Part sebelumnya:
“Kakak……… Bangun………,” isakan tangis Ryosuke
yang tak terbendung menangisi sosok di pangkuannya yang telah bersimbah darah
membuatku tak bisa berkata-kata.
Kurasakan jantungku yang berdebar begitu
kencang berpacu tuk segera meluncur keluar dari dadaku serta sakitnya hatiku
ini hanya bisa memandangi wajah mereka di balik layar itu.
Kei………….
Sahabatku…………
Wajahnya tlah memerah berlumuran darah………….
Apa yang tlah terjadi?!!!
*****************
[Ryosuke’s POV]
Aku terus berteriak dengan sisa-sisa
tenagaku tuk membangunkan kak Kei. Kutengadahkan kepalaku menatap langit kelam
di atas sana
mencoba menahan air mataku. Jujur aku tak berani tuk memandang wajah kak Kei
saat ini. Ia tlah menyelamatkanku dari amukan singa barusan dengan mengorbankan
dirinya sendiri.
Aku tak berani memandangnya……
Ku tahu hatiku tak kan kuat menanggung beban ini jika sampai kenyataan
memberitahuku bahwa tubuh di pangkuanku ini hanyalah tinggal raga.
Aku takut…………
Koyakan di wajah dan tubuh kak Kei
membuatku miris memandangnya. Bagaimana mungkin ku bisa menahan air mata ini?!
Tidak mungkin…..
“Tidaaaakkkkk…………,” kuangkat bendera putih
milik kak Kei pertanda kuingin agar panitia segera mengeluarkan kak Kei dari
area mengerikan ini. Kuyakini diriku tak kan
sanggup berlama-lama melihat pemandangan yang tak ubahnya bagai kiamat. Ku tak
mau kehilangannya…….
*****************
[Hikaru’s POV]
Panitia kejuaraan segera menuju tempat yang
bernama “Hutan Kematian” itu.
Mereka tlah membawa Kei keluar dari area
pertandingan. Ambulan tlah menunggu mereka. Kusegera berlari ke arah sahabatku
itu dan segera menggenggam erat telapak tangannya dengan kedua tanganku mendampinginya
di dalam ambulan ini.
Aku menangis…….
Aku menangis tersedu-sedu…….
Hatiku sakit…….
Sahabat yang selama 3 tahun sudah begitu
dekat denganku kini tengah terbaring bersimbah darah berada dalam masa
kritisnya.
Pikiranku serasa hampir gila. Ingin sekali
kumenjerit sekuat tenaga meluapkan segala emosi kesedihan di hatiku ini.
Apalagi mengingat bahwa ia masih menaruh kekecewaan mendalam padaku atas
kejadian kemarin. Aku tak akan pernah bisa hidup tenang jika ia belum
memaafkanku……
Hanya air mataku yang terus mengalir ini
yang mewakili segala rasa di dadaku.
Kei…. Kau harus tetap hidup….
*****************
[Ryosuke’s POV]
Kutahu tubuh kak Kei sudah tak lagi ada di
hadapanku. Namun diriku masih belum bisa sedikitpun lepas dari bayangannya
tadi. Aku masih terus terdiam, tak beranjak sedikitpun dari tempat terakhir
kudekap kak Kei beberapa saat lalu.
“Ryo-chan,” suara kak Daiki yang datang
tiba-tiba dari arah depanku, memecahkan tangisku tuk sekali lagi.
“Ryo-chan kau kenapa?!” kepanikan kak Daiki
saat menatapku membuatku semakin tak kuasa lagi tuk membendung luapan air mata
ini.
Dipandanginya lumuran darah di lengan dan
bajuku. Kak Daiki terdiam tuk sesaat……..
Dari wajahnya, pastilah ia mengira ini
adalah darahku……
“Kak Kei…….,” kataku pendek masih dengan
isak tangisku.
Kuterbata-bata mencoba menjelaskan apa yang
telah menimpa kak Kei. Sebenarnya ku tak kuat tuk menceritakan itu semua.
Karena itu hanya akan membuat bayangan wajah kak Kei yang tengah berlumuran
darah kembali melintas di benakku.
Kak Daiki segera memelukku erat…….
Sangat erat……..
Biarpun ia tengah coba menenangkanku, aku
tahu kak Daiki pasti sedang mencoba menahan air matanya juga.
“Ryo-chan….. Yakinlah Kei akan baik-baik
saja!! Mari kita berjuang demi bagiannya juga!!” kata-kata itu mengalir secara
terputus-putus dari mulut kak Daiki yang tengah menahan tangis…..
Ia masih mendekapku erat. Air mataku
mengalir semakin deras membasahi baju kak Daiki.
“Biarpun tadi kita masuk dari 5 pintu yang
berbeda, apa yang dipikirkan Kei pasti sama denganku. Kami mengkhawatirkanmu…
sudah tugas kami sebagai kakak tuk menjaga adik kami…” kak Daiki mendongakkan
kepalaku setelah mengatakan itu.
“Hapus air matamu, Ryo-chan!! Jangan
menangis lagi….. Jangan sampai pengorbanan Kei sia-sia. Mari kita berjuang bersama
lebih keras lagi….. Kei pasti akan kembali pada kita jika saatnya tiba,”
rangkaian kata itu membuatku menatap lekat wajah kak Daiki. Kali ini kakakku
ini benar-benar begitu dewasa dan berhasil membuatku bisa menentramkan hatiku.
Paling tidak, untuk saat ini aku merasa begitu aman di samping kak Daiki.
Diraihnya lenganku dan ditopangnya diriku
tuk kembali melanjutkan perjalanan ke kuil yang berada di tengah hutan ini.
Siapapun yang sampai di sana
duluan, maka team merekalah pemenangnya…..
Kak Kei…….
Tunggulah kami……
Kami akan kembali dengan piala yang selama
ini kakak impikan.
Kita pasti bisa menjuarai kejuaraan ini.
Bukan lagi hanya bisa bermimpi, namun berjuang
tuk mewujudkan mimpi-mimpi itu……
*****************
[Yuya’s POV]
Entah kenapa hatiku merasa sangat tak
tenang. Sejak memasuki tempat ini, aku mencoba mencari keberadaan adik
terkecilku yang bayangannya masih belum bisa hilang dari pikiranku.
Tapi…….
Perasaan apa ini?!
Seakan sesuatu yang buruk tlah menimpa
saudaraku…..
“Yuya…… Apa yang kau pikirkan ini?! Mereka
akan baik-baik saja,” batinku mencoba menghilangkan kegundahanku.
“Yuya………..,” suara yang kukenal melengking
tinggi dari arah belakangku.
Kulihat Kouta yang terengah-engah lari ke
arahku dengan keringat yang membasahi sekujur tubuhnya.
“Tempat apa ini?!” kata Kouta seketika
sesampainya di hadapanku.
“Hampir saja nyawaku nyaris hilang
gara-gara diriku hampir dimakan oleh ular raksasa. Untung saja nasibku cukup
beruntung tuk bisa lari dari ular itu,” tambah sahabatku itu masih dengan nafas
yang terengah-engah.
Sebelum sempat ku merespon kata-kata
Kou-chan barusan, pandanganku langsung tertuju pada sesosok makhluk yang
mengintip kami dari balik pohon yang berada beberapa puluh meter di belakang
Kouta.
Sesaat jantungku serasa berhenti berdetak.
Tubuhku membatu. Aku hanya bisa menatap ke arah makhluk itu dengan perasaan
yang begitu ngeri…..
Kugenggam erat lengan Kou-chan dan akupun
segera menariknya. “Kou-chan…….. Lari……..,” teriakku seketika setelah makhluk raksasa
di balik pohon itu mulai mendesis dan merayap melenggak-lenggok ke arah kami.
*****************
[Daiki’s POV]
Pikiranku masih dipenuhi oleh kekhawatiran
terhadap kondisi Kei yang sampai sekarang belum kuketahui. Tapi mendengar nafas
Ryo-chan yang sudah terdengar berat ini, semakin membuat hatiku sakit. Apalagi
saat melihat wajah adik yang sedang kupapah ini, membuatku serasa ingin
berteriak…..
Mengingatkanku pada kejadian yang membuat
nyawa adikku ini terlepas dari raganya dulu.
Aku tak mungkin kuat menahan perasaanku -- jika
hal itu sampai terulang lagi.
Entah bagaimana kondisi Kei sekarang……..
Aku merasa serba salah. Diriku belum sempat
menjadi adik yang baik buatnya. Memikirkan itu semua semakin membuatku merasa
bersalah karena tak mencoba menjadi adik yang baik baginya sedari dulu.
“Ryo-chan… Kita istirahat dulu ya?” kataku
dengan nada lembut pada Ryo-chan yang sedari tadi membuat pundakku merasa
teramat panas akan demamnya itu.
Tak ada respon apapun dari anak ini. Hanya
lengan lemasnya yang terlepas dari pundakku memberikanku jawaban atas
pertanyaanku barusan.
Ia sudah tak lagi dalam kondisi sadar.
Kugendong dirinya dipunggungku tuk melanjutkan perjalanan ini. Harusnya
kulakukan ini sejak tadi……..
Aku segera menghentikan langkahku beberapa
saat setelah kugendong Ryo-chan. Seseorang yang kukenal menghalangi jalan kami.
Naruto…….
Entah kenapa aku begitu muak setiap kali melihat
wajah anak ini. Perlahan ia berjalan ke arahku.
Kutatap dirinya dengan tatapan tajamku. Aku
tahu….. ia pasti ingin menyakiti Ryosuke.
“Segera keluarkan adikmu itu dari area
pertandingan ini” kata dengan nada sopan terlontar dari mulut anak itu yang
sejenak membuatku terpaku heran.
“Kau tak lihat wajahnya yang sudah membiru
itu?! Ia bisa mati jika kau diamkan terus,” tambah Naruto dengan nada sedikit
memaksa, yang semakin membuatku heran.
“Hei!! Kau mendengarku atau tidak?!!” iapun
menaikkan nada bicaranya ketika aku tak segera merespon kata-katanya.
“Bukannya kau membenci adikku ini?!” kucoba
menanggapi kata-katanya barusan.
“Bodoh!! Itu bukan diriku yang sebenarnya.
Saat itu aku sedang tidak bisa mengendalikan emosiku. Maaf……..,” kata terakhir
yang terlontar dengan nada penuh penyesalan membuatku sedikit tenang.
Aku tak tahu apa yang terjadi jika aku
harus menghadapi dia di saat seperti ini. Syukurlah dia datang tidak sedang
ingin cari masalah.
“Sepertinya benar kata-katamu. Lebih baik
adikku ini segera keluar dari area ini,” kumantabkan hatiku tuk mengangkat
bendera putih tuk Ryo-chan, tapi………
“Aarrgghh……..” genggaman yang begitu erat
pada lenganku membuatku benar-benar merasa kesakitan.
Ryo-chan sengaja melakukan itu padaku.
Sudah jelas ia tak ingin aku mengeluarkannya dari pertandingan ini.
“Kak Kei menunggu kita membawakan piala
untuknya,” nada lemah terlontar ringan dengan kondisinya yang tak sedang sadar
sepenuhnya.
Anak ini………
Tak pernah mau mengalah jika sudah punya
kemauan.
Tak kusangka anak ini masih
sempat-sempatnya menyadari tindakanku dengan kondisi tubuhnya yang seperti ini.
Setidaknya aku ingin sekali saja dia
menyadari bahwa dirinya itu sedang sakit dan setidaknya bisa bersikap dewasa
tuk tidak lagi membuat kami – kakak-kakaknya – khawatir.
“Dasar anak keras kepala!! Kita sedang
bertanding. Jika nanti aku bertemu kalian lagi, aku tak kan segan-segan membuat kalian menyerah,”
respon Naruto yang segera menghilang begitu saja dari pandanganku.
Ryo-chan benar. Kei sedang menunggu kami
membawakan piala untuknya. Biarpun sulit, kami tak boleh menyerah………
Semangat menggebu terbakar dari dalam
diriku. Membuatku termotivasi tuk segera berlari entah kemana arah yang kutuju
tapi aku yakin kami pasti akan bisa sampai di garis finish.
“Kak………,” suara desah Ryo-chan terdengar
lirih di telingaku dan segera membuatku berhenti melangkah.
“Kau baik-baik saja?!” tanyaku mencoba
memastikan.
Sekali lagi, tak ada respon dari adikku
ini. Entah kenapa hatiku terasa begitu berat seketika itu juga.
“Ryo-chan?!” kupanggil ia sekali lagi
sambil menoleh ke wajahnya yang diletakkannya ke punggungku.
Kusegera menurunkannya dari punggungku.
Beberapa detik kupandangi wajahnya yang kini kusadari adikku ini sudah tak lagi
menghembuskan nafasnya.
“Ryo-chan……. Apa-apaan kau ini?! Bangun……!!”
kuberteriak dengan amarah yang meluap di wajahku. Kugampar keras-keras
wajahnya….. “Bangun………..”
“Bukannya tadi kau bilang ingin bisa sampai
difinish?! Karna itu….. Jangan menyerah sekarang!!” luapan amarah itu kini tlah
berubah menjadi aliran air mata yang mengucur deras dari kedua mataku.
Jangan sampai………
Jangan sampai ia pergi lagi……..
Sorotan tajam dua bola mata dari balik semak-semak
membuatku semakin erat melingkarkan kedua lenganku di tubuh Ryosuke.
Seekor singa keluar dari semak itu dan
berjalan dengan tatapan tajamnya ke arah kami.
Taringnya yang begitu tajam mengintip dari
balik moncongnya.
Raungannya membuatku ngeri.
Tapi tiba-tiba aku tertegun…….
Lumuran darah membekas anyir pada keempat
kuku kaki singa itu.
Tidak salah lagi……..
Singa ini pastilah singa yang sama yang
telah melukai kakakku, Kei………
Kuletakkan tubuh Ryo-chan.
“Apapun yang terjadi, kau harus bertahan
Ryo-chan!! Kau pasti bisa,” bisikku lirih pada adikku itu sebelum akhirnya
kuberdiri menantang singa di depanku ini.
Ryo-chan…..
Kakak rela korbankan nyawa kakak demi
dirimu, tapi kau jangan menyerah sekarang.
Berjuanglah!!
Kau adalah adik kakak yang paling kuat….
Kumantabkan hatiku tuk menerjang singa itu
tanpa sedikitpun rasa gentar di hatiku.
*****************
[Yuya’s POV]
“Kou-chan, lepaskan aku……. Kau lari saja!!”
kuberteriak sekuat tenagaku pada Kouta yang masih erat memegangi lenganku –
menahanku agar tidak jatuh ke jurang yang tak dapat kulihat dasarnya ini.
Jelas terlihat luka-luka di tubuhnya yang
kurus akibat serangan ular tadi. Aku takut akan ada makhluk lain yang akan
menyerangnya di posisinya sekarang.
Sedari tadi ia mencoba melindungiku. Bahkan
ia berani menghadapi ular itu demi tetap menjaga keamananku. Kou-chan…….
Tolong jangan lakukan ini lagi. Semua sudah
cukup!!
“Aarrgghh……..,” teriakkannya melengking
memekakkan telingaku. Entah apa yang terjadi padanya, aku tak bisa melihat
dengan jelas dari posisi ini. Kouta terlihat menahan rasa sakit yang teramat
sangat.
“Kou-chan!! Ada apa?! Kau baik-baik saja?!” aku mulai
panik melihat wajah Kouta yang terlihat semakin menderita.
“Percayalah…… aku akan selalu menjadi
sahabat yang bisa melindungimu,” dilayangkannya senyuman dengan wajah yang
masih menahan sakit. Ditariknya badanku keluar dari jurang ini. Segera kudapati
dua ekor serigala yang mulai mengoyak kaki Kou-chan.
Kusegera berlari ke arah dua serigala itu.
Kutendang tubuh mereka sekuat tenaga yang seketika membuat kedua serigala itu
mengerang kesakitan dan pergi meninggalkan kami.
Miris…….
Ngeri……..
Air mataku mengalir melihat luka di kedua
kaki sahabatku ini.
Sepasang kaki yang tlah terkoyak membuatku
segera memejamkan mataku tak sampai hati tuk tetap memandangnya.
Aku masih berdiri diam.
Kouta membalikkan tubuhnya dan tersenyum
padaku.
“Semua akan baik-baik saja,” katanya
mencoba menenangkanku.
“Awas…………..,” kata itu yang meluncur keluar
berikutnya dari mulut Kou-chan.
Aku merasakan sesuatu menubrukku dari
belakang. Membuatku terlempar kuat kembali ke dalam jurang.
“Yuya……………….,” teriakkan Kouta dengan suara
khasnya yang melengking tinggi masih bisa kudengar dengan jelas.
Aku masih sempat melihat wajah sahabatku
itu yang berusaha mengulurkan tangannya tuk meraihku – sesaat sebelum semuanya
menjadi gelap.
Kelam………
To Be Continue………..
*******************************
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^