BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Tahun 1997 sampai dengan tahun
1998 merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan Indonesia .
Rupiah terpuruk ditelan dolar, yang semakin hari semakin melambung tinggi.
Sementara dalam sistem perbankan, kasus terlikuidasinya dan pembekuan operasi
bank sering kali terjadi.
Kondisi sekarang ini
mengingatkan kita pada tulisan Helmut Schmidt, bahwa “ekonomi dunia tengah
memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali
tidak menentu”. Sehingga upaya penyembuhan selalu diupayakan. Walaupun proses
penyembuhan sedang berlangsung, berbagai ketidakpastian masih saja
membayang-bayangi.
Krisis tersebut semakin
memperihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai
bentuk ketidakadilan sosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran,dan
ketidakmampuan beberapa negara berkembang untuk membayar kembali utang mereka.
B.
RUMUSAN MASALAH
Keseriusan problem ekonomi yang
terjadi menunjukkan bahwa pasti ada sesuatu yang salah secara mendasar. Apa
yang salah itu?
Solusi terhadap permasalahan
ekonomi dan moneter yang terjadi di dunia maupun di Indonesia , harusnya tidak hanya
melakukan pengobatan yang hanya sekedar mengoleskan obat gosok. Jika demikian,
hanya akan melenyapkan krisis untuk sementara. Dalam waktu yang tidak lama,
akan timbul lagi masalah yang bahkan akan lebih serius.
Upaya mencapai kepuasan diri
melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah menjadi ciri pokok
kehidupan di seluruh dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP UANG, BUNGA,
RIBA DAN QIRAD
1.
Konsep Uang
a.
Uang dalam konsep ekonomi
konvensional
Uang berkembang
seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Mulanya uang berbentuk barang
komoditas atau barang barter, kemudian berevolusi ke dalam bentuk mata uang,
baik dalam bentuk logam maupun kertas. Meskipun demikian keduanya disahkan dan
diakui sebagai alat pembayaran. Dengan adanya uang sebagai alat tukar, maka
kegiatan ekonomi (jual beli, tukar menukar) menjadi lebih mudah dilaksanakan.
Dengan kata lain, uang muncul sebagai terobosan untuk menghilangkan
kesukaran-kesukaran yang diakibatkan proses transaksi dengan sistem barter.
Untuk itulah orang menciptakan uang. Menurut teori ekonomi konvensional, uang
dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum dan dari sisi fungsi. Secara
hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang.
Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang, jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat
digunakan sebagai alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang
adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat
dijadikan sebagai alat tukar menukar (medium of exchange) dan penyimpan
nilai (store of value). Ini adalah pendapat Fisher dan Cambridge . Sementara Keynes mengatakan, bahwa
uang berfungsi sebagai alat untuk (1) transaksi, (2) spekulasi dan (3)
jaga-jaga (precautionary).
Hadirnya uang dalam
sistem perekonomian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya
berkaitan dengan kebijakan-kebijakan moneter. Pada umumnya analisis ekonomi
suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang yang beredar. Samuelson
mengatakan bahwa banyak ekonom percaya bahwa perubahan jumlah uang beredar
dalam jangka panjang terutama akan menghasilkan tingkat harga, sedangkan
dampaknya terhadap output real, adalah sedikit atau bahkan tidak ada.
b.
Uang dalam konsep ekonomi Islam
Sebagai perbandingan
dengan teori ekonomi konvensional kapitalisme Islam membicarakan uang sebagai
sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan.
Mengapa uang berfungsi? Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda
yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak
bisa dijual atau dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah
SAW, bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang
tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda bernilai
lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya. Efeknya adalah mencegah
bunga uang yang masuk ke sistem ekonomi melalui cara yang tidak diketahui.
Di dalam ekonomi
Islam uang bukanlah modal. Sementara ini kita kadang salah kaprah menempatkan
uang. Uang kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah barang
khalayak (masyarakat luas / public goods). Uang, bukan barang monopoli
seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara.
Sementara modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow
concept sementara modal adalah stock concept.
Secara definisi uang
adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan penyimpanan nilai semua barang. Dengan
adanya uang maka dapat dilakukan proses jual beli hasil produksi. Dengan uang
hasil penjualannya itu, ia dapat membeli
barang-barang keperluannya. Jika dengan sengaja orang menumpuk uangnya atau
tidak dibelanjakan berarti uang tersebut tidak beredar. Hal ini sama artinya
dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli produk-produk di pasaran.
Jadi proses jual beli tidak dapat dipisahkan dengan uang.
c.
Fungsi Uang
Secara umum, fungsi
uang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
v Uang sebagai alat tukar
Fungsi uang sebagai
alat tukar sebenarnya memisahkan fungsi yang berkaitan dengan keputusan membeli
dengan keputusan menjual. Uang sebagai alat tukar-menukar dapat menghilangkan
kesamaan keinginan antara pembeli dan penjual sebelum terjadinya pertukaran.
Kesamaan keinginan harus ada lebih dahulu untuk terjadinya tukar-menukar barang
dengan barang (barter). Dengan adanya uang, maka tidak akan terjadi kesamaan
keinginan untuk melakukan pertukaran. Dengan demikian, proses pertukaran
berubah: barang ditukar dengan uang, atau dengan uang dapat membeli barang
lain.
v Uang sebagai satuan pengukur nilai
Dengan adanya uang,
nilai suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan. Seorang dapat mengukur
nilai suatu mobil atau rumah dengan satuan uang, seperti rupiah, dolar, dan
sebagainya.
v Uang sebagai alat penimbun / penyimpan kekayaan
Harta kekayaan
seseorang dapat berupa barang atau uang. Dengan demikian, orang dapat menyimpan
kekayaannya dalam bentuk uang kas atau surat-surat berharga.
Sedangkan fungsi
uang dalam pandangan Islam, dibagi menjadi dua, yaitu:
1)
Money as flow concept
Uang adalah sesuatu
yang mengalir. Sehingga uang diibaratkan seperti air. Jika di sungai itu
mengalir, maka air tersebut akan bersih dan sehat. Jika air berhenti (tidak
mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk dan berbau. Demikian
halnya dengan uang. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan
kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat. Sementara, jika uang ditahan maka
dapat menyebabkan macetnya roda perekonomian, sehingga dapat menyebabkan krisis
atau penyakit-penyakit ekonomi lainnya. Dalam ajaran Islam, uang harus diputar
terus sehingga dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang
perlu digunakan untuk investasi di sektor riil. Jika uang disimpan tidak
diinvestasikan kepada sektor riil, maka tidak akan mendatangkan apa-apa.
Penyimpanan uang yang telah mencapai haulnya, menurut ajaran Islam, akan
dikenai zakat.
2)
Money as public goods
Uang adalah barang
untuk masyarakat banyak. Bukan monopoli perorangan. Sebagai barang umum, maka
masyarakat dapat menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh sebab
itu, dalam tradisi Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab kegiatan menumpuk
uang akan menganggu orang lain menggunakannya. Dari gambaran uang sebagai air
yang mengalir dan uang sebagai barang publik, akhirnya dapat disimpulkan, bahwa
ada perbedaan antara modal dengan uang. Kaitan antara uang dengan modal ini
dapat dikiaskan antara kendaraan dengan jalan. Kendaraan adalah barang/milik
pribadi. Jalan adalah barang/milik umum. Jadi, modal adalah milik pribadi dan
uang adalah milik umum. Dengan demikian, kenyamanan berkendaraan akan
didapatkan jika kendaraan tersebut
berjalan di atas jalan raya. Dengan kata lain, hanya dengan modal yang
diinvestasikan ke sektor riil-lah yang akan mendatangkan pendapatan (berupa
uang).
2.
Konsep Bunga dan Riba
a.
Pengertian bunga
Bunga merupakan terjemahan
dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus
dinyatakan, bahwa "interest is a charge for a financial loan, usually a
precentage of the amount loaned". Bunga adalah tanggungan pada
pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang
dipinjamkan. Pendapatan lain menyatakan interest yaitu sejumlah uang
yang dibayar atau dikalkulasi untuk
penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau
persentase modal yang bersangkutan paut dengan itu yang dinamakan suku bunga
modal."
Sedangkan kata riba
berarti; bertumbuh, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks
riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak
dibenarkan syara', apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah
banyak seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Riba sering diterjemahkan
orang dalam bahasa Inggris sebagai "usury" yang artinya "the
act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest"
sementara para ulama fiqh mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam
suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya. Maksud dari pernyataan ini
adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang
yang harus diberikan terutang kepada pemilik utang pada saat utang jatuh tempo.
Aktivitas semacam ini, berlaku luas di kalangan masyarakat Yahudi sebelum
datangnya Islam, sehingga masyarakat Arabpun sebelum dan pada masa awal Islam
melakukan muamalah dengan cara tersebut.
Oleh karena itu,
apabila kita menarik pelajaran masyarakat barat, terlihat jelas bahwa "interest"
dan "usury" yang kita kenal saat ini pada hakekatnya adalah
sama. Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam persentase. Istilah "usury"
muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa
harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun setelah
mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena
hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan
penawaran.
b.
Macam-macam riba
Ulama fiqh membagi
riba menjadi dua macam, yaitu riba fadl dan riba an-nasi'ah. Riba fadl adalah
riba yang berlaku dalam jual beli yang didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan
"kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan
ukuran syarak." Yang dimaksud ukuran syarak adalah timbangan atau ukuran
tertentu. Misalnya, satu kilogram beras dijual dengan satu sepertempat
kilogram. Kelebihan 1/4 kilogram tersebut disebut riba fadl. Jual beli semacam
ini hanya berlaku dalam barter.
Riba an-nasi'ah adalah
kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal
ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba,
ternyata orang yang berutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya, maka
waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
c.
Larangan riba
Kajian tentang
larangan riba di dalam pandangan Islam, telah jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an
( 2 : 278 ). Larangan tersebut dilatar belakangi suatu peristiwa atau asbabun
nuzulnya ayat yang dinyatakan: "dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa
turunnya ayat 278 – 279 ( QS : 2) berkenaan dengan pengaduan Bani Mughirah
kepada Gubernur Mekah, yaitu 'Attab bin As-syad tentang utang-utangnya yang
beriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Banu 'Amr bin 'Auf dari suku
Tsaqif. Bani Mughrirah berkata kepada "Attab bin As-yad: "kami adalah
manusia yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih membayar
riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena mentaati hukum
penghapusan riba". Maka berkata Banu 'Amr: "kami minta penyelesaian
atas tagihan riba kami". Maka Gubernur 'Attab menulis surat kepada Rasulullah Saw. Yang dijawab oleh
Nabi Saw sesuai dengan ayat 278 – 279 : "Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman; "maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Dari peristiwa ini,
jelas bahwa setelah datangnya hukum yang tidak memperbolehkan praktik riba,
baik dalam bentuk besar, maupun kecil, maka praktik tersebut segera harus
berhenti dan dinyatakan telah berakhir. Sementara ada pendapat yang menyatakan
bahwa ayat ini turun dengan kaitan kasus Abbas bin Abdul Muthalib dan Khalid
bin Walid, dua orang yang berkongsi usaha pada zaman Jahiliyah.
3.
Qirad
Qirad merupakan
suatu perjanjian pinjaman usaha, dimana pemilik modal memberikan kepercayaan
atas barang / investasi yang ia miliki kepada seseorang yang ditunjuk sebagai
agen dalam menjalankan usahanya. Pinjaman usaha ( qirad ) bukanlah pinjaman
uang dalam suatu jangka waktu terbatas tanpa adanya kejelasan investasi /
usaha, melainkan suatu pinjaman yang digunakan untuk mendirikan suatu bentuk
usaha tertentu.
Perjanjian
pinjaman usaha dalam qirad menyatakan secara jelas identitas orang yang menjadi
agen atau pemilik baru dan siapa yang bertanggung jawab penuh atas suatu
investasi/usaha. Maka dari itu pinjaman tidak dapat dilakukan melalui perantara
mayoritas atau sekelompok orang yang menjadi pemilik tunggal, dimana keberadaan
pemilik modal minoritas menjadi terabaikan, sehingga dari waktu ke waktu,
pemilik modal minoritas harus melaksanakan keputusan pemilik modal mayoritas
walaupun pemilik modal minoritas tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Maka
dapat diambil kesimpulan, bahwa jika seseorang ingin
berinvestasi/berusaha/berdagang, maka:
1. Ia
harus mengetahui segala sesuatu mengenai usaha yang berhubungan dengan
investasinya (sesuai dengan kondisi awal yang diketahui secara masuk akal oleh
tiap pihak, dan kondisi yang diinginkan secara lengkap).
2. Jika
seseorang atau sekelompok orang dapat mengambil suatu keputusan untuk
dilaksanakan oleh suatu bentuk usaha maka ia adalah pemilik (atau
mitra-pemilik), dimana jelas, dan hanya para pemiliklah yang dapat memutuskan
sesuatu bagi usaha yang ia miliki.
3. Dalam
setiap kemitraan, para pemilik memiliki hak dan status yang sama (pemenuhan
atas perjanjian yang telah disetujui bersama) walaupun tugas yang dilakukan
oleh masing-masing pemilik berbeda dalam usaha ini (pembagian hasil keuntungan
akan dilaksanakan secara proporsional).
4. Jika
dalam suatu perjanjian mengakibatkan hilangnya hak pemilik modal untuk ikut
mengatur usaha tersebut, maka dalam perjanjian tersebut telah terjadi pengambil
alihan secara paksa hak kepemilikan dari pemilik modal.
B.
KEBIJAKAN MONETER
Untuk mencapai atau
menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya otoritas moneter
harus melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Bukan hanya itu, otoritas
moneter biasanya mempercayai bahwa uang bukanlah suatu selubung yang sederhana.
Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi
riil. Jadi kebijakan moneter merupakan instrumen penting dari kebijakan publik
dalam sistem ekonomi modern. Hal ini juga benar (berlaku) dalam sistem ekonomi
Islam, akan tetapi perbedaan mendasarnya adalah terletak pada tujuan dan
larangan bunga dalam Islam.
1.
Tujuan kebijakan moneter
Tujuan kebijakan
moneter secara umum adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang
tingg. Sedangkan tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
a. Membantu mencapai tujuan
strategis negara.
b. Mencapai keseluruhan
tujuan ekonomi, yaitu:
1) Mengembangkan sektor
ekonomi yang diprioritaskan
2) Mengurangi inflasi
c. Berusaha mencapai
distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang wajar.
d. Melanjutkan Islamisasi sistem
perbankan dan meningkatkan image bank Islam sebagai bank yang komprehensif dan
memberikan layanan penuh.
e. Menjamin bahwa kredit
yang tidak sehat akan diselesaikan oleh bank sesuai dengan aturan perbankan
yang berlaku.
f. Mendorong tegaknya dan
pengembangan portofolio kredit.
2.
Instrumen Kebijakan Moneter
Tidak satupun
instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini, diberlakukan pada masa
awal periode Islam. Karena minimnya sistem perbankan dan karena penggunaan uang
sebagai alat tukar, tidak ada alasan untuk melakukan perubahan penawaran uang.
Alat/instrumen yang
dipergunakan pada saat ini untuk mengatur jumlah uang beredar adalah dengan
jual beli surat
berharga (operasi pasar terbuka). Sudah jelas bahwa pasar terbuka ini tidak ada
dalam sejarah perekonomian Islam pada awal perkembangannya. Metode kedua yang
juga saat ini digunakan adalah menaikkan atau menurunkan tingkat bunga bank.
Tingkat bunga ini tidak diterapkan karena adanya larangan yang berkenaan dengan
riba dalam Islam.
Kecuali itu, sistem
yang ditetapkan pemerintah menyangkut konsumsi, tabungan, investasi dan
perdagangan telah menciptakan isntrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan
moneter. Pada satu sisi sistem ini menjamin keseimbangan uang dan barang. Pada
sisi lain adalah untuk mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain
menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat. Lagi pula, adanya
imbalan pahala untu usaha dan bentuk kegiatan
ekonomi lainnya, serta partisipasi dari para sahabat Rasulullah dalam
perdagangan dan pertanian, telah menambah nilai dari kegiatan ini di mata kaum
muslimin. Al-Qur'an menggambarkan perhatian kaum muslimin dalam penggunaan
sumber daya yang telah disediakan oleh Allah SWT, sehingga memperluas pandangan
kaum muslim untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Hal ini lebih
memotivasi mereka untuk berpartisipasi mereka untuk berpartisipasi dalam
kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal yang
tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui infaq dan waqaf.
3.
Implikasi Pembangunan Kebijakan
Moneter
Implikasi pembangunan
kebijakan moneter dapat dibagi menjadi dua kategori besar. Menurut Sadeq
dijelaskan:
Kategori pertama
merupakan akibat pengaruh dari penghapusan bunga sebagai instrumen kebijakan
moneter dan sebagai harga modal. Kebijakan ekonomi yang bersifat mandat dalam
moneter dan keuangan pada pemerintah Islam adalah melarang atau menghapus bunga
dari sistem keuangan dengan ispirasi perbankan yang berdasarkan bunga, dan
melakukan transformasi kepada keseluruhan sistem perbankan secara menyeluruh
bebas dari bunga.
Keterbatasan bunga
dalam suatu investasi adalah tidak mampu menghasilkan full potential. Sebagai
contoh, jika tingkat bunga adalah x%, investasi dari dana yang dipinjam hanya
dapat menghasilkan sebesar x% marginal efficiency of capital (MEC).
Selanjutnya, investasi itu secara tidak langsung menunjukkan MEC lebih rendah
daripada x%, jikalau tingkat bunga itu masih sebesar x%, dan investasi
selanjutnya akan menambah biaya bunga lebih daripada laba. Sebaliknya, investasi
yang dilakukan pada bank yang berbasis pada penyertaan dapat menghasilkan MEC
nol, sebab laba akan dibagikan berdasarkan rasio bagi hasil antara bank dengan
nasabah (entrepreneur). Entrepreneur dan bank akan memperoleh laba positif
sampai dengan MEC nol, sebab tidak ada biaya bunga. Hal ini akan memiliki
pengaruh positif pada penyerapan tenaga kerja, ouput, pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan ekonomi.
Pandangan yang kedua
adalah pada stabilitas nilai uang, sebagai target akhir. Para
ahli ekonomi Muslim cenderung secara ketat merekomendasikan dalam perbaikan
stabilitas nilai uang dengan menggunakan semua instrumen kebijakan moneter yang
seefektif mungkin. Secara rasional, jatuhnya nilai uang akan menyebabkan
ketidakadilan dan inflasi. Oleh karena itu, solusi Islam dalam hal ini adalah
memberikan pembiayaan qardul hasan, sehingga akan membuat stabil nilai uang.
Pembiayaan dengan
sistem qardul hasan merupakan penyaluran uang di jalan Allah. Allahlah yang
akan memberikan balasan. Penerapan sistem ini berbeda dengan penerapan
pembiayaan di bank konvensional yang lebih mengutamakan memperoleh keuntungan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan
penyimpanan nilai semua barang. Uang berfungsi sebagai alat tukar, satuan
pengukur nilai, dan alat penimbun / penyimpan kekayaan. Sedangkan dalam ekonomi
Islam, uang adalah sebagai flow concept dan public goods.
Bunga dan riba sebenarnya berbeda. Bunga adalah
tanggungan pada pinjaman uang, sedangkan riba adalah tambahan uang atas modal
yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’. Riba dibagi menjadi
dua yaitu riba fadl dan riba an-nasi’ah.
Qirad merupakan suatu perjanjian pinjaman usaha, dimana
pemilik modal memberikan kepercayaan atas barang / investasi yang ia miliki
kepada seseorang yang ditunjuk sebagai agen dalam menjalankan usahanya.
Tujuan dari kebijakan moneter pada umumnya adalah untuk
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Instumen kebijakan moneter
yang digunakan pada saat ini untuk mengatur jumlah uang beredar adalah dengan
jual beli surat
berharga (operasi pasar terbuka).
B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa ada
kekurangan-kekurangan yang masih memerlukan perbaikan. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dari pembaca demi membuat makalah ini lebih baik.
Saran-saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini berguna
bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai
bahan referensi dalam memecahkan suatu masalah.
DAFTAR
PUSTAKA
Abu Sura’I Abdul
Hadi, Bunga Bank dalam Islam,
diterjemahkan oleh M. Thalib, Surabaya :
Al-Ikhlas.
Internet, Muslim News for Nusantara, Minggu, 5
Agustus 2007.
Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi
Islam, Yogyakarta : Salemba Empat, 2002.
Nopirin, Ekonomi Moneter, Buku I, Edisi ke-4, Yogyakarta : BPFE, 1998.
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^