Saturday 26 May 2012

Sistem Operasi dan Standarisasi Akad Akuntansi Syariah


Ada beberapa karakteristik yang mendasari sistem akuntansi syariah yaitu:
a.     Uang merupakan alat tukar dan bukan merupakan komoditi yang dapat diperjualbelikan.
b.     Tidak dikenal adanya konsep value of money.
c.     Tidak diperkenankan kegiatan yang bersifat spekulatif karena adanya ketidakpastian.
d.     Tidak diperkenankan dua transaksi untuk satu barang.
e.     Tidak diperkenankan dua harga satu barang (IAI, 2003).
Dengan beberapa karakteristik tersebut kemudian dijabarkan dalam aplikasi operasi akuntansi syariah kepada prinsip-prinsip pengimpunan dana meliputi: dana modal yaitu dana dari pendiri perusahaan dan dari para pemegang saham perusahaan tersebut, dana titipan masyarakat yang dikelola dengan sistem wadi’ah, dan dana yang diinvestasikan melalui perusahaan dalam bentuk dana investasi khusus (Mudharabah Muqayyadah) atau investasi terbatas ( Mudharabah Mutlaqoh) (Al-Qardawi Yousof, 1405 H). Biasanya dilakukan oleh Bank Syariah sebagai perantara antara investor (Shohibul maal) dengan pengelola dana (mudhorib)..

Pengertian dari masing-masing transaksi tersebut yang bisa diimplementasikan dalam perusahaan antara lain (AAOIFI/ ,2004);(MASB,2003);(IAI,2003):

a. Musyarakah

                Musyarakah adalah akad kerjasama di antara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam pembiayaan musyarakah mitra (perusahaan) dan bank syariah sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan mahupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati. Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva non-kas, termasuk aktiva tidak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.


Setiap mitra tidak dapat menjamin mitra lainnya, oleh karena itu setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Keuntungan musyarakah dibagi diantara para mitra, baik secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas mahupun aktiva lainnya) maupun sesuai nisbah yang disepakati oleh semua mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesui dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas mahupun aktiva lainnya).

Musyarakah dapat bersifat musyarakah permanen mahupun menurun. Dalam musyarakah permanen, bagian modal setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir waktu akad. Sedangkan dalam musyarakah menurun, bagian modal bank akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian modal bank akan menurun dan pada akhir waktu akad akan menjadi pemilik usaha tersebut.

Dalam firman Allah SWT QS. Shad (38): 24 yang artinya ”....Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini...”. Landasan lain transaksi musyarakah dalam hadits riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW berkata:”Allah SWT berfirman: ’Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.” (HR Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah).


b. Mudharabah

                Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik modal) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di  muka. Modal yang diberikan adalah 100% dari pemilik modal, sedangkan mudharib mengelolan secara penuh atas usaha yang telah disepakati. Apabila usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana.

Mudharabah terdiri dari dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) dam mudharabah muqayyadah (investasi terikat). Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam mengelola investasinya. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah akad mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dan mengenai tempat, cara, dan objek investasi. Sebagai contoh, pengelola dana dapat diperintahkan untuk: tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya, tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan, mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.

Bank syariah dapat bartindak baik sebagai pemilik dana mahupun sebagai pengelola dana. Apabila bank bartindak sebagai pemilik dana, maka dana yang disalurkan disebut pembiayaan mudharabah. Apabila bank sebagai pengelola dana maka dalam akad mudharabah muqayyadah dana yang diterima disajikan dalam laporan perubahan investasi terikat sebagai investasi terikat dari nasabah. Sedangkan dalam akad mudharabah mutlaqah dana yang diterima disajikan dalam neraca sebagai investasi tidak terikat. Pengembalian pembiayaan mudharabah dapat dilakukan bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau pada saat diakhirinya akad mudharabah.

Dasar dari transaksi mudharabah seperti dalam firman Allah QS. An-Nisa (4):29 yang artinya:”Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan  jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu….”. Juga dalam QS.Al-Baqarah (2):283 yang artinya:”…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya….”. Dalam Hadits Nabi riwayat Thabrani: “Abbas bin Abdul Muthalib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak, jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas). Dalam dari  hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib: “Nabi bersabda,’ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

c. Murabahah

                Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau cicilan. Dalam murabahah diperkenankan adanya perbedaan harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda.

Perusahaan dagang dapat memberikan muqashah (potongan) apabila nasabah mempercepat pembayaran cicilan atau melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga beli. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad. Oleh karena itu dalam akad hendaknya diperjanjikan pembagian potongan setelah akad ditandatangani.

                Dasar penerapan transaksi murabahah pada Firman Allah QS.An-Nisa (4):29 yang artinya:”Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”. Dalam QS: Al-Baqarah (2):275:”…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”. Dalam QS: Al-Maidah (5):1:”Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu…”, QS: Al-Baqarah (2):280: “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan…”.

d. Ijarah

                Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya. Pemilik objek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas Ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran dan jenis objek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad. Sebagai objek kontrak adalah: pembayaran (sewa), dan manfaat dari penggunaan asset. Manfaat dari penggunaan asset dalam Ijarah adalah objek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik asset (LKS) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).

Dasar penerapan transaksi Ijarah dalam firman Allah QS. Az-Zukhruf (43):32:”Apakah mereka  yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”. Dalam surat lain QS. Al-Baqarah (2):233:”...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

Ketentuan Objek Ijarah antara lain:
1.     Objek Ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/ atu jasa tenaga kerja.
2.     Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak
3.     Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4.     Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.     Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.     Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.     Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar customer sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah.
8.     Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek kontrak.
9.     Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak

e. Ijarah Muntahiya bittamlik

                Ijarah Muntahiya bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Perpindahan hak milik objek sewa kepada penyewa dapat dilakukan dengan; hadiah, penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa, penjualan pada akhir waktu sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad, penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.

Dasar transaksi Ijarah Muntahiya bittamlik pada dasarnya sama dengan transaksi Ijarah, sebab perpindahan kepemilikan setelah transaksi Ijarah berakhir yang dilanjutkan dengan transaksi berikutnya yaitu perpindahan kepemilikan. Beberapa hadits Nabi yang mendasari transaksi ini antara lain: Hadits Nabi riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Nasa’i dari Sa’ad Ibn Abi Waqqash, dengan teks Abu Daud, ia berkata: “Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran) hasil tanaman yang tumbuh pada parit yang teraliri air, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakan tanah itu dengan emas atau perak (uang)”. Dan hadits yang lain, Hadits Nabi riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud:”Rasulullah melarang dua bentuk akad sekaligus dalam satu objek”.

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers