Thursday 9 February 2012

Ekonomi Kebijakan Moneter

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 merupakan tahun badai dalam sistem moneter dan perbankan Indonesia. Rupiah terpuruk ditelan dolar, yang semakin hari semakin melambung tinggi. Sementara dalam sistem perbankan, kasus terlikuidasinya dan pembekuan operasi bank sering kali terjadi.
Kondisi sekarang ini mengingatkan kita pada tulisan Helmut Schmidt, bahwa “ekonomi dunia tengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa mendatang sama sekali tidak menentu”. Sehingga upaya penyembuhan selalu diupayakan. Walaupun proses penyembuhan sedang berlangsung, berbagai ketidakpastian masih saja membayang-bayangi.
Krisis tersebut semakin memperihatinkan karena adanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidakadilan sosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran,dan ketidakmampuan beberapa negara berkembang untuk membayar kembali utang mereka.

B.     RUMUSAN MASALAH
Keseriusan problem ekonomi yang terjadi menunjukkan bahwa pasti ada sesuatu yang salah secara mendasar. Apa yang salah itu?
Solusi terhadap permasalahan ekonomi dan moneter yang terjadi di dunia maupun di Indonesia, harusnya tidak hanya melakukan pengobatan yang hanya sekedar mengoleskan obat gosok. Jika demikian, hanya akan melenyapkan krisis untuk sementara. Dalam waktu yang tidak lama, akan timbul lagi masalah yang bahkan akan lebih serius.
Upaya mencapai kepuasan diri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah menjadi ciri pokok kehidupan di seluruh dunia.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONSEP UANG, BUNGA, RIBA DAN QIRAD
1.      Konsep Uang
a.      Uang dalam konsep ekonomi konvensional
Uang berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Mulanya uang berbentuk barang komoditas atau barang barter, kemudian berevolusi ke dalam bentuk mata uang, baik dalam bentuk logam maupun kertas. Meskipun demikian keduanya disahkan dan diakui sebagai alat pembayaran. Dengan adanya uang sebagai alat tukar, maka kegiatan ekonomi (jual beli, tukar menukar) menjadi lebih mudah dilaksanakan. Dengan kata lain, uang muncul sebagai terobosan untuk menghilangkan kesukaran-kesukaran yang diakibatkan proses transaksi dengan sistem barter. Untuk itulah orang menciptakan uang. Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum dan dari sisi fungsi. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang, jika ada aturan atau  hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat tukar menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah pendapat Fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, bahwa uang berfungsi sebagai alat untuk (1) transaksi, (2) spekulasi dan (3) jaga-jaga (precautionary).
Hadirnya uang dalam sistem perekonomian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya berkaitan dengan kebijakan-kebijakan moneter. Pada umumnya analisis ekonomi suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang yang beredar. Samuelson mengatakan bahwa banyak ekonom percaya bahwa perubahan jumlah uang beredar dalam jangka panjang terutama akan menghasilkan tingkat harga, sedangkan dampaknya terhadap output real, adalah sedikit atau bahkan tidak ada.
b.      Uang dalam konsep ekonomi Islam
Sebagai perbandingan dengan teori ekonomi konvensional kapitalisme Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan. Mengapa uang berfungsi? Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa dijual atau dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW, bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya. Efeknya adalah mencegah bunga uang yang masuk ke sistem ekonomi melalui cara yang tidak diketahui.
Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Sementara ini kita kadang salah kaprah menempatkan uang. Uang kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah barang khalayak (masyarakat luas / public goods). Uang, bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept.
Secara definisi uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan penyimpanan nilai semua barang. Dengan adanya uang maka dapat dilakukan proses jual beli hasil produksi. Dengan uang hasil  penjualannya itu, ia dapat membeli barang-barang keperluannya. Jika dengan sengaja orang menumpuk uangnya atau tidak dibelanjakan berarti uang tersebut tidak beredar. Hal ini sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli produk-produk di pasaran. Jadi proses jual beli tidak dapat dipisahkan dengan uang.
c.       Fungsi Uang
Secara umum, fungsi uang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
v  Uang sebagai alat tukar
Fungsi uang sebagai alat tukar sebenarnya memisahkan fungsi yang berkaitan dengan keputusan membeli dengan keputusan menjual. Uang sebagai alat tukar-menukar dapat menghilangkan kesamaan keinginan antara pembeli dan penjual sebelum terjadinya pertukaran. Kesamaan keinginan harus ada lebih dahulu untuk terjadinya tukar-menukar barang dengan barang (barter). Dengan adanya uang, maka tidak akan terjadi kesamaan keinginan untuk melakukan pertukaran. Dengan demikian, proses pertukaran berubah: barang ditukar dengan uang, atau dengan uang dapat membeli barang lain.
v  Uang sebagai satuan pengukur nilai
Dengan adanya uang, nilai suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan. Seorang dapat mengukur nilai suatu mobil atau rumah dengan satuan uang, seperti rupiah, dolar, dan sebagainya.
v  Uang sebagai alat penimbun / penyimpan kekayaan
Harta kekayaan seseorang dapat berupa barang atau uang. Dengan demikian, orang dapat menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang kas atau surat-surat berharga.


Sedangkan fungsi uang dalam pandangan Islam, dibagi menjadi dua, yaitu:
1)      Money as flow concept
Uang adalah sesuatu yang mengalir. Sehingga uang diibaratkan seperti air. Jika di sungai itu mengalir, maka air tersebut akan bersih dan sehat. Jika air berhenti (tidak mengalir secara wajar) maka air tersebut menjadi busuk dan berbau. Demikian halnya dengan uang. Uang yang berputar untuk produksi akan dapat menimbulkan kemakmuran dan kesehatan ekonomi masyarakat. Sementara, jika uang ditahan maka dapat menyebabkan macetnya roda perekonomian, sehingga dapat menyebabkan krisis atau penyakit-penyakit ekonomi lainnya. Dalam ajaran Islam, uang harus diputar terus sehingga dapat mendatangkan keuntungan yang lebih besar. Untuk itu uang perlu digunakan untuk investasi di sektor riil. Jika uang disimpan tidak diinvestasikan kepada sektor riil, maka tidak akan mendatangkan apa-apa. Penyimpanan uang yang telah mencapai haulnya, menurut ajaran Islam, akan dikenai zakat.
2)      Money as public goods
Uang adalah barang untuk masyarakat banyak. Bukan monopoli perorangan. Sebagai barang umum, maka masyarakat dapat menggunakannya tanpa ada hambatan dari orang lain. Oleh sebab itu, dalam tradisi Islam menumpuk uang sangat dilarang, sebab kegiatan menumpuk uang akan menganggu orang lain menggunakannya. Dari gambaran uang sebagai air yang mengalir dan uang sebagai barang publik, akhirnya dapat disimpulkan, bahwa ada perbedaan antara modal dengan uang. Kaitan antara uang dengan modal ini dapat dikiaskan antara kendaraan dengan jalan. Kendaraan adalah barang/milik pribadi. Jalan adalah barang/milik umum. Jadi, modal adalah milik pribadi dan uang adalah milik umum. Dengan demikian, kenyamanan berkendaraan akan didapatkan  jika kendaraan tersebut berjalan di atas jalan raya. Dengan kata lain, hanya dengan modal yang diinvestasikan ke sektor riil-lah yang akan mendatangkan pendapatan (berupa uang).

2.      Konsep Bunga dan Riba
a.      Pengertian bunga
Bunga merupakan terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa "interest is a charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned". Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Pendapatan lain menyatakan interest yaitu sejumlah uang yang dibayar  atau dikalkulasi untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkutan paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal."
Sedangkan kata riba berarti; bertumbuh, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara', apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris sebagai "usury" yang artinya "the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest" sementara para ulama fiqh mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya. Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik utang pada saat utang jatuh tempo. Aktivitas semacam ini, berlaku luas di kalangan masyarakat Yahudi sebelum datangnya Islam, sehingga masyarakat Arabpun sebelum dan pada masa awal Islam melakukan muamalah dengan cara tersebut.
Oleh karena itu, apabila kita menarik pelajaran masyarakat barat, terlihat jelas bahwa "interest" dan "usury" yang kita kenal saat ini pada hakekatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam persentase. Istilah "usury" muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran.  
b.      Macam-macam riba
Ulama fiqh membagi riba menjadi dua macam, yaitu riba fadl dan riba an-nasi'ah. Riba fadl adalah riba yang berlaku dalam jual beli yang didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan "kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syarak." Yang dimaksud ukuran syarak adalah timbangan atau ukuran tertentu. Misalnya, satu kilogram beras dijual dengan satu sepertempat kilogram. Kelebihan 1/4 kilogram tersebut disebut riba fadl. Jual beli semacam ini hanya berlaku  dalam barter.
Riba an-nasi'ah adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba, ternyata orang yang berutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya, maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
c.       Larangan riba
Kajian tentang larangan riba di dalam pandangan Islam, telah jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an ( 2 : 278 ). Larangan tersebut dilatar belakangi suatu peristiwa atau asbabun nuzulnya ayat yang dinyatakan: "dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat 278 – 279 ( QS : 2) berkenaan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada Gubernur Mekah, yaitu 'Attab bin As-syad tentang utang-utangnya yang beriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Banu 'Amr bin 'Auf dari suku Tsaqif. Bani Mughrirah berkata kepada "Attab bin As-yad: "kami adalah manusia yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena mentaati hukum penghapusan riba". Maka berkata Banu 'Amr: "kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami". Maka Gubernur 'Attab menulis surat kepada Rasulullah Saw. Yang dijawab oleh Nabi Saw sesuai dengan ayat 278 – 279 : "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman; "maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Dari peristiwa ini, jelas bahwa setelah datangnya hukum yang tidak memperbolehkan praktik riba, baik dalam bentuk besar, maupun kecil, maka praktik tersebut segera harus berhenti dan dinyatakan telah berakhir. Sementara ada pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini turun dengan kaitan kasus Abbas bin Abdul Muthalib dan Khalid bin Walid, dua orang yang berkongsi usaha pada zaman Jahiliyah.

3.      Qirad
Qirad merupakan suatu perjanjian pinjaman usaha, dimana pemilik modal memberikan kepercayaan atas barang / investasi yang ia miliki kepada seseorang yang ditunjuk sebagai agen dalam menjalankan usahanya. Pinjaman usaha ( qirad ) bukanlah pinjaman uang dalam suatu jangka waktu terbatas tanpa adanya kejelasan investasi / usaha, melainkan suatu pinjaman yang digunakan untuk mendirikan suatu bentuk usaha tertentu.
Perjanjian pinjaman usaha dalam qirad menyatakan secara jelas identitas orang yang menjadi agen atau pemilik baru dan siapa yang bertanggung jawab penuh atas suatu investasi/usaha. Maka dari itu pinjaman tidak dapat dilakukan melalui perantara mayoritas atau sekelompok orang yang menjadi pemilik tunggal, dimana keberadaan pemilik modal minoritas menjadi terabaikan, sehingga dari waktu ke waktu, pemilik modal minoritas harus melaksanakan keputusan pemilik modal mayoritas walaupun pemilik modal minoritas tidak setuju dengan keputusan tersebut.
Maka dapat diambil kesimpulan, bahwa jika seseorang ingin berinvestasi/berusaha/berdagang, maka:
1.      Ia harus mengetahui segala sesuatu mengenai usaha yang berhubungan dengan investasinya (sesuai dengan kondisi awal yang diketahui secara masuk akal oleh tiap pihak, dan kondisi yang diinginkan secara lengkap).
2.      Jika seseorang atau sekelompok orang dapat mengambil suatu keputusan untuk dilaksanakan oleh suatu bentuk usaha maka ia adalah pemilik (atau mitra-pemilik), dimana jelas, dan hanya para pemiliklah yang dapat memutuskan sesuatu bagi usaha yang ia miliki.
3.      Dalam setiap kemitraan, para pemilik memiliki hak dan status yang sama (pemenuhan atas perjanjian yang telah disetujui bersama) walaupun tugas yang dilakukan oleh masing-masing pemilik berbeda dalam usaha ini (pembagian hasil keuntungan akan dilaksanakan secara proporsional).
4.      Jika dalam suatu perjanjian mengakibatkan hilangnya hak pemilik modal untuk ikut mengatur usaha tersebut, maka dalam perjanjian tersebut telah terjadi pengambil alihan secara paksa hak kepemilikan dari pemilik modal.


B.     KEBIJAKAN MONETER
Untuk mencapai atau menjamin berfungsinya sistem moneter secara baik, biasanya otoritas moneter harus melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Bukan hanya itu, otoritas moneter biasanya mempercayai bahwa uang bukanlah suatu selubung yang sederhana. Sektor moneter merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor ekonomi riil. Jadi kebijakan moneter merupakan instrumen penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi modern. Hal ini juga benar (berlaku) dalam sistem ekonomi Islam, akan tetapi perbedaan mendasarnya adalah terletak pada tujuan dan larangan bunga dalam Islam.
1.      Tujuan kebijakan moneter
Tujuan kebijakan moneter secara umum adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tingg. Sedangkan tujuan kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Membantu mencapai tujuan strategis negara.
b.      Mencapai keseluruhan tujuan ekonomi, yaitu:
1)      Mengembangkan sektor ekonomi yang diprioritaskan
2)      Mengurangi inflasi
c.       Berusaha mencapai distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang wajar.
d.      Melanjutkan Islamisasi sistem perbankan dan meningkatkan image bank Islam sebagai bank yang komprehensif dan memberikan layanan penuh.
e.       Menjamin bahwa kredit yang tidak sehat akan diselesaikan oleh bank sesuai dengan aturan perbankan yang berlaku.
f.       Mendorong tegaknya dan pengembangan portofolio kredit.
2.      Instrumen Kebijakan Moneter
Tidak satupun instrumen kebijakan moneter yang digunakan saat ini, diberlakukan pada masa awal periode Islam. Karena minimnya sistem perbankan dan karena penggunaan uang sebagai alat tukar, tidak ada alasan untuk melakukan perubahan penawaran uang.
Alat/instrumen yang dipergunakan pada saat ini untuk mengatur jumlah uang beredar adalah dengan jual beli surat berharga (operasi pasar terbuka). Sudah jelas bahwa pasar terbuka ini tidak ada dalam sejarah perekonomian Islam pada awal perkembangannya. Metode kedua yang juga saat ini digunakan adalah menaikkan atau menurunkan tingkat bunga bank. Tingkat bunga ini tidak diterapkan karena adanya larangan yang berkenaan dengan riba dalam Islam.
Kecuali itu, sistem yang ditetapkan pemerintah menyangkut konsumsi, tabungan, investasi dan perdagangan telah menciptakan isntrumen otomatis untuk pelaksanaan kebijakan moneter. Pada satu sisi sistem ini menjamin keseimbangan uang dan barang. Pada sisi lain adalah untuk mencegah penggunaan tabungan untuk tujuan selain menciptakan kesejahteraan yang lebih nyata di masyarakat. Lagi pula, adanya imbalan pahala untu usaha dan bentuk kegiatan  ekonomi lainnya, serta partisipasi dari para sahabat Rasulullah dalam perdagangan dan pertanian, telah menambah nilai dari kegiatan ini di mata kaum muslimin. Al-Qur'an menggambarkan perhatian kaum muslimin dalam penggunaan sumber daya yang telah disediakan oleh Allah SWT, sehingga memperluas pandangan kaum muslim untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi. Hal ini lebih memotivasi mereka untuk berpartisipasi mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan investasi dan menyalurkan kekayaan yang dimiliki untuk hal-hal yang tidak mendapatkan hak yang terlalu istimewa melalui infaq dan waqaf.
3.      Implikasi Pembangunan Kebijakan Moneter
Implikasi pembangunan kebijakan moneter dapat dibagi menjadi dua kategori besar. Menurut Sadeq dijelaskan:
Kategori pertama merupakan akibat pengaruh dari penghapusan bunga sebagai instrumen kebijakan moneter dan sebagai harga modal. Kebijakan ekonomi yang bersifat mandat dalam moneter dan keuangan pada pemerintah Islam adalah melarang atau menghapus bunga dari sistem keuangan dengan ispirasi perbankan yang berdasarkan bunga, dan melakukan transformasi kepada keseluruhan sistem perbankan secara menyeluruh bebas dari bunga.
Keterbatasan bunga dalam suatu investasi adalah tidak mampu menghasilkan full potential. Sebagai contoh, jika tingkat bunga adalah x%, investasi dari dana yang dipinjam hanya dapat menghasilkan sebesar x% marginal efficiency of capital (MEC). Selanjutnya, investasi itu secara tidak langsung menunjukkan MEC lebih rendah daripada x%, jikalau tingkat bunga itu masih sebesar x%, dan investasi selanjutnya akan menambah biaya bunga lebih daripada laba. Sebaliknya, investasi yang dilakukan pada bank yang berbasis pada penyertaan dapat menghasilkan MEC nol, sebab laba akan dibagikan berdasarkan rasio bagi hasil antara bank dengan nasabah (entrepreneur). Entrepreneur dan bank akan memperoleh laba positif sampai dengan MEC nol, sebab tidak ada biaya bunga. Hal ini akan memiliki pengaruh positif pada penyerapan tenaga kerja, ouput, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.
Pandangan yang kedua adalah pada stabilitas nilai uang, sebagai target akhir. Para ahli ekonomi Muslim cenderung secara ketat merekomendasikan dalam perbaikan stabilitas nilai uang dengan menggunakan semua instrumen kebijakan moneter yang seefektif mungkin. Secara rasional, jatuhnya nilai uang akan menyebabkan ketidakadilan dan inflasi. Oleh karena itu, solusi Islam dalam hal ini adalah memberikan pembiayaan qardul hasan, sehingga akan membuat stabil nilai uang.
Pembiayaan dengan sistem qardul hasan merupakan penyaluran uang di jalan Allah. Allahlah yang akan memberikan balasan. Penerapan sistem ini berbeda dengan penerapan pembiayaan di bank konvensional yang lebih mengutamakan memperoleh keuntungan.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan penyimpanan nilai semua barang. Uang berfungsi sebagai alat tukar, satuan pengukur nilai, dan alat penimbun / penyimpan kekayaan. Sedangkan dalam ekonomi Islam, uang adalah sebagai flow concept dan public goods.
Bunga dan riba sebenarnya berbeda. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, sedangkan riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara’. Riba dibagi menjadi dua yaitu riba fadl dan riba an-nasi’ah.
Qirad merupakan suatu perjanjian pinjaman usaha, dimana pemilik modal memberikan kepercayaan atas barang / investasi yang ia miliki kepada seseorang yang ditunjuk sebagai agen dalam menjalankan usahanya.
Tujuan dari kebijakan moneter pada umumnya adalah untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Instumen kebijakan moneter yang digunakan pada saat ini untuk mengatur jumlah uang beredar adalah dengan jual beli surat berharga (operasi pasar terbuka).
B.     SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa ada kekurangan-kekurangan yang masih memerlukan perbaikan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dari pembaca demi membuat makalah ini lebih baik. Saran-saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi para pembaca untuk menambah pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam memecahkan suatu masalah.



DAFTAR PUSTAKA

Abu Sura’I Abdul Hadi, Bunga Bank dalam Islam, diterjemahkan oleh M. Thalib, Surabaya: Al-Ikhlas.

Internet, Muslim News for Nusantara, Minggu, 5 Agustus 2007.

Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: Salemba Empat, 2002.

Nopirin, Ekonomi Moneter, Buku I, Edisi ke-4, Yogyakarta: BPFE, 1998.


No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers