Saturday, 26 November 2011

Fanfic Death Phone Call - Hey! Say! JUMP Part 02



DEATH PHONE CALL
PART 2

Cast : All of membe Jump
Rating : NC – 13
Words : 1.710

================

Kematian Keito menyisakan tanda tanya bagi semua pihak. Walaupun sudah dipastikan Keito mati dibunuh, namun tak ada sedikitpun bukti yang mengarah pada orang yang dapat dijadikan tersangka.

Keito ditemukan tewas di dalam rumah yang masih terkunci rapat. Tak ada sedikitpun tanda-tanda pengrusakan di rumah itu. Semua ini terasa tak mungkin. Tak mungkin...

================

4 orang itu duduk diam di sudut ruang tamu kediaman sensei mereka – Yabu sensei – sebuah kediaman mewah di atas pegunungan yang kali ini tengah tertutup oleh salju musim dingin. Wajah mereka terlihat sendu. Belum genap 1 bulan sahabat mereka – Inoo Kei – ditemukan mati bunuh diri, kini giliran Okamoto Keito yang tewas dibunuh dan parahnya tak ada sedikitpun petunjuk bahwa pembunuhan keji tersebut dilakukan oleh manusia.


“Kalian lihat nomer yang terakhir menelpon Keito waktu itu kan?!” nada Hikari terdengar bergetar, ngeri mengingat apa yang kemarin ditemukan oleh polisi – handphone yang tergeletak di samping ranjang Keito – yang kini dijadikan barang bukti oleh polisi yang sempat membuat mereka syok ketika polisi menanyakan soal telepon terakhir dengan nama Inoo Kei kepada mereka.

“Sejak kemarin malam, nomer itu juga menerorku dengan lantunan melodi Star Time – nomer kepunyaan Inoo Kei,” Yuto terlihat tegang. Kedua bola matanya membelalak lebar sementara kedua tangannya erat memegangi kepalanya. Ia begitu ngeri.

Menakutkan...

Yuya ikut bersuara, “Begitu juga denganku. Semalaman aku tak bisa tidur karena pikiranku dipenuhi ketakutan akibat teror phone yang sama. Sebenarnya ada apa ini...”

Belum sempat Yuya mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, kini perhatiannya teralih pada sahabatnya yang sedari tadi hanya diam meremas-remas telapak tangannya dengan wajah yang teramat diselimuti ketakutan.
“Kei... Inoo Kei... Entah kenapa, semua ini semakin membuktikan bahwa Kei ingin membunuh kita...,” Ryutaro bersuara masih dengan wajah yang sempurna dihinggapi ketakutan luar biasa.

“Mungkin ia ingin balas dendam pada orang-orang yang tlah menghancurkan hidupnya,” Yuya bersuara. Semua pasang mata mengarah tajam ke arahnya. “Aku juga sangat bersalah padanya...,” tambahnya melanjutkan perkataannya barusan.
Ketiga temannya terlihat semakin memandangnya lekat. “Memang salah apa yang kau perbuat padanya?” pertanyaan mengalir dengan nada penuh tanda tanya dari sosok seorang Nakajima Yuto. Semua terlihat menunggu jawaban dari Yuya, tapi pemuda berambut acak-acakan itu masih saja bungkam.

“Ngomong-ngomong, dimana Yuri?!” Hikari menggerakkan kepalanya perlahan menatap kesekeliling ruang karena daritadi belum dilihatnya sosok Yuri.
Yuya menanggapi, “Daritadi ia memang belum datang...”

Tiba-tiba keempatnya langsung memasang wajah tegang. Sepertinya mereka berempat memikirkan hal yang sama. Ya...
Mereka tengah memikirkan hal yang sama.
Ketakutan andai Yuri juga menerima teror telpon yang sama dan ialah yang akan menjadi korban berikutnya.

“Ohayou...,” suara Yuri yang baru saja membuka pintu depan membuat keempat sahabat itu sedikit lega.
“Wah, aku yang terakhir ya?!” Yuri kembali bicara sambil melangkahkan kakinya menuju 4 sahabatnya itu. Ryutaro hampir saja berlari dan memeluk Yuri karena senangnya melihat sahabatnya itu. Namun, niatannya itu urung ia lakukan begitu mengetahui Yuri tak datang sendiri. Ia datang bersama seorang pemuda yang terlihat masih sangat muda – mungkin lebih muda dari Yuri.

“Minna, kenalkan, dia tunanganku. Maaf memberitahu kalian begitu tiba-tiba di suasana duka ini,” Yuri memperkenalkan pemuda yang kini sudah berdiri di sampingnya itu pada keempat sahabatnya.
“Yamada Ryosuke desu, yoroshiku onegashimasu,” pemuda itu membungkuk 80 derajat disusul senyuman manis yang tersungging di wajah kakoinya.

Satu per satu, 4 orang yang tengah duduk di sofa itu memperkenalkan diri mereka pada Yamada Ryosuke – tunangan Chinen Yuri.

================

“Apakah kau menerima teror phone dari Kei, Yuri?” buru-buru Hikari bertanya sesaat setelah dua pasang manusia yang baru saja datang itu merebahkan badan mereka di sofa.
Yuri memandang Hikari tuk sesaat. Perlahan namun pasti, gadis bertubuh mungil itupun menganggukkan kepalanya dengan raut wajah lemas tak seperti ketika ia datang barusan.

“Karena itu aku mengajak tunanganku kemari. Aku begitu takut,” ia tak bisa membohongi raut ketakutan yang ada di wajahnya. Namun perasaan tak enaknya itu hilang seketika ketika sepasang tangan hangat menggenggam telapak tangannya dengan begitu erat. “Aku akan selalu melindungimu, Yuri...,” Ryosuke dengan wajah yakinnya, berusaha menenangkan tunangannya itu.

“By the way, sejak kapan kalian tunangan?” Ryutaro sedikit heran. Pemuda itu berpikir, tak mungkin sahabatnya itu tak mengundang dirinya di hari pertunangan mereka. Namun, yang didapatinya hanya senyuman Yuri yang tersungging dengan cepatnya – merespon pertanyaan Ryutaro.
“Kami baru saja bertunangan kemarin, tapi hanya dihadiri kerabat dekat saja,” Ryosuke mencoba tuk memberikan jawaban atas pertanyaan Ryutaro barusan.

================

Keenam orang itu masih mencoba duduk santai sambil ngobrol saat menunggu keluarnya Yabu sensei. Tapi masih terlihat jelas wajah kegelisahan di antara kelima murid Yabu sensei yang tersisa itu. Satu per satu sahabat mereka mati. Apakah mereka juga akan bernasib sama?! ...

Tap tap tap...
Suara orang yang berlari dengan buru-buru membuat keenam orang itu menghentikan obrolan mereka. Perhatian mereka kini tertuju pada orang itu.
“Daiki, kenapa kau buru-buru seperti itu?” Hikari mengajukan protes.
Daiki – si sopir sekaligus pembantu rumah tangga di kediaman itu – yang masih terlihat terengah-engah segera memberikan alasan kenapa ia begitu terburu-buru.
“Jalan... Jalan... Jalannya telah tertutup oleh longsoran salju. Tadi saya ingin ke kota membeli kebutuhan dapur tapi ternyata jalannya sudah tertutup. Tidak bisa dilalui...” itulah penjelasan yang keluar dari mulut babu yang berlabelkan Arioka Daiki.

“Coba hubungi seseorang!” kata Yuya memerintahkan. Kini semua orang di ruangan itu – minus Daiki – segera mengeluarkan handphone mereka untuk mencoba mencari bantuan. Tapi semuanya mendapatkan jawaban yang sama. Beberapa ruas jalan ke gunung ini terputus akibat longsoran salju. Di cuaca yang begitu dingin di luar sana, butuh waktu setidaknya 1 minggu untuk kembali menfungsikan jalanan.

“Apakah kita terkurung di sini?!” Yuto terlihat ketakutan. Begitu juga dengan mimik wajah Hikari yang tak kalah gelisahnya.
“Bukannya saat kita berangkat ke sini tadi jalanan masih baik-baik saja?” Ryutaro bersuara. “Jangan-jangan semua ini memang ulah arwah Kei...”

================

Di ruangan yang sama setelah kedatangan Yabu sensei.

Daiki sambil menekuk kedua lututnya, menghidangkan minuman hangat dan beberapa kue ke atas meja untuk tuannya dan juga tamu-tamu yang datang.

“Kalian pasti sudah tau kenapa aku mengundang kalian ke sini,” sensei mulai bersuara dan kelima murid plus pemuda berlabelkan Yamada Ryosuke kini memperhatikannya dengan begitu serius.

“Maaf, sepertinya sebaiknya aku tidak turut mendengarkan pembicaraan kalian,” Ryosuke membungkuk sejenak dan detik selanjutnya ia melangkahkan kakinya menjauh dari pembicaraan antara guru dan murid itu. Ryutaro merespon cepat dengan suara lirih, “sukurlah jika kau sadar kalau kau tak pantas duduk di sini.”
Tak ada seorangpun yang mendengar ucapan Ryutaro barusan. Sejujurnya, pemuda itu teramat iri pada Ryosuke.
Iri...
Tapi buat apa ia iri pada orang yang baru saja dikenalnya??
Semua tahu jika Ryutaro menaruh hati pada Yuri. Tapi kenapa Yuri dengan begitu tiba-tiba mengumumkan bahwa dirinya sudah tunangan bahkan membawa serta tunangannya kemari? Pastilah itu begitu menyakitkan bagi Ryutaro.

================

Pemuda itu berdiri di teras rumah memandang butiran-butiran salju yang masih saja turun dengan cepatnya bagaikan rintik hujan yang mulai deras.

“Kenapa kau di sini? Di luar dingin lho...,” seseorang mengagetkan pemuda itu. Tapi kekagetannya itu tak berlangsung lama begitu menyadari suara barusan milik Daiki – pembantu di rumah ini.

“Kau yang bernama Daiki, kan? Perkenalkan, aku Yamada Ryosuke – tunangan Chinen Yuri,” pemuda itu mengulurkan tangannya dan Daikipun segera menjabat uluran tangan pemuda itu.
Daiki cukup tersipu. Baru kali ini ada orang yang mau menjabat tangan seorang babu seperti dirinya.

“Apa kau menyukai nona Yuri?” Daiki bertanya ragu-ragu.
“Ya, tentu saja. Bahkan aku rela mati demi dia dan rela melakukan apapun asal itu membuatnya bahagia,” Ryosuke menjawab yakin dengan senyum yang menghiasi ketampanan wajahnya.

Daiki sempat tertegun sejenak memandangi senyum Ryosuke itu. Kenapa ini... Ada suatu perasaan aneh yang menelusup.

“Ayo kutraktir minum soda...,” Daiki memberanikan diri tuk mengajak Ryosuke. Dan beruntungnya, Ryosuke mengiyakan ajakannya itu.

Keduanya melangkah beriringan menuju dapur. Ryosuke sempat berhenti sejenak memandangi beberapa baris botol soda yang ada di kulkas begitu Daiki membuka kulkas tadi.
“Kenapa ada sebanyak ini botol soda?” pemuda itu segera menyampaikan hasrat ingin taunya karena merasa cukup tidak wajar melihat pemandangan itu.
Daiki tersenyum, pemuda itupun segera memberi penjelasan. “Setelah bercakap-cakap, biasanya murid-murid tuan Yabu suka minum soda. Jadi aku sengaja menyiapkan banyak botol di sini agar bisa setiap saat diisi ulang dan beberapa tadi sudah aku isi lagi dengan soda.”

“Oh...,” respon Ryosuke paham sambil membuka tutup botolnya dan meneguk cairan di dalam botol itu.

Tap tap tap...
Seseorang dengan langkah buru-buru berjalan ke arah mereka.

Yuto...
Pemuda itu melangkah cepat dengan wajah yang begitu diselimuti ketakutan dan jelas ia tampak teramat pucat.

“Beri aku soda!!” ia memerintahkan dengan nada bergetar.

“Nakajima-san...”

“Cepat!!” ia membentak, dan Daikipun hanya bisa tersentak dan secepat mungkin mengambilkan permintaan pemuda yang kali ini sudah berdiri tak jauh dari tempatnya berpijak.

Yuto terlihat bergetar ketika menerima botol soda dari Daiki. Ia mengocok botol itu masih dengan tangan yang bergetar sementara wajahnya menyiratkan perhatiannya sedang tak sepenuhnya ada di situ.
Buru-buru ia meneguknya cepat. Minuman yang masih menggumpalkan soda itu segera habis diteguk pemuda itu.

“Nakajima-san... Anda baik-baik saja?” Daiki terlihat bertanya ragu karena merasa cukup kasian melihat wajah Yuto yang begitu pucat.

Tiba-tiba nafas pemuda itu terdengar terputus. Lehernya bagai tercekat mengiringi wajahnya yang membiru dengan begitu cepat.
“Woe... Kenapa dia?!” Ryosuke panik melihat kejadian yang begitu tiba-tiba itu.

Suara Ryosuke tadi membuat semua orang – minus Yabu sensei – buru-buru datang ke tempat itu.

“Kyaa...,” Hikari langsung histeris. Wajah orang yang begitu dikenalnya kini sudah terbaring tak bernyawa di lantai. Terbaring dengan wajah membiru dan mata mulut yang membuka lebar...
Mengerikan...

“Kutukan... Ini kutukan...,” Ryutaro bergumam. Pemuda itu jelas melihat nomer yang beberapa saat lalu menelepon Yuto tapi tak diangkatnya. Nomer hp Inoo Kei. Hal yang membuat Yuto begitu ketakutan hingga memutuskan untuk pamit sejenak dari pembicaraan mereka dengan Yabu sensei tadi.

Kutukan...

Ryutaro masih syok. Ia yang duduk di samping Yuto tadi benar-benar melihat jelas nama Inoo Kei terpampang ketika Yuto menerima panggilan. Dirinya yang masih belum sepenuhnya sadar, tiba-tiba dikagetkan dengan getaran handphone kepunyaannya. Tanpa pikir panjang, pemuda itu segera mengambil hp disakunya namun dengan tiba-tiba ia kaget dan melemparkan begitu saja hp itu menjauh darinya – terlempar membentur dinding dapur dan jatuh ke lantai...

Inoo Kei...
Memanggil...


TBC == To Be Continued
==================
Yak, ternyata korban kali ini adalah Nakajima Yuto. Selamat bagi yang sudah menerka dengan benar. Ada gak ya yang berpikir kalau Yuto adalah korban di part ini??
Bagi yang menjawab dengan benar, akan mendapatkan sebuah bingkisan kumpulan boxer Jump [hanya dalam mimpi]

Siap untuk pertanyaan part ini?

Question:
Siapakah korban selanjutnya? [lho kok pertanyaannya masih sama?!]

4 comments:

  1. Baca cerita ini jadi inget bagian cerita komik tantei gakuen Q. Ngomong2, aku suka bagian yamachii. Thx

    ReplyDelete
  2. Baca cerita ini jadi inget bagian cerita komik tantei gakuen Q. Ngomong2, aku suka bagian yamachii. Thx

    ReplyDelete

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers