Wednesday, 24 April 2013

[Fanfic] HSJ - AISHITERUKARA (Because I Love You) Part 15 - ENDING


Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 15)

Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG-15

*********************
Part sebelumnya:
Ternyata ia telah tertembak…
Darah itu masih terus mengalir dari lukanya.


“Ryosuke…”
Gadis itupun hanya mampu menangis…
Menyadari perasaan dingin yang mulai menjalari tubuhnya.

And finally…


Totally blackout…


===================
PART 15
===================

Tak henti-hentinya ia tertunduk…

Memegang erat-erat kepalanya dengan kedua tangannya – bukan karena pusing atau sakit kepala lainnya – hanya kecemasan yang tengah melanda.

“Bagaimana ini bisa terjadi?! Jelas-jelas aku tadi melindunginya…” kedua bola matanya membulat lebar – depresi.

“Ya…”
“Aku tadi sudah melindunginya…” Ryosuke masih saja tak percaya bagaimana bisa peluru itu menembus gadis yang jelas-jelas sudah ia coba lindungi dari tembakan beruntun yang menerjang mereka tiba-tiba.

Kouta segera mengelus ringan punggung Ryosuke, “Sudahlah… Setidaknya kau sudah berusaha.”

“Aku tak akan memaafkannya andai ia pergi begitu saja,” lengannya perlahan mulai bergerak menjelajahi bibirnya yang beberapa jam lalu sempat dikecup tanpa ijin oleh gadis yang kini membuatnya khawatir akut.

Hanya sedetik…
Tiba-tiba gadis itu berdiri di hadapannya – bukan gadis yang ia harapkan tentunya, “Kuatkan dulu tubuhmu sebelum kau berniat melindungi seseorang, terutama seorang gadis,” wajah Yui deras dibanjiri air mata memandangi pemuda di hadapannya – dengan wajah kecewanya, Yui terus menatap lurus mata Ryosuke yang juga tengah membalas tatapannya.

Ryosuke tak memahami maksud si gadis.
Ya…
Ia memang belum mampu menangkap makna di balik air mata gadis itu – bukan hanya sekedar air mata kekhawatiran.

Dengan lembut, Keito segera meraih tubuh Yui dan mendekapnya – memahami benar arti dari air mata itu.

Air mata yang jelas belum tersampaikan pada Ryosuke yang masih memandang lemas dengan tanda tanya di kepalanya.

Sementara Yuto…
Hati pemuda jangkung itu kembali bergejolak sekali lagi – memandangi Yui yang menangis tanpa beban dalam pelukan sahabatnya – Keito.

Tapi ia mencoba ikhlas kali ini – mengingat sahabatnya, Ryosuke, yang tengah berduka.
Tak tega ia membuat keributan…

Entah, sepertinya pemuda jangkung itu mulai bisa berpikir dewasa mengingat kini ia sudah hidup tanpa orangtua dan harus mulai membuang keegoisannya.

Yuto harus bisa dewasa…

===================

Yuri melangkah pelan dan duduk di samping Ryosuke – meninggalkan sejenak Ayaka yang sedari tadi menahan tangis berharap tak kan terjadi hal buruk pada sahabatnya, Emi.

“Ryosuke”
Yuri menggenggam ringan telapak tangan pemuda di sampingnya itu – membuat oknum si empunya nama segera menoleh – menatap lemas ke arah Yuri.

Tangan Yuri terangkat dan jemarinya menunjuk ke arah Yui – membuat Ryosuke mau tak mau mengikuti arah yang ditunjuk oleh pemuda yang kini berdiri di sampingnya itu.

“Gadis bernama Yui itu belum ikhlas jika Emi jadian denganmu,” tanpa menunggu ditanya, Yuri mencoba menjelaskan dengan hati-hati maksud dari air mata Yui yang beberapa saat lalu tumpah di hadapan Ryosuke.

Yah, biarpun belum ada status resmi di antara Emi dan Ryosuke – bahkan Ryosuke yang sampai detik ini masih menyimpan Mimiko sebagai satu-satunya gadis pemilik hatinya – tapi setidaknya semua menyadari, sikap Ryosuke pada Emi memang berbeda.

Ada hal-hal yang membuatnya selalu tak berkomentar dengan segala tindakan Emi padanya.

Benih-benih cinta itu memang belum bersemi…

Tapi…
Cukup bagi Yuri dan yang lain untuk tahu bahwa benih itu sudah mulai tertanam di hati Ryosuke – hanya tinggal menunggu benih itu tumbuh dan bersemi.

“Tapi kenapa?!”

Pertanyaan itu melintas sejenak dalam angan Ryosuke – sebelum akhirnya tak jadi direalisasikannya mengingat ia tak paham dengan perasaannya itu – pertanyaan yang diurungkannya karena bayangan Mimiko yang ikut melintas bersamaan dengan hal tersebut.

===================

Akhirnya kini ia memutuskan untuk sendiri – tak lagi ingin menyusahkan orang lain atas ketidakmampuannya.

Tak ingin ada lagi orang yang terluka karena berada di dekatnya…

Ia berdiri seorang diri di ujung pembatas atap rumah sakit itu.
Menatap jauh ke depan – melihat betapa luas pemandangan di hadapannya.

Pemuda itu melepaskan pakaiannya – memandangi sebuah luka jahitan di dada kirinya.

Perlahan ia memejamkan mata – mengingat bagaimana kehidupannya dulu dan bagaimana ia dibesarkan.

Darah Yamada Kei mengalir dalam dirinya…

“Nakayama Yuma… Kau pasti tak akan puas sebelum menyingkirkanku!” tatapan tajam itu kembali terealisasi – menyadari insiden penembakan terakhir pastilah ulah manusia laknat yang benar-benar ingin menguasai dunia Yakuza.

Meskipun Kei Yamada sudah tak ada lagi kabar berita, tak akan mudah bagi Nakayama Yuma untuk menjadi bos besar Yakuza selama keturunan Kei masih ada – karena semua anggota Yakuza tahu, sejauh mana kemampuan putra Kei Yamada dan para sahabat-sahabatnya andai mereka tengah serius.

Kaki itu akhirnya melangkah pergi…
Memakai kembali pakaiannya, dan menapak yakin meninggalkan tempat itu.

Ia telah benar-benar memutuskan keputusan apa yang akan ia lakukan – pemuda itu telah benar-benar yakin dan tak akan lagi setengah-setengah terhadap keputusannya kali ini.

===================

“Dimana Ryosuke?!”
Kouta yang baru saja kembali dari membeli makanan terlihat bingung tak menemukan adiknya di kursi tunggu itu.

Keito segera merespon, “Ia bilang tadi ingin ke kamar mandi.”

“Ah!!” Koutapun merespon pendek dan segera duduk setelah membagikan makanan-makanan yang dibawanya itu pada yang lain.

Tak ada seorangpun yang menyadari…

Pemuda itu telah benar-benar pergi.

Kenekadan…
Sifat buruk yang tak pernah bisa Ryosuke hilangkan – persis seperti ayahnya.

===================

“Beritahu aku jika gadis itu sudah sadar.”
Email itu terpampang di layar keitai Yuri.

Sempat terdiam sesaat, pemuda 16 tahun itupun akhirnya sadar bahwa si pengirim email sudah tak berada lagi di rumah sakit itu – Ryosuke telah pergi…

“Sial!! Dia pasti akan habis-habisan menyelesaikan masalah ini dengan Nakayama!!” hanya sempat memikirkan itu, Yuripun langsung berlari tanpa mengucapkan satu katapun hingga yang lain hanya terdiam memandanginya berlalu pergi.

Yuto sadar…
Ada yang tidak beres di sini.

Ia paham benar bagaimana sifat dan perilaku Yuri yang memang adalah saudaranya sedarah.
Pasti ada hal yang salah andai saudaranya itu sampai berlari sedemikian rupa tanpa sempat sedikitpun mengatakan apapun.

“Minna… Aku pergi dulu!!” hanya kata itu yang terucap sebelum akhirnya pemuda itu memutuskan untuk mengejar Yuri.

===================

Setting berpindah ke kediaman keluarga Yamada…

Nakayama Yuma duduk nyaman di kursi kebesaran yang selama ini ditempati oleh Kei – akhirnya ia telah mampu menduduki kursi itu tanpa ada seorangpun yang mengusik.

Di samping dan di sekitarnya berjaga puluhan Yakuza yang pro dengan dirinya – biarpun jumlah itu tidak sebanding dengan jumlah Yakuza yang kontra dan entah kenapa mereka menghilang tanpa jejak semenjak Kei menghilang dan tak ada seorangpun yang mengetahui dimanakah sosok yang begitu dihormati itu – Kei.

“Yuma!!” sebuah teriakan terdengar…

Puluhan senapan segera mengarah pada pemuda yang barusan meneriakkan nama itu – sebuah panggilan yang dilontarkannya tanpa adanya penghormatan sedikitpun pada si empunya nama.

“Oh… oh… oh…,” Nakayama Yuma menyeringai memandang santai pada sosok pemuda yang baru saja datang itu.

“Aku tahu kau pasti akan datang ke sini mencariku,” Yuma tersenyum mengejek…

Sekali lagi orang itu berbicara dengan santainya menanggapi tatapan tajam yang tengah mengarah padanya, “Berani juga kau datang ke sini seorang diri, Ryosuke.”

“Bisa saja aku memerintahkan anak buahku untuk menembakmu detik ini juga. Apa kau tak takut?!”

Seakan tak mempedulikan kata-kata Yuma barusan, pemuda yang tak lain memang Ryosuke itu melangkah dengan yakin hingga kini wajahnya tepat berhadapan dengan wajah Yuma.

“Kau memang mirip sekali dengan ayahmu…”
Yuma menggerakkan lengannya perlahan memberikan isyarat pada anak buahnya untuk menurunkan senjata mereka.

“Sebagai seorang pria, aku tantang kau untuk menyelesaikan masalah ini berdua!!” kata-kata itu akhirnya terealisasi dari sosok Yamada Ryosuke – kata-kata yang sama persis diucapkan oleh ayahnya 12 tahun saat menantang orang yang sama untuk memperebutkan kursi Yakuza.

Ryosuke yang saat itu baru berusia 4 tahun, sedikitpun tak melupakan pertarungan kala itu antara Yuma dengan ayahnya. Dan kini, 12 tahun kemudian, ia tak pernah menyangka akan mengatakan kata-kata itu pada orang yang sama – sosok pria yang 28 tahun lebih tua darinya.

“Ini yang aku tunggu-tunggu selama ini!” Yuma kembali menyeringai.
Sekali lagi ia tersenyum mengejek, “Aku menerima tantanganmu, nak!!”

“HENTIKAN!!”

Semua mata menoleh…

“Ayah…”
Ryosuke terpaku…

Sosok itu melangkah dengan pasti dan dengan segera lengannya menjelajahi dengan lembut wajah putih Ryosuke.

“Kau memang anakku,” Kei benar-benar bahagia masih mampu menyaksikan wajah putra yang begitu disayanginya itu – begitu bahagia karena terakhir kali ia melihat Ryosuke adalah ketika pemuda itu tengah sekarat akibat peluru yang ditembakkan oleh ayahnya sendiri – dirinya – Kei.

Kei Yamada yang sempat menghilang, kini kembali…
Kembali dengan ditemani oleh ratusan Yakuza yang memihak padanya.

Nakayama Yumapun hanya diam – sedikit mendecik kecewa memandang Kei yang kembali.
Bisa saja ia langsung membunuh bapak anak itu. Hanya saja, darah Yakuza juga mengalir dalam dirinya – ia memiliki harga diri yang membuatnya tak akan memanfaatkan kesempatan itu untuk mengeliminasi mereka.

“Pergilah, nak!!”
Kei kembali bersuara…

“Ini semua bukan urusanmu. Kau memiliki kehidupanmu sendiri. Kau tak perlu menjadi seperti ayahmu ini…”

Ryosuke sedikit tertegun mendengar kata-kata dari ayahnya itu – benar-benar tidak seperti ayahnya yang biasanya.

“Ini semua karena ayah menyayangimu!! Maafkan ayah yang selama ini mendidikmu terlalu keras…”

Ryosuke terus mendengarkan…
Air mata mulai tumpah membasahi wajahnya – baru kali ini ia merasakan bentuk perhatian seorang ayah.

“Biarkan ayah menyelesaikan apa yang sudah ayah mulai… Pergilah dan hiduplah dengan baik bersama teman-temanmu…”

“Sampaikan juga maaf ayah pada Yuto dan yang lain…”

Kalimat itu mengakhiri pembicaraan antara Ryosuke dan Kei Yamada.

Pemuda itupun melangkah pergi…

Menuruti begitu saja kata-kata dari ayahnya – biarpun sebenarnya, hatinya menjerit ingin tetap di samping ayahnya hingga akhir. Tapi…
Ia tahu pasti sifat si ayah…
Dan iapun hanya bisa menerima kini…

Satu langkah sebelum ia keluar dari pintu itu, Yuri dan Yuto telah berdiri di hadapannya.

Keduanya sempat khawatir memandang wajah sendu Ryosuke. Tapi begitu mengetahui Kei Yamada juga ada di tempat itu, dua bersaudara itupun menyadari apa yang tengah terjadi.

“Ryosuke…”

Yuri dan Yuto menepuk ringan kedua pundak Ryosuke.

Pemuda itu masih menangis hingga detik ini…

Ia menoleh…
Beberapa saat memandang wajah ayahnya yang juga tengah memandangnya.

Kei tersenyum…
Mengiringi langkah kaki Ryosuke yang meninggalkan kediamannya itu diikuti oleh Yuri dan Yuto.

Dan akhirnya…

Kei Yamada harus mengakhiri apa yang sudah dimulainya…

Nakayama Yumapun menunjukkan wajah semangatnya harus menghadapi pertarungan itu sekali lagi…

===================
===================

Satu tahun berlalu semenjak kejadian terakhir…

Ryosuke dan Kouta Yamada berdiri berdampingan setelah meletakkan karangan bunga di makam itu.

“Ayah… Jangan khawatir. Aku akan menjaga anak ini baik-baik…” Kouta mengacak ringan rambut Ryosuke.

Baru kali ini ia bangga memiliki ayah seperti Kei. Ayah yang akhirnya harus meninggalkannya setahun lalu setelah kalah dalam pertarungan hidup mati melawan Nakayama Yuma.

Kouta tahu…
Ayahnya sengaja mengalah dan memang berniat untuk mati saat itu biarpun saat kejadian tersebut Kouta tidak sedang ada di sana…

Kouta memahami apa yang diputuskan oleh ayahnya.

Mungkin itu adalah hal terakhir yang dapat dilakukannya sebagai hukuman untuknya atas tindakannya selama ini, sekaligus untuk memberikan hidup baru kepada anak-anaknya.

“Jadi, ayah…”
Ryosuke tersenyum memandang foto di nisan itu – membuyarkan lamunan Kouta yang mencoba mengingat-ingat apa yang tengah dipikirkan ayahnya setahun lalu.

“Kakak memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya tahun depan lho…” satu kalimat dari Ryosuke sukses membuat kakaknya itu terdiam malu – melirik sepersekian detik pada gadis yang sedang melambaikan tangan padanya.

Dan berakhirlah sampai di sini semua cerita…

Kisah yang akhirnya berakhir dengan bahagia…

Cinta-cinta yang pada akhirnya mampu menemukan setiap pasangannya…

Kouta menggandeng ringan telapak tangan mungil milik Mimiko.
Sementara Ryosuke, ia telah benar-benar merelakan gadis itu – setidaknya, gadis itu akan tetap dekat dengannya sebagai kakak ipar.

“Ne, Ryo-kun, aku sudah memasakan makanan kesukaanmu. Ayo pulang…” dengan senyuman, Emi menggandeng tangan Ryosuke yang memang selama ini masih malu-malu terhadapnya.

Dari kejauhan, manusia-manusia itupun hanya bisa tersenyum senang menikmati adegan-adegan di hadapannya yang akhirnya berakhir tanpa air mata duka.

Yuya menggandeng erat tangan Zashi…

Keito memeluk ringan tubuh Yui…

Yuri yang mencubit-cubit kecil pipi Emi…

Dan Yuto yang terus-terusan berganti tempat berpijak karena didekati terus oleh Sora yang masih belum menyerah mengejar cintanya.

Sementara Ryutaropun hanya bisa terbahak-bahak ditemani Hikaru di sampingnya yang asyik menyaksikan ulah Sora terhadap Yuto…

Finally…


Ceritapun berakhir sampai di sini…



===================

“Kalian semua harus mati…”

Nakayama Yuma menyeringai keji di atas kursi kebesarannya – mempersiapkan dirinya untuk mengeliminasi semua yang berpotensi menjatuhkannya…


===================
OWARI == THE END
===================

ENDING YANG DIPAKSAKAN KARENA PERSIAPAN ADANYA FF BARU…

My next fanfiction…
Diadaptasi dari seri drama Taiwan yang sempat booming tahun 2006 di negara tersebut.

“SILENCE”

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers