernah menyangka akan mengatakan kata-kata itu pada orang yang
sama – sosok pria yang 28 tahun lebih tua darinya.
“Ini yang aku tunggu-tunggu selama ini!” Yuma kembali
menyeringai.
Sekali lagi ia tersenyum mengejek, “Aku menerima tantanganmu,
nak!!”
“HENTIKAN!!”
Semua mata menoleh…
“Ayah…”
Ryosuke terpaku…
Sosok itu melangkah dengan pasti dan dengan segera lengannya
menjelajahi dengan lembut wajah putih Ryosuke.
“Kau memang anakku,” Kei benar-benar bahagia masih mampu
menyaksikan wajah putra yang begitu disayanginya itu – begitu bahagia karena
terakhir kali ia melihat Ryosuke adalah ketika pemuda itu tengah sekarat akibat
peluru yang ditembakkan oleh ayahnya sendiri – dirinya – Kei.
Kei Yamada yang sempat menghilang, kini kembali…
Kembali dengan ditemani oleh ratusan Yakuza yang memihak
padanya.
Nakayama Yumapun hanya diam – sedikit mendecik kecewa
memandang Kei yang kembali.
Bisa saja ia langsung membunuh bapak anak itu. Hanya saja,
darah Yakuza juga mengalir dalam dirinya – ia memiliki harga diri yang
membuatnya tak akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeliminasi mereka.
“Pergilah, nak!!”
Kei kembali bersuara…
“Ini semua bukan urusanmu. Kau memiliki kehidupanmu sendiri.
Kau tak perlu menjadi seperti ayahmu ini…”
Ryosuke sedikit tertegun mendengar kata-kata dari ayahnya itu
– benar-benar tidak seperti ayahnya yang biasanya.
“Ini semua karena ayah menyayangimu!! Maafkan ayah yang
selama ini mendidikmu terlalu keras…”
Ryosuke terus mendengarkan…
Air mata mulai tumpah membasahi wajahnya – baru kali ini ia
merasakan bentuk perhatian seorang ayah.
“Biarkan ayah menyelesaikan apa yang sudah ayah mulai…
Pergilah dan hiduplah dengan baik bersama teman-temanmu…”
“Sampaikan juga maaf ayah pada Yuto dan yang lain…”
Kalimat itu mengakhiri pembicaraan antara Ryosuke dan Kei
Yamada.
Pemuda itupun melangkah pergi…
Menuruti begitu saja kata-kata dari ayahnya – biarpun
sebenarnya, hatinya menjerit ingin tetap di samping ayahnya hingga akhir. Tapi…
Ia tahu pasti sifat si ayah…
Dan iapun hanya bisa menerima kini…
Satu langkah sebelum ia keluar dari pintu itu, Yuri dan Yuto
telah berdiri di hadapannya.
Keduanya sempat khawatir memandang wajah sendu Ryosuke. Tapi
begitu mengetahui Kei Yamada juga ada di tempat itu, dua bersaudara itupun
menyadari apa yang tengah terjadi.
“Ryosuke…”
Yuri dan Yuto menepuk ringan kedua pundak Ryosuke.
Pemuda itu masih menangis hingga detik ini…
Ia menoleh…
Beberapa saat memandang wajah ayahnya yang juga tengah
memandangnya.
Kei tersenyum…
Mengiringi langkah kaki Ryosuke yang meninggalkan kediamannya
itu diikuti oleh Yuri dan Yuto.
Dan akhirnya…
Kei Yamada harus mengakhiri apa yang sudah dimulainya…
Nakayama Yumapun menunjukkan wajah semangatnya harus
menghadapi pertarungan itu sekali lagi…
===================
===================
Satu tahun berlalu semenjak kejadian terakhir…
Ryosuke dan Kouta Yamada berdiri berdampingan setelah
meletakkan karangan bunga di makam itu.
“Ayah… Jangan khawatir. Aku akan menjaga anak ini baik-baik…”
Kouta mengacak ringan rambut Ryosuke.
Baru kali ini ia bangga memiliki ayah seperti Kei. Ayah yang
akhirnya harus meninggalkannya setahun lalu setelah kalah dalam pertarungan
hidup mati melawan Nakayama Yuma.
Kouta tahu…
Ayahnya sengaja mengalah dan memang berniat untuk mati saat
itu biarpun saat kejadian tersebut Kouta tidak sedang ada di sana…
Kouta memahami apa yang diputuskan oleh ayahnya.
Mungkin itu adalah hal terakhir yang dapat dilakukannya
sebagai hukuman untuknya atas tindakannya selama ini, sekaligus untuk
memberikan hidup baru kepada anak-anaknya.
“Jadi, ayah…”
Ryosuke tersenyum memandang foto di nisan itu – membuyarkan
lamunan Kouta yang mencoba mengingat-ingat apa yang tengah dipikirkan ayahnya
setahun lalu.
“Kakak memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya tahun depan
lho…” satu kalimat dari Ryosuke sukses membuat kakaknya itu terdiam malu –
melirik sepersekian detik pada gadis yang sedang melambaikan tangan padanya.
Dan berakhirlah sampai di sini semua cerita…
Kisah yang akhirnya berakhir dengan bahagia…
Cinta-cinta yang pada akhirnya mampu menemukan setiap
pasangannya…
Kouta menggandeng ringan telapak tangan mungil milik Mimiko.
Sementara Ryosuke, ia telah benar-benar merelakan gadis itu –
setidaknya, gadis itu akan tetap dekat dengannya sebagai kakak ipar.
“Ne, Ryo-kun, aku sudah memasakan makanan kesukaanmu. Ayo pulang…”
dengan senyuman, Emi menggandeng tangan Ryosuke yang memang selama ini masih
malu-malu terhadapnya.
Dari kejauhan, manusia-manusia itupun hanya bisa tersenyum
senang menikmati adegan-adegan di hadapannya yang akhirnya berakhir tanpa air
mata duka.
Yuya menggandeng erat tangan Zashi…
Keito memeluk ringan tubuh Yui…
Yuri yang mencubit-cubit kecil pipi Emi…
Dan Yuto yang terus-terusan berganti tempat berpijak karena
didekati terus oleh Sora yang masih belum menyerah mengejar cintanya.
Sementara Ryutaropun hanya bisa terbahak-bahak ditemani
Hikaru di sampingnya yang asyik menyaksikan ulah Sora terhadap Yuto…
Finally…
Ceritapun berakhir sampai di sini…
===================
“Kalian semua harus mati…”
Nakayama Yuma menyeringai keji di atas kursi kebesarannya –
mempersiapkan dirinya untuk mengeliminasi semua yang berpotensi menjatuhkannya…
===================
OWARI == THE END
===================
ENDING YANG DIPAKSAKAN KARENA PERSIAPAN ADANYA FF BARU…
My next fanfiction…
Diadaptasi dari seri drama Taiwan yang sempat booming tahun
2006 di negara tersebut.
“SILENCE”
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^