Monday, 7 May 2012

Hey! Say! Jump Fanfiction - Crazy Competition Part 29


Part sebelumnya:
“Kakak……… Bangun………,” isakan tangis Ryosuke yang tak terbendung menangisi sosok di pangkuannya yang telah bersimbah darah membuatku tak bisa berkata-kata.

Kurasakan jantungku yang berdebar begitu kencang berpacu tuk segera meluncur keluar dari dadaku serta sakitnya hatiku ini hanya bisa memandangi wajah mereka di balik layar itu.

Kei………….
Sahabatku…………
Wajahnya tlah memerah berlumuran darah………….

Apa yang tlah terjadi?!!!

*****************

[Ryosuke’s POV]
Aku terus berteriak dengan sisa-sisa tenagaku tuk membangunkan kak Kei. Kutengadahkan kepalaku menatap langit kelam di atas sana mencoba menahan air mataku. Jujur aku tak berani tuk memandang wajah kak Kei saat ini. Ia tlah menyelamatkanku dari amukan singa barusan dengan mengorbankan dirinya sendiri.

Aku tak berani memandangnya……
Ku tahu hatiku tak kan kuat menanggung beban ini jika sampai kenyataan memberitahuku bahwa tubuh di pangkuanku ini hanyalah tinggal raga.
Aku takut…………

Koyakan di wajah dan tubuh kak Kei membuatku miris memandangnya. Bagaimana mungkin ku bisa menahan air mata ini?!
Tidak mungkin…..

“Tidaaaakkkkk…………,” kuangkat bendera putih milik kak Kei pertanda kuingin agar panitia segera mengeluarkan kak Kei dari area mengerikan ini. Kuyakini diriku tak kan sanggup berlama-lama melihat pemandangan yang tak ubahnya bagai kiamat. Ku tak mau kehilangannya…….


*****************

[Hikaru’s POV]
Panitia kejuaraan segera menuju tempat yang bernama “Hutan Kematian” itu.
Mereka tlah membawa Kei keluar dari area pertandingan. Ambulan tlah menunggu mereka. Kusegera berlari ke arah sahabatku itu dan segera menggenggam erat telapak tangannya dengan kedua tanganku mendampinginya di dalam ambulan ini.

Aku menangis…….
Aku menangis tersedu-sedu…….
Hatiku sakit…….

Sahabat yang selama 3 tahun sudah begitu dekat denganku kini tengah terbaring bersimbah darah berada dalam masa kritisnya.
Pikiranku serasa hampir gila. Ingin sekali kumenjerit sekuat tenaga meluapkan segala emosi kesedihan di hatiku ini. Apalagi mengingat bahwa ia masih menaruh kekecewaan mendalam padaku atas kejadian kemarin. Aku tak akan pernah bisa hidup tenang jika ia belum memaafkanku……

Hanya air mataku yang terus mengalir ini yang mewakili segala rasa di dadaku.
Kei…. Kau harus tetap hidup….

*****************

[Ryosuke’s POV]
Kutahu tubuh kak Kei sudah tak lagi ada di hadapanku. Namun diriku masih belum bisa sedikitpun lepas dari bayangannya tadi. Aku masih terus terdiam, tak beranjak sedikitpun dari tempat terakhir kudekap kak Kei beberapa saat lalu.

“Ryo-chan,” suara kak Daiki yang datang tiba-tiba dari arah depanku, memecahkan tangisku tuk sekali lagi.
“Ryo-chan kau kenapa?!” kepanikan kak Daiki saat menatapku membuatku semakin tak kuasa lagi tuk membendung luapan air mata ini.

Dipandanginya lumuran darah di lengan dan bajuku. Kak Daiki terdiam tuk sesaat……..
Dari wajahnya, pastilah ia mengira ini adalah darahku……
“Kak Kei…….,” kataku pendek masih dengan isak tangisku.

Kuterbata-bata mencoba menjelaskan apa yang telah menimpa kak Kei. Sebenarnya ku tak kuat tuk menceritakan itu semua. Karena itu hanya akan membuat bayangan wajah kak Kei yang tengah berlumuran darah kembali melintas di benakku.

Kak Daiki segera memelukku erat…….
Sangat erat……..
Biarpun ia tengah coba menenangkanku, aku tahu kak Daiki pasti sedang mencoba menahan air matanya juga.

“Ryo-chan….. Yakinlah Kei akan baik-baik saja!! Mari kita berjuang demi bagiannya juga!!” kata-kata itu mengalir secara terputus-putus dari mulut kak Daiki yang tengah menahan tangis…..
Ia masih mendekapku erat. Air mataku mengalir semakin deras membasahi baju kak Daiki.

“Biarpun tadi kita masuk dari 5 pintu yang berbeda, apa yang dipikirkan Kei pasti sama denganku. Kami mengkhawatirkanmu… sudah tugas kami sebagai kakak tuk menjaga adik kami…” kak Daiki mendongakkan kepalaku setelah mengatakan itu.

“Hapus air matamu, Ryo-chan!! Jangan menangis lagi….. Jangan sampai pengorbanan Kei sia-sia. Mari kita berjuang bersama lebih keras lagi….. Kei pasti akan kembali pada kita jika saatnya tiba,” rangkaian kata itu membuatku menatap lekat wajah kak Daiki. Kali ini kakakku ini benar-benar begitu dewasa dan berhasil membuatku bisa menentramkan hatiku. Paling tidak, untuk saat ini aku merasa begitu aman di samping kak Daiki.

Diraihnya lenganku dan ditopangnya diriku tuk kembali melanjutkan perjalanan ke kuil yang berada di tengah hutan ini. Siapapun yang sampai di sana duluan, maka team merekalah pemenangnya…..

Kak Kei…….
Tunggulah kami……
Kami akan kembali dengan piala yang selama ini kakak impikan.
Kita pasti bisa menjuarai kejuaraan ini.
Bukan lagi hanya bisa bermimpi, namun berjuang tuk mewujudkan mimpi-mimpi itu……

*****************

[Yuya’s POV]
Entah kenapa hatiku merasa sangat tak tenang. Sejak memasuki tempat ini, aku mencoba mencari keberadaan adik terkecilku yang bayangannya masih belum bisa hilang dari pikiranku.
Tapi…….
Perasaan apa ini?!
Seakan sesuatu yang buruk tlah menimpa saudaraku…..

“Yuya…… Apa yang kau pikirkan ini?! Mereka akan baik-baik saja,” batinku mencoba menghilangkan kegundahanku.

“Yuya………..,” suara yang kukenal melengking tinggi dari arah belakangku.
Kulihat Kouta yang terengah-engah lari ke arahku dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya.

“Tempat apa ini?!” kata Kouta seketika sesampainya di hadapanku.
“Hampir saja nyawaku nyaris hilang gara-gara diriku hampir dimakan oleh ular raksasa. Untung saja nasibku cukup beruntung tuk bisa lari dari ular itu,” tambah sahabatku itu masih dengan nafas yang terengah-engah.

Sebelum sempat ku merespon kata-kata Kou-chan barusan, pandanganku langsung tertuju pada sesosok makhluk yang mengintip kami dari balik pohon yang berada beberapa puluh meter di belakang Kouta.
Sesaat jantungku serasa berhenti berdetak. Tubuhku membatu. Aku hanya bisa menatap ke arah makhluk itu dengan perasaan yang begitu ngeri…..

Kugenggam erat lengan Kou-chan dan akupun segera menariknya. “Kou-chan…….. Lari……..,” teriakku seketika setelah makhluk raksasa di balik pohon itu mulai mendesis dan merayap melenggak-lenggok ke arah kami.

*****************

[Daiki’s POV]
Pikiranku masih dipenuhi oleh kekhawatiran terhadap kondisi Kei yang sampai sekarang belum kuketahui. Tapi mendengar nafas Ryo-chan yang sudah terdengar berat ini, semakin membuat hatiku sakit. Apalagi saat melihat wajah adik yang sedang kupapah ini, membuatku serasa ingin berteriak…..
Mengingatkanku pada kejadian yang membuat nyawa adikku ini terlepas dari raganya dulu.
Aku tak mungkin kuat menahan perasaanku -- jika hal itu sampai terulang lagi.

Entah bagaimana kondisi Kei sekarang……..
Aku merasa serba salah. Diriku belum sempat menjadi adik yang baik buatnya. Memikirkan itu semua semakin membuatku merasa bersalah karena tak mencoba menjadi adik yang baik baginya sedari dulu.

“Ryo-chan… Kita istirahat dulu ya?” kataku dengan nada lembut pada Ryo-chan yang sedari tadi membuat pundakku merasa teramat panas akan demamnya itu.
Tak ada respon apapun dari anak ini. Hanya lengan lemasnya yang terlepas dari pundakku memberikanku jawaban atas pertanyaanku barusan.

Ia sudah tak lagi dalam kondisi sadar. Kugendong dirinya dipunggungku tuk melanjutkan perjalanan ini. Harusnya kulakukan ini sejak tadi……..

Aku segera menghentikan langkahku beberapa saat setelah kugendong Ryo-chan. Seseorang yang kukenal menghalangi jalan kami.

Naruto…….

Entah kenapa aku begitu muak setiap kali melihat wajah anak ini. Perlahan ia berjalan ke arahku.
Kutatap dirinya dengan tatapan tajamku. Aku tahu….. ia pasti ingin menyakiti Ryosuke.

“Segera keluarkan adikmu itu dari area pertandingan ini” kata dengan nada sopan terlontar dari mulut anak itu yang sejenak membuatku terpaku heran.
“Kau tak lihat wajahnya yang sudah membiru itu?! Ia bisa mati jika kau diamkan terus,” tambah Naruto dengan nada sedikit memaksa, yang semakin membuatku heran.
“Hei!! Kau mendengarku atau tidak?!!” iapun menaikkan nada bicaranya ketika aku tak segera merespon kata-katanya.

“Bukannya kau membenci adikku ini?!” kucoba menanggapi kata-katanya barusan.
“Bodoh!! Itu bukan diriku yang sebenarnya. Saat itu aku sedang tidak bisa mengendalikan emosiku. Maaf……..,” kata terakhir yang terlontar dengan nada penuh penyesalan membuatku sedikit tenang.
Aku tak tahu apa yang terjadi jika aku harus menghadapi dia di saat seperti ini. Syukurlah dia datang tidak sedang ingin cari masalah.

“Sepertinya benar kata-katamu. Lebih baik adikku ini segera keluar dari area ini,” kumantabkan hatiku tuk mengangkat bendera putih tuk Ryo-chan, tapi………
“Aarrgghh……..” genggaman yang begitu erat pada lenganku membuatku benar-benar merasa kesakitan.
Ryo-chan sengaja melakukan itu padaku. Sudah jelas ia tak ingin aku mengeluarkannya dari pertandingan ini.

“Kak Kei menunggu kita membawakan piala untuknya,” nada lemah terlontar ringan dengan kondisinya yang tak sedang sadar sepenuhnya.
Anak ini………
Tak pernah mau mengalah jika sudah punya kemauan.
Tak kusangka anak ini masih sempat-sempatnya menyadari tindakanku dengan kondisi tubuhnya yang seperti ini.
Setidaknya aku ingin sekali saja dia menyadari bahwa dirinya itu sedang sakit dan setidaknya bisa bersikap dewasa tuk tidak lagi membuat kami – kakak-kakaknya – khawatir.

“Dasar anak keras kepala!! Kita sedang bertanding. Jika nanti aku bertemu kalian lagi, aku tak kan segan-segan membuat kalian menyerah,” respon Naruto yang segera menghilang begitu saja dari pandanganku.

Ryo-chan benar. Kei sedang menunggu kami membawakan piala untuknya. Biarpun sulit, kami tak boleh menyerah………
Semangat menggebu terbakar dari dalam diriku. Membuatku termotivasi tuk segera berlari entah kemana arah yang kutuju tapi aku yakin kami pasti akan bisa sampai di garis finish.

“Kak………,” suara desah Ryo-chan terdengar lirih di telingaku dan segera membuatku berhenti melangkah.
“Kau baik-baik saja?!” tanyaku mencoba memastikan.

Sekali lagi, tak ada respon dari adikku ini. Entah kenapa hatiku terasa begitu berat seketika itu juga.
“Ryo-chan?!” kupanggil ia sekali lagi sambil menoleh ke wajahnya yang diletakkannya ke punggungku.
Kusegera menurunkannya dari punggungku. Beberapa detik kupandangi wajahnya yang kini kusadari adikku ini sudah tak lagi menghembuskan nafasnya.

“Ryo-chan……. Apa-apaan kau ini?! Bangun……!!” kuberteriak dengan amarah yang meluap di wajahku. Kugampar keras-keras wajahnya….. “Bangun………..”
“Bukannya tadi kau bilang ingin bisa sampai difinish?! Karna itu….. Jangan menyerah sekarang!!” luapan amarah itu kini tlah berubah menjadi aliran air mata yang mengucur deras dari kedua mataku.
Jangan sampai………
Jangan sampai ia pergi lagi……..

Sorotan tajam dua bola mata dari balik semak-semak membuatku semakin erat melingkarkan kedua lenganku di tubuh Ryosuke.
Seekor singa keluar dari semak itu dan berjalan dengan tatapan tajamnya ke arah kami.
Taringnya yang begitu tajam mengintip dari balik moncongnya.
Raungannya membuatku ngeri.

Tapi tiba-tiba aku tertegun…….
Lumuran darah membekas anyir pada keempat kuku kaki singa itu.
Tidak salah lagi……..
Singa ini pastilah singa yang sama yang telah melukai kakakku, Kei………

Kuletakkan tubuh Ryo-chan.
“Apapun yang terjadi, kau harus bertahan Ryo-chan!! Kau pasti bisa,” bisikku lirih pada adikku itu sebelum akhirnya kuberdiri menantang singa di depanku ini.

Ryo-chan…..
Kakak rela korbankan nyawa kakak demi dirimu, tapi kau jangan menyerah sekarang.
Berjuanglah!!
Kau adalah adik kakak yang paling kuat….

Kumantabkan hatiku tuk menerjang singa itu tanpa sedikitpun rasa gentar di hatiku.

*****************

[Yuya’s POV]
“Kou-chan, lepaskan aku……. Kau lari saja!!” kuberteriak sekuat tenagaku pada Kouta yang masih erat memegangi lenganku – menahanku agar tidak jatuh ke jurang yang tak dapat kulihat dasarnya ini.
Jelas terlihat luka-luka di tubuhnya yang kurus akibat serangan ular tadi. Aku takut akan ada makhluk lain yang akan menyerangnya di posisinya sekarang.

Sedari tadi ia mencoba melindungiku. Bahkan ia berani menghadapi ular itu demi tetap menjaga keamananku. Kou-chan…….
Tolong jangan lakukan ini lagi. Semua sudah cukup!!

“Aarrgghh……..,” teriakkannya melengking memekakkan telingaku. Entah apa yang terjadi padanya, aku tak bisa melihat dengan jelas dari posisi ini. Kouta terlihat menahan rasa sakit yang teramat sangat.
“Kou-chan!! Ada apa?! Kau baik-baik saja?!” aku mulai panik melihat wajah Kouta yang terlihat semakin menderita.

“Percayalah…… aku akan selalu menjadi sahabat yang bisa melindungimu,” dilayangkannya senyuman dengan wajah yang masih menahan sakit. Ditariknya badanku keluar dari jurang ini. Segera kudapati dua ekor serigala yang mulai mengoyak kaki Kou-chan.

Kusegera berlari ke arah dua serigala itu. Kutendang tubuh mereka sekuat tenaga yang seketika membuat kedua serigala itu mengerang kesakitan dan pergi meninggalkan kami.

Miris…….
Ngeri……..
Air mataku mengalir melihat luka di kedua kaki sahabatku ini.
Sepasang kaki yang tlah terkoyak membuatku segera memejamkan mataku tak sampai hati tuk tetap memandangnya.

Aku masih berdiri diam.
Kouta membalikkan tubuhnya dan tersenyum padaku.
“Semua akan baik-baik saja,” katanya mencoba menenangkanku.

“Awas…………..,” kata itu yang meluncur keluar berikutnya dari mulut Kou-chan.
Aku merasakan sesuatu menubrukku dari belakang. Membuatku terlempar kuat kembali ke dalam jurang.

“Yuya……………….,” teriakkan Kouta dengan suara khasnya yang melengking tinggi masih bisa kudengar dengan jelas.
Aku masih sempat melihat wajah sahabatku itu yang berusaha mengulurkan tangannya tuk meraihku – sesaat sebelum semuanya menjadi gelap.
Kelam………



To Be Continue………..

*******************************

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers