Saturday 11 February 2012

Fanfic Aishiterukara - Hey! Say! JUMP Part 01

AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 1)

Author : Rin Fujiyama
Genre  : Romance
Cast    : HERE THEY ARE

Perhatikan marga mereka juga ^,^

Ryosuke Yamada as Ryosuke Yamada
Yuri Chinen as Yuri Nakajima
Kouta Yabu as Kouta Yamada
Yuto Nakajima as Yuto Nakajima
Yuya Takaki as Yuya Takaki
Hikaru Yaotome as Hikaru Mizuno
Ryutaro Morimoto as Ryutaro Tomomi
Keito Okamoto as Keito Okamoto

Ulan Fuchiko as Fuchiko Makihisa
Aina YRitsumohsj as Emi Kawaii
Dani Mattew as Zashiki Tomomi
Miemie Miavi as Mimiko Azukawa
Nandia Agustiana as Ayaka Mizuno
Nha SiiJumper as Yui Nakahara

Casting pemeran wanita menggunakan nama yang mereka pilih sendiri. Bagi readers yang kurang suka, dipersilakan untuk tidak membaca fanfic ini. Hehe ^,^

Bagi yang berkenan baca,
Douzo…

*****************
*****************
*****************

Dua insan manusia itu tengah bersantai di sebuah kursi taman di bawah rindangnya pohon beringin yang begitu teduh. Salah seorang di antaranya asik berbaring di pangkuan insan satunya dengan earset yang terpasang di kedua telinga anak laki-laki itu.

“Suasananya nyaman sekali, ya?!” Zashi merentangkan kedua tangannya merasakan hembusan angin yang berhembus begitu semilir menyejukkan hati.
“Woe… Denger gak sih?!” dipukulnya kepala anak laki-laki itu karena Zashi tak segera mendapatkan tanggapan dari adik yang tengah berbaring dipangkuannya.

“Melas nian sih jadi adik loe…,” dengan kata-kata gaul, anak laki-laki itu segera berdiri dan membentak kakaknya karena tidak terima kepalanya dijitak.
“Pantas saja tidak ada laki-laki yang mau sama kamu, dasar nenek lampir…,” tambahnya yang segera diikuti dengan langkah kakinya yang cepat, lari menjauh dari kakaknya itu.

Sang kakakpun langsung sakit hati dan dengan segera ia mengejar adik semata wayang yang sebenarnya sangat ia sayangi itu. “Ryutaro… Awas kau kalau tertangkap…,” teriaknya masih tetap mengejar saudaranya yang sudah jauh meninggalkannya.

*****************

Pagi hari di Heisei Gakuen.

“Yuri… Chotto…,” Yuto tersandung saat berlari mengejar saudaranya. Wajahnya tepat menghantam benda hangat yang berada di tanah tempatnya jatuh. Dari belakang, seorang gadis tak kalah terburu-buru terlihat sedang mengejar seseorang. “Ayaka… Tunggu aku…,” Yui berlari ke arah gadis yang sudah lebih dulu memasuki gerbang sekolah. Naas nasibnya saat ujung kakinya menghantam batu yang terpaku kuat di tanah sehingga membuatnya tersandung dan menimpa Yuto. Batu yang sama yang membuat Yuto akhirnya tersungkur.

“Yui…!! Kau tak apa?!” Ayaka segera membantu sahabat yang dikenalnya sejak SMP itu tuk berdiri.
Yuipun segera berdiri dan memeriksa apakah ada luka ditubuhnya dan ternyata ia tak menemukannya. “Gak nyangka tanahnya empuk,” dengan polosnya Yui mengatakan itu sementara Ayaka memandang iba pada sosok pemuda jangkung yang masih terbaring di tanah.

“WUAAA…”

Lelaki jangkung itu segera bangun, berjalan, dan berdiri di depan Yuri. “Lihat wajahku ini, Yuri!!” Yuto menangis sambil menunjuk-nunjuk kotoran anjing yang tengah menempel di wajahnya.

“Segera pergi ke kamar mandi dan bersihkan wajahmu itu!! Menjijikkan…,” respon Yuri dingin dan iapun langsung berjalan meninggalkan Yuto begitu saja dan Yutopun sudah sepantasnya langsung mengejar anak bertubuh mungil itu. “Antarkan aku ke kamar mandi!” rengek Yuto namun ia tak mendapat respon apapun dari Yuri yang masih saja berjalan tanpa menghiraukan dirinya yang sebenarnya mereka adalah saudara kandung.

Ayaka masih terpaku diam memandang dua sosok pemuda yang tengah berlalu pergi dari pandangannya. “Ayaka… Sadar… Kau tak kan pernah bisa mendapatkan balasan darinya,” Yui segera menyadarkan sahabat itu karena ia tahu pikiran apa yang tengah ada di kepala Ayaka.
“Kau benar, Yui… Tapi tetap saja aku masih belum bisa menghilangkan perasaan sukaku padanya,” Ayaka terlihat murung.

“Biarpun Yuto anak yang polos, tetap saja dalam dirinya mengalir darah Yakuza. Kita bisa kena masalah jika berhubungan dengan mereka.” Yui mencoba menentramkan perasaan sahabatnya yang masih tertunduk lesu menyesali keadaan.

*****************

Jam pertama di atap sekolah…

“Masa kita bolos lagi hari ini?!” Ryutaro mengajukan protes pada salah seorang pemuda yang tengah merentangkan kedua lengannya dengan mata terpejam merasakan hantaman sang angin yang menerpa tubuhnya dengan begitu lembut.

“Jangan ganggu dia, Ryutaro!!” Yuri menatap tajam ke arah Ryutaro yang membuat pemuda dengan tinggi 172 cm itu langsung menghentikan protesnya karena memahami maksud Yuri.
Sementara Yuto yang sebenarnya juga ingin memprotes, dengan wajah bingungnya tak tahu mesti mengatakan apa karena takut dipelototi saudara kandungnya itu.

Tiba-tiba terdengar suara pintu atap yang tengah dibuka dari sisi satunya. Sosok siswi berseragam sama dengan pemuda tadi kini sudah berdiri di tempat yang sama sembari menutup pintu. Sepertinya gadis itu belum menyadari keberadaan empat pemuda di atap ini.

“Aish… Malas nian mengikuti pelajaran. Aku sangat benci sekolah…,” gadis itu mengumpat sendiri sambil menendangi drum besar berisikan air yang tersalurkan ke seluruh gedung sekolah ini.

“Lalalala… Aishiteru…,” gadis itu ikut melantunkan lagu yang tengah didengarnya dari earset yang menempel di telinganya. Dengan bebasnya sang gadis ikutan bergoyang ala Keong Racun sampai ia menyadari empat pasang mata yang tengah memandang diam ke arahnya dengan tatapan yang begitu sangar.

Deegg…
Hening…

“Gomenasai… Fuchiko Makihisa desu,” gadis itu langsung membungkukkan badan dan dengan cepatnya ia segera meninggalkan atap itu karena ia sebegitu malunya mempertunjukan tarian yang tak layak dilihat orang lain, yang mungkin layak jika ia melakukan harakiri.

Seketika setelah menutup pintu, sang gadis segera membalikkan badan dan bersiap melangkahkan kakinya secepat mungkin menjauh dari tempat yang baru saja membuatnya merasa teramat malu.
Karena terburu-buru, ia tak menyadari keberadaan pemuda lain yang tanpa sepengetahuannya telah ditabraknya hingga jatuh terguling di tangga yang hampir saja merenggut nyawa pemuda itu.

“Kau tak apa?!” Chiko panik dan dengan segera membantu si pemuda. Namun pemuda jangkung di hadapannya segera berjalan kembali menuju atap tanpa menghiraukan gadis yang tengah sebegitu takutnya jika ternyata pemuda tadi memang terluka karena kesalahannya.

Chiko masih memandang lekat ke arah pintu atap yang masih terbuka karena pemuda yang baru saja naik tadi belum sempat menutupnya kembali.

“Ryosuke!! Sudah berapa kali ku bilang… Jangan buat ulah lagi!!” suara teriakan pemuda barusan terdengar jelas di telinga Chiko.

“Duh… Bukan urusanku. Mending aku kembali ke kelas saja deh…,” batin gadis itu dan segera berlari menuruni tangga.

“Tapi…”
Gadis itu menghentikan langkahnya.

“Mereka tadi kakkoi banget… >,<” wajahnya langsung memerah  mengingat pemilik empat pasang mata yang tadi sempat menatapnya, apalagi yang rambutnya merah terang tadi… aduhai…

Beberapa saat kemudian kesadaran si gadis sudah kembali 100% dan insan polos itupun segera melanjutkan langkahnya menuju ruang kelas yang sebenarnya belum ia ketahui letaknya di mana karena ia baru mulai masuk SMA ini sebagai siswa pindahan.

*****************

BRAAAKK…

Pria separuh baya itu menghantamkan kedua tangannya dengan begitu keras pada meja di depannya.
“Lagi-lagi mereka berempat bolos?!” wajah guru itu terlihat begitu murka.

Tok tok tok …
Seseorang mengetuk pintu ruangan itu.

“Masuk!!” sensei yang masih dalam kondisi marah itupun dengan nada galak mempersilakan orang yang mengetuk pintu tadi untuk masuk.

Seorang siswa memasuki ruangan itu. Ia kelihatan sangat percaya diri.
“Kamu rupanya! Sini!!” dengan senyuman, sensei itu mengisyaratkan pada siswa yang baru saja masuk untuk menuju ke arahnya.

“Anak-anak, ini ada siswa baru,”

“Watashiwa Fuchiko Makihisa desu. Yoroshiku…,” perkenalan yang begitu pendek itu membuat siswa lainnya sedikit tercengang.
“He, sensei… Di mana tempat dudukku?” tanyanya pada guru di hadapannya yang beberapa centi lebih pendek darinya.

Tapi Chiko melihat beberapa tempat duduk yang masih kosong dan langsung duduk di salah satunya tanpa menunggu guru menunjukkan tempat semestinya yang harus ia duduki.

“WUUHH…”

Kata itu terlontar dari semua siswa begitu anak baru itu duduk di kursinya.
“Makihisa, lebih baik kau segera pindah ke tempat duduk yang lain,” sensei terlihat begitu tegang saat Makihisa duduk di kursi paling belakang yang bersebelahan dengan jendela.

“Tidak!! Aku suka duduk di sini!!” jawabnya dengan nada penuh keyakinan.

“Tapi kursi itu…,” kalimat si guru terputus begitu melihat empat pemuda yang baru saja masuk ke ruang kelas ini.
Seketika suasana menjadi hening. Bahkan suara angin yang berhembus lembutpun bisa terdengar dengan begitu jelasnya.

“Mereka kan empat pemuda yang di atap tadi…,” batin Chiko.
Dilihatnya keempat pemuda yang kakkoi itu berjalan ke arahnya. Si rambut pirang berjalan paling depan.

“Pergi dari tempat dudukku!!” satu kalimat terlontar dengan nada begitu dingin dan tatapan mata yang bisa langsung mematikan bagi siapa saja yang memandangnya.

Chiko tak berani mengangkat kepalanya. Iapun segera berdiri dan pindah ke tempat duduk yang lain dengan langkah yang begitu berat karena kakinya tengah gemetar hebat saking takutnya.


“Itu tempat dudukku,” kini pemuda yang paling pendek yang mengajukan protes karena gadis itu duduk di kursinya.
“Ya udah!! Kamu duduk saja di sebelahku!” Chiko mulai mendapatkan kembali keberaniannya.
Tiba-tiba pemuda yang paling jangkung membungkuk dan menatap wajah Chiko dengan begitu lekat dan jarak yang begitu dekat. “Sebelahnya itu tempat dudukku…,” bentak Yuto menggelegar yang sukses membuat rambut Chiko yang panjang itu kini porak poranda bagai baru saja di terpa torpedo.

BRAAKK…

“Jadi aku duduk di mana?! …” Chiko sudah tak lagi bisa menahan diri dan akhirnya menghantamkan kedua tangannya ke meja dengan begitu kuat dan berbalik membentak Yuto.

Keempat pemuda itu akhirnya berdiri tepat di hadapan Chiko. Tentu saja pemuda pirang yang berdiri paling depan dan tiga lainnya berdiri di belakangnya.

Chiko memalingkan wajahnya. Ia tak memiliki keberanian untuk menatap wajah pemuda pirang yang tengah berdiri kurang dari setengah meter di hadapannya. Padahal biasanya ia tak memiliki rasa takut pada siapapun. Tapi kini……



To Be Continue………..

*******************************
Sulit sekali menulis fanfic ini karena casting wanitanya cukup banyak.
Bagi yang belum kebagian adegan di part ini, ditunggu selanjutnya ya…
Jika tak suka, protes saja ^,^

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers