UNFORGETABLE MOMENTS (SEASON 2)
By : 凛 藤山
Chapter 02 : A.S.I.N.G
*****************
Chapter sebelumnya :
“Kami mohon ijinkan
mereka berlibur ke Indonesia. Dan kami harap, kami bertujuh juga boleh berlibur
menemani mereka berdua,” ketujuh orang yang baru masuk itu segera menekuk lutut
mereka dan memohon bersama-sama dua sahabat yang telah lebih dulu memohon –
Yuto dan Yamada.
Satu lirikan dan kedipan mata ke arah Yuto dan Yamada.
Kedipan mata dari Kei dan Hikaru – dua oknum lain yang sebenarnya juga menerima
email yang hampir sama.
*****************
*****************
Japan, April 7th 2012
Mereka berdua terus menunduk menyembunyikan wajah mereka –
terus berjalan beriringan hingga keduanya meraih tempat duduk itu.
“Kepada seluruh penumpang, diharapkan untuk segera memakai
sabuk pengaman,” pramugari cantik itu memberikan komando lewat pengeras suara
yang tersedia. “Mohon segala alat komunikasi dimatikan terlebih dulu karena
pesawat hendak lepas landas dalam beberapa menit. Terima kasih”
Dua manusia itu masih menunduk – sibuk mematikan ponsel
dan memakai sabuk pengaman mereka. “Kau yakin akan melakukan hal ini?” salah
seorang di antara mereka merasa cukup khawatir dengan hal yang tengah mereka
lakukan itu.
“Kita akan melakukannya, Yuto! Tidak mungkin kita mundur
sekarang” sebuah lengkungan senyum terbentuk di helai kain – masker – yang
tengah menutupi separo wajah pemuda satunya. “Ok?!” sekali lagi ia tersenyum –
mencoba meyakinkan sahabat satunya itu.
“Aku tak menyangka ternyata kau nekad juga, Yama-chan”
sebuah gumaman kecil dari Yuto yang tentunya ia katakan sepelan mungkin agar
sahabatnya itu tak mendengarnya. Yah, harus diakui, Yuto merasa agak ragu
dengan semua ini. Berdua pergi ke Indonesia biarpun hal itu jelas ditentang
oleh bos besar mereka – Kitagawa-san. Permohonan mereka beberapa waktu lalu
ditolak. Harusnya itu mengartikan bahwa tak seharusnya mereka di pesawat itu
sekarang.
Nakajima Yuto…
Seorang Johnny’s yang sejak memulai karirnya belum
sekalipun melakukan pelanggaran. Tapi kali ini, entah setan apa yang
merasukinya, tetap saja ia tak bisa menyalahkan sahabatnya itu karena Yutolah
yang mengusulkan untuk nekad memesan tiket pesawat di penerbangan terdekat ke
Indonesia.
Detik-detik menjelang penerbangan, semakin kencang pula
jantung kedua pemuda itu berdegup. Harus diakui, mereka masih belum sepenuhnya
yakin…
“Yama-chan, kita kembali saja mumpung pesawatnya belum
lepas landas,” akhirnya keraguan itu berujung pada permintaan Yuto untuk
mengurungkan niat mereka. “Hah??” Yamada tercengang. Kenapa juga sahabatnya itu
meminta hal demikian di saat kritis seperti ini. “Ayolah, Yama-chan… Kita
segera turun!” Yuto berdiri dari kursinya yang nyaman, bersiap berlari menuruni
pesawat, memegang erat lengan Yamada dan menariknya tuk mengikutinya berlari.
Wuusss….
Finally – pesawatpun lepas landas…
*****************
Soekarno Hatta Airport, Indonesia
11:46 WIB
Mereka terlambat menuruni pesawat hingga akhirnya
sampailah keduanya di tanah air Indonesia – negara kepulauan terbesar di dunia
– yah, tentu bukan itu yang ada di pikiran mereka berdua sekarang.
“Argh… bau…,” pemuda jangkung itu mengajukan protes karena
sesaat setelah pesawat mendarat, lontaran cairan berbau tak sedap mengucur
deras dengan begitu tiba-tiba ke badannya. Cairan yang tak lain adalah muntahan
sahabatnya itu kini membuatnya ingin menangis. Bagaimana tidak… karena
buru-buru melarikan diri ke Indonesia, ia tak sehelaipun membawa pakaian ganti.
Dan kini… satu helai pakaian yang dibawanya – yang saat ini tengah
dikenakannya, tak lagi nyaman nangkring di badan jenjangnya. Yuto yang selalu
menjaga kebersihan, pastilah sangat risih dengan hal tersebut.
“Yama-chan… ayo tanggung jawab!!” wajahnya cemberut – tak
sedikitpun mempedulikan wajah pasrah Yamada yang untungnya terlihat masih kakkoi
seperti biasa setelah kejadian yang begitu memilukan tadi – dimarahi sahabat tersayangnya
setelah mabuk pesawat.
Di saat kedua manusia itu tengah bingung – Yuto bingung di
mana mendapatkan baju ganti sementara Yamada bingung memandangi wajah Yuto yang
bingung – muncullah sosok pahlawan yang tak mereka duga.
Postur tubuhnya tak asing…
Begitu juga warna emas rambutnya…
“Siapa gerangan?” satu pertanyaan yang secara bersamaan
muncul di wajah Yamada dan Yuto yang kini mematung memandang sosok itu dengan
gagahnya melangkah ke arah mereka.
“Woe, what’s up bro?” satu sapaan awal itu cukup untuk
membuat Yuto and Yamada langsung bisa menyimpulkan wajah di balik masker itu.
“Hikaru-kun?!” suara dengan nada tanya mengalir bersamaan
“Yapp…”
*****************
Entah apa yang ada di kepala mereka, kenekatan mereka
telah berujung pada hal yang mungkin akan mereka sesali seumur hidup –
mengabaikan komando boss Kitagawa dan dengan nekadnya memenuhi nafsu untuk
menemui gadis pujaan hati.
“Ne?! Inoo-chan juga ikut?” Yamada melongo memandangi
sosok yang baru saja nyembul dari balik badan Hikaru. Begitu juga dengan Yuto
yang kini tuk sesaat melupakan penampilan sempurnanya yang tercoreng akibat
ulah sahabatnya.
“Kita berempat sudah terlanjur sampai di sini dan tak
mungkin kembali lagi saat ini juga, jadi apa rencana kalian selanjutnya?”
sebagai yang tertua, Inoo memberikan komando dan berharap akan mendapat
tanggapan detik berikutnya. Namun, tidak…
Beberapa puluh detik berlalu tanpa adanya satu huruf
apapun yang keluar dari mulut keempatnya – hanya saling pandang yang menjadi
jawaban atas pertanyaan Inoo barusan.
*****************
“Aku lapar…,” ia menggerutu – menunduk tak berdaya bagai
gelandangan yang tak tau mesti bagaimana and pergi kemana.
“Boku mo…”
“Kita melakukan ini tanpa perhitungan sebelumnya,” Inoo
terlihat menyesali tindakan nekad mereka.
Hikaru hanya bisa mendukung pernyataan Inoo barusan sambil
mengacak-acak rambut emasnya – ia teramat frustasi, “Kita tidak memikirkan jika
setelah sampai di sini kita tak lagi mendapatkan sinyal untuk menghubungi
mereka – dua gadis yang membuat keempatnya nekad pergi ke Indonesia tanpa ijin”
“Minna, daripada hanya mengeluh, lebih baik kita pikirkan
cara lain. Kita sudah sampai di sini dan tidak mungkin akan berdiam sambil
mengeluh seperti ini terus,” Yamada mencoba menyemangati ketiga sahabatnya itu
– biarpun dia sendiri teramat takut jika harus memikirkan andai mereka selamanya
terperangkap di negara yang masih sangat asing itu.
“Aha…,” lampu di otak Inoo tiba-tiba menyala – membuat
ketiga oknum lainnya menatapnya penuh tanda tanya.
“Minna, kita ke bank dulu… tukarkan uang kita dengan mata
uang negara ini. Ide bagus deshou??” Inoo mencoba menyampaikan idenya dengan
wajah sedikit menemukan titik harapan dibanding beberapa menit yang lalu.
“Maksudnya??”
“Nah, minna… Dengarkan penjelasanku baik-baik,” kata Inoo
penuh percaya diri.
*****************
“Bagaimana? Berapa yang kalian dapat?” Hikaru mendahului
yang lain untuk mengajukan pertanyaan sebelum ia ditanya jumlah uang yang didapatnya
dari hasil melakukan pertukaran uang di bank beberapa saat lalu. Untung saja
satu tahun ini mereka sempat belajar bahasa Indonesia dari kedua gadis itu.
Tidak begitu buruklah… setidaknya, ada Inoo dan Yuto yang cukup punya banyak
kosakata bahasa Inggris deshou?!
Yuto menjadi orang pertama yang menjawab pertanyaan
Hikaru, “Setelah menjalani perdebatan yang panjang dengan teller dan pihak
pimpinan, akhirnya aku mendapatkan dana cair Rp 175.000.000,-“ katanya dengan
amat bangga.
“Wuah, sugee…,” ketiganya kagum dan memberikan tatapan
berbinar-binar pada Yuto yang kali ini badannya terlihat bersinar bagai seorang
pahlawan.
Stelah uang mereka berempat digabungkan, kini telah ada Rp
234.567.800 di tangan mereka. Sesuai yang telah mereka rencanakan, setelah
membeli perdana made in Indonesia, mereka mengirimkan email ke kedua gadis itu
untuk mendapatkan nomer handphone mereka yang bisa dihubungi, yah… mereka belum
memberitahu jika sebenarnya keempatnya telah ada di Indonesia sekarang.
Waktu telah menunjukkan pukul 17.34 WIB dan kali ini
mereka berempat tengah menikmati nasi bungkus di warung pinggir jalan setelah
sebelumnya mengalami pembicaraan yang sulit dengan pemilik warung yang
merupakan orang jawa asli yang belum begitu fasih bahasa Indonesia sementara
keempatnya juga belum begitu benar melafalkan kata-kata dalam bahasa Indonesia.
“Huh, bener-bener dunia yang asing…,” kata Hikaru sambil
menyeruput teh hangat yang dipesannya secara asal dengan mengatakan minum
terserah ala lidah Jepang pada pemilik warung beberapa saat yang lalu.
Yamada menanggapi sambil menyantap nasi lauk sambal dan ikan bandeng di
depannya – terpaksa makan dengan tangannya tanpa sumpit maupun sendok karena
keduanya tidak ada di warung pinggir jalan itu, “Hari ini ulang tahun mereka,
deshou? Harusnya kita sudah ada di hadapan mereka sekarang,” katanya sedikit
lemas. Tapi tiba-tiba saja mimik pemuda itu langsung berubah – dari mimik sedih
lemasnya ke mimik penuh ketertarikan, “Wuih… makanan ini enak…,” tiba-tiba ia
mengatakan itu dan langsung menyantapnya lahap – sesaat melupakan kegalauan
hatinya.
Yuto, Hikaru, dan Inoo yang daritadi hanya memandangi makanan itu dan
tidak berani memakannya, kini langsung mencoba memasukan makanan itu ke mulut
mereka, dikunyah perlahan, dinikmati, ditelan, dan…
“Hm… oishi…”
Keempatnya makan lahap dengan nikmatnya. Menyantap makanan yang sangat
sederhana itu dengan penuh rasa syukur…
“Oishi…”
*****************
Jakarta, 22.11 WIB
Keempat pemuda yang terlihat merana itu tengah duduk di pinggiran pasar
yang telah sepi. Balasan emaillah yang membuat mereka termenung – termenung
menanti balasan yang tak kunjung datang.
Malam telah larut…
Langit terlihat mendung…
Angin yang sesekali bertiup cukup kuat, menerbangkan sampah-sampah pasar
yang berserakan di jalanan yang becek karena hujan hari sebelumnya yang
mengguyur cukup lama – tentu mereka tak mengetahui penyebab beceknya jalanan
itu.
“Dingin…”
“Padahal tadi siang begitu panas, tapi sekarang…,” Yuto mulai menggigil
karena hanya mengenakan sehelai kaos hasil dari tindakannya membuang kemeja
yang ternodai oleh sahabatnya. Ia tak menyangka akan sedingin ini. Sementara
daerah yang mereka singgahi kali ini benar-benar telah sepi tanpa ada lagi toko
yang buka sejauh mata mereka memandang…
Ketiga oknum lain juga tak mampu melakukan apapun karena mereka bertindak
sama nekadnya dengan Yuto – pergi tanpa bekal apapun…
“Biarpun sedikit memalukan, lebih baik kita saling berdekatan untuk
mengurangi rasa dingin ini,” usul Hikaru yang beberapa detik kemudian diiyakan
yang lain.
Di saat itulah tiba-tiba petir menyambar…
Menampakan beberapa sosok manusia yang hanya terlihat sebagai bayangan
hitam dari kejauhan.
Keempat pemuda imut tak berdosa itu kini mulai menunjukkan kekhawatiran
menyadari sosok-sosok manusia dengan aura yang tidak mengenakan terlihat
melangkah dengan pasti ke arah mereka.
Kekhawatiran mereka menjadi kenyataan. Orang-orang bertampang sangar yang
pastinya tidak mereka kenal itu menodongkan pisau dan menengadahkan tangan ke
arah mereka. Biarpun keempatnya tidak begitu memahami kata-kata yang
dilontarkan manusia berkulit gelap di hadapan mereka itu, keempatnya cukup
pintar untuk menyadari bahwa mereka tengah dirampok – perampokan bersenjata.
*****************
Japan, waktu yang sama
“Brakkk…”
“Berani-beraninya mereka menentang perintahku!!”
Johnny Kitagawa, si bos besar yang sebelumnya telah memberi larangan dan
kini mengetahui bahwa larangannya itu tidak dihiraukan, akhirnya marah besar.
Berita kaburnya keempat pemuda personil boy band Hey! Say! JUMP telah
sampai di telinganya setelah sebelumnya ada laporan penarikan dana tunai atas
nama Nakajima Yuto dari salah satu bank di Indonesia. Pihak manajemen segera
menghubungi personil yang lain dan mendapati bahwa Yamada Ryosuke, Yaotome
Hikaru, dan Inoo Kei juga tengah tidak diketahui keberadaannya sehingga
disimpulkan bahwa ketiganya pergi tanpa ijin bersama Nakajima Yuto.
“Segera perintahkan orang untuk membawa mereka kembali sekarang juga!!”
kata-kata penuh luapan emosi tersebut membuat siapapun yang mendengarnya
mengetahui seberapa besar kemarahan pria nomer satu di JE itu.
Berita ini telah menyebar pula di kalangan JUMPers Jepang. Update status
di jejaring sosial yang menyatakan kabar tersebut turut memberi dampak semakin
luasnya kabar ini tersebar dengan sekejap mata.
Hanya dalam hitungan menit, berita menghebohkan tersebut telah tersebar
luas di seluruh pelosok dunia dan tentunya sampai pula di Indonesia. Para
JUMPers mulai sibuk mengklarifikasi kabar tersebut pada teman-teman lainnya.
*****************
Indonesia, waktu yang sama
“Hah? Mereka ke Indonesia??” seorang gadis terlihat tak percaya mendengar
kabar dari sahabatnya yang tengah berada di ujung telpon satunya.
Tidak hanya gadis itu…
Waktu yang sudah begitu malam harusnya menunjukkan suasana yang sepi di
setiap kamar. Namun, kini jutaan kamar tengah menunjukkan kesibukan dengan
segera melakukan koneksi ke dunia maya – niatan yang sama untuk segera
mendapatkan kepastian…
*****************
Kembali pada keempat pemuda imut kita yang malang…
“Argh…”
Perkelahian tak terhindarkan. Keempatnya tak mau begitu saja menyerahkan
harta mereka pada kawanan begundal tersebut. Berbekal kelincahan dan stamina,
serta kemampuan seorang cowok, tentunya keempatnya tidak akan begitu saja mudah
untuk ditaklukkan.
“Pip… pip… pip…” keitai keempat idol ganteng itu bergetar bersamaan –
pertanda adanya email yang masuk. Tentunya ini bukanlah waktu yang tepat untuk
membaca email sementara perhatian mereka tidak boleh hilang sedikitpun jika tak
ingin nyawa mereka melayang.
Mereka menyadari, akan lebih baik bagi mereka jika mampu melarikan diri.
Tanpa berlama-lama, kaki-kaki mereka segera melangkah cepat saat dilihatnya
sebuah kesempatan untuk kabur.
“Lari…”
*****************
TBC ^^v
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^