[Kei’s POV]
Sudah kuputuskan tuk tak kan lagi membiarkan siapapun menyakiti
saudaraku.
“Lepaskan dia. Apa yang kau mau dariku?”
tanya Ryosuke lembut sambil melangkahkan kakinya mendekati anak bernama Killua
itu. Akupun buru-buru memegang lengan adikku agar ia segera menghentikan
langkahnya.
“Ryo-chan, jangan seenaknya. Kau juga harus
memikirkan perasaan kami” kataku setelah kuraih lengannya.
“Percayalah pada Ryo. Ryo akan baik-baik
saja” jawabnya sambil tersenyum lembut ke arahku dan iapun segera melepaskan
tanganku dari lengannya, masih dengan tersenyum.
“Anak baik. Dengan begitu aku tidak perlu
susah-susah tuk memaksamu” kulihat Killua mengembangkan senyumnya yang begitu
mengerikan.
[Yuya’s POV]
“Apa yang ingin dilakukan adikmu itu?”
tanya Kou-chan padaku.
“Anak itu paling tidak bisa diam melihat
orang lain dalam kesusahan terutama karena dirinya” kataku ringan pada Kota karena perasaanku
kali ini sedikit merasa tak enak melihat Ryo-chan seakan mendatangi sendiri
mautnya.
“Yama-chan….. Aku tahu kau pasti akan
menolongku” anak yang bernama Yuri itu terlihat sedikit mendapatkan kemenangan.
“Jika ingin menyakiti adikku, langkahi dulu
mayatku!!” tiba-tiba kulihat Dai-chan berlari dan langsung berdiri di depan
Ryosuke merentangkan kedua lengannya menghalangi Ryo-chan.
Apa yang kulakukan ini?! Kenapa aku hanya
diam? Seharusnya ada sesuatu yang bisa kulakukan sebagai seorang kakak.
Akupun segera mengikuti langkah Daiki dan
segera kuberdiri di samping adik keduaku itu.
“Langkahi dulu mayat kami” kata Kei yang
ternyata juga sudah berdiri di sampingku dan Daiki, melakukan hal yang sama
dengan kami.
“Merepotkan saja! Jangan salahkan aku jika
kuhabisi kalian semua!” kulihat Killua mulai terlihat marah dan auranya terasa
begitu membuatku merinding.
[Ryosuke’s POV]
“Kakak, apa yang kalian lakukan?” aku heran
melihat kakak-kakakku menghalangi langkahku.
“Ryo-chan, mungkin jika kau punya adik, kau
akan paham perasaan kami dan akan mengerti kenapa kami melakukan ini” kata kak
Yuya tanpa menoleh padaku.
“Berani macam-macam dengannya, kau harus
berurusan dulu dengan kami” giliran dua bodyguard Chinen yang kini sudah
berdiri di depanku.
“Kou-chan?!” kak Yuya terlihat heran dan
temannya itupun hanya melayangkan senyuman padanya. Begitu juga dengan kak Kei
dan anak yang bernama Hikaru itu.
Tak tanggung-tanggung, kini Megumi dan
Hermionepun ikut-ikutan membuat pagar di depanku.
[Daiki’s POV]
Tentunya Yuya dan Kei juga berpikiran sama
denganku. Kami tak mungkin membiarkan sesuatu terjadi pada Ryo-chan lagi.
“Kalian benar-benar membuatku marah” kata
si rambut putih itu sambil memukul Yuri sampai tak sadarkan diri dan kini
pandangannya tertuju tajam pada kami.
“Yuri-chan!!” teriak kedua bodyguard Yuri
yang langsung berlari ke arah anak mengerikan yang telah memukul Yuri itu. Namun
keduanya langsung roboh tak sadarkan diri oleh hantaman si rambut putih dengan
sekali pukul.
“Kou-chan…. Hikka-chan….” Yuya dan Kei
berteriak bersamaan terlihat mengkhawatirkan masing-masing temannya itu.
“Hentikan……..!! Kau boleh melakukan apapun
padaku. Tapi jangan sakiti mereka” kata Ryo-chan tiba-tiba dengan nada tinggi
yang membuat kami sentak menoleh padanya. Aku melihat wajah adikku yang saat
ini sepertinya tengah marah. Aku jarang sekali melihatnya marah. Apalagi sampai
memasang wajah seperti ini.
“Ryo-chan, kau tak boleh pergi” rengek
Megumi sambil memegangi lengan adikku itu.
“Harusnya kau lebih menghargai perhatian
orang-orang yang menyayangimu. Jangan buat mereka bersedih lagi” kata Hermione
dan kini aku setuju dengan perkataan nenek sihir itu.
“Andai Harry ada di sini, mungkin ia bisa
membantu. Sayang aku tidak terlalu mahir dengan mantera-mantera duel”
tambahnya.
[Ryosuke’s POV]
“Jika kalian memaksa, baiklah. Kalian
sendiri yang cari masalah” bentak Killua yang kini sudah beberapa meter di
depan kami.
“Kami tak peduli!! Biarpun harus mati, kami
tak kan
membiarkanmu menyakiti adik kami” kata kak Kei tegas.
“Ryo-chan… Apapun yang terjadi, percayalah
pada saudara-saudaramu itu” suara Megumi terdengar bergetar dan kini ia sudah
kembali memeluk pinggangku.
Mungkin memang benar aku belum bisa
memahami perasaan kakak-kakakku. Tapi satu hal yang kutahu, aku tak mungkin
membiarkan orang-orang yang kusayangi terluka karena diriku.
Apalagi aku mengenal benar, orang seperti
apa keluarga Zaoldyeck itu. Jika aku biarkan semua seperti ini, mungkin aku
akan kehilangan orang-orang yang kusayangi ini untuk selamanya. Killua tak kan mungkin melepaskan
orang-orang yang menghalangi tujuannya.
Terpaksa…..
Terpaksa aku harus melakukan ini…..
“Buugghh……” kupukul Megumi hingga pingsan.
Hermione yang terlihat kaget dengan tindakanku, segera mengalami hal yang sama
dengan Megumi sebelum ia sempat
berkata-kata.
Kini giliran kakak-kakakku yang menoleh ke
arahku.
“Ryosuke, apa yang kau lakukan?!” tanya kak
Yuya dengan wajah tak percaya melihat tindakanku yang diluar nalarnya ini.
“Percayalah, semua akan baik-baik saja.
Begitu juga dengan Ryo. Ryo janji, Ryo juga kan baik-baik saja” responku sambil
tersenyum pada ketiga kakakku itu dan akhirnya merekapun roboh tanpa sempat
merespon kalimatku setelah terpaksa harus kubuat mereka tak sadarkan diri.
Kini tinggal aku dan Killua.
“Aku cukup heran dengan apa yang kau
lakukan ini” kata Killua padaku yang kini kami sudah saling berhadapan.
“Sekarang selesaikanlah tugasmu. Tapi satu
pintaku, jangan sedikitpun kau sentuh mereka setelah urusanmu denganku selesai”
responku dengan wajah serius menatap mata anak itu.
“Ok. Perjanjian yang cukup adil. Aku akan
melepaskan mereka setelah kubunuh kau” terang Killua sambil mengembangkan senyum
di bibirnya.
“Tapi tentu saja aku tak kan membiarkanmu dengan mudah membunuhku.
Karena aku masih belum mau mati sekarang. Setidaknya aku akan berusaha dulu
walaupun rasanya memang sudah pasti aku tak mungkin bisa menandingimu” kataku
padanya dengan sedikit tersenyum dan iapun segera membalas senyumku dengan
senyumnya yang kali ini terasa begitu bersahabat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
*****************
[Daiki’s POV]
Kepalaku terasa pusing. Perlahan aku mulai
membuka mataku dan segera bangun. Kupegangi leher bagian belakangku yang terasa
sedikit sakit. Tiba-tiba aku teringat saat Ryosuke memukulku tadi. Akupun
segera tersadar dan melihat orang-orang yang kukenal terbaring tak sadarkan
diri.
Aku segera membangunkan Yuya dan Kei yang
terbaring tak jauh dari tempatku berdiri. Tanpa menunggu lama, aku sudah
berhasil membangunkan mereka berdua. Kulihat mereka berdua masih mencoba tuk
menyadarkan diri mereka sepenuhnya.
Aku berniat membangunkan yang lain. Tapi seketika
perhatianku tertuju pada seseorang yang teramat kukenal yang juga tengah
terbaring di lapangan ini. Aku segera berlari mendekatinya.
“Ryo-chan?!” aku setengah jongkok di
samping adikku ini tuk membangunkannya yang terlihat sedang tertidur pulas.
Kulihat ia tak merespon apapun. Akupun kembali memanggil namanya dan kali ini
sambil sedikit kusentuh tubuhnya. Biasanya ia sangat mudah dibangunkan tanpa
harus disentuh.
“Ryo-chan… Jangan main-main!! Ayo cepat
bangun!!” akupun mulai tak sabar melihat adikku yang tak kunjung bangun ini.
Kulihat dua pasang kaki berdiri di samping
kanan kiriku. Ternyata Yuya dan Kei. Aku hendak meminta mereka tuk membantuku
membangunkan Ryosuke. Tapi yang kulihat saat menatap wajah mereka hanya ada air
mata dan tatapan kosong.
Aku sedikit heran dengan kedua kakakku itu.
“Kalian kenapa?” tanyaku berharap mereka
akan segera memberi jawaban.
Kulihat mereka tak bergeming memandangi
Ryo-chan masih dengan menangis. Perasaanku jadi tak enak melihat air mata
mereka.
Akupun memberanikan diri tuk memandangi
wajah Ryosuke sekali lagi. Kulihat wajahnya masih sama seperti terakhir kali ku
melihatnya beberapa saat yang lalu.
“Ryo-chan….. Bangun……!! Kau bilang kau tak kan kenapa-kenapa, kan ?! Jangan membohongi
kami…. Ayo bangun!! Kau sudah berjanji” kata-kata Kei yang sudah terduduk di
samping Ryo-chan kini membuat perasaanku semakin tak karuan.
“Yama-chan!! Mana Yama-chan?!” suara Yuri
yang tiba-tiba melangkahkan kakinya ke arah kami terdengar masih sama seperti
biasanya. Masih dengan nadanya yang centil.
“Lho… Kok Yama bobok di sini sih?!”
tambahnya sambil jongkok di samping adikku itu.
*****************
[Yuya’s POV]
Aku dan kedua adikku sudah tak bisa lagi
menahan perasaan kami. Kami seakan mengalami de javu. Tapi kali ini terasa
lebih menyakitkan.
“Kenapa semua ini harus terjadi pada
Ryo-chan, kak?!” Kei menangis terisak-isak tak dapat mengendalikan dirinya.
Begitu juga dengan Daiki yang masih berdiri di samping peti adik terkecil kami
itu.
“Ryo-chan…… Bangun…… Kenapa kau ingkari
janjimu?!” kulihat Daiki masih berusaha membangunkan Ryosuke.
“Yuya, Kei, bangunkan Ryo-chan!! Kalian
lihat kan ……
Tak ada sedikitpun luka ditubuhnya. Ia pasti cuma tertidur” tambahnya yang kini
menatap sedih ke arahku dan Kei masih dengan air mata yang membanjiri wajahnya.
*****************
[Daiki’s POV]
Rumah terasa begitu sepi. Aku dan kedua
kakakku duduk bertiga di ruang keluarga. Tanpa kusadari, lagi-lagi air mataku
mengalir membasahi wajahku. Aku teringat saat-saat adikku tadi dimakamkan. Hatiku
terasa hancur jika mengingat aku tak kan
lagi bisa melihat senyum Ryo-chan.
Yuri memutuskan tuk kembali ke China setelah
pemakaman Ryo-chan tadi. Ia tak mengatakan apapun sejak kami menyadari bahwa
Ryo-chan telah pergi.
Sementara teman Yuya dan Kei, masih di sini
menemani kami.
[Yuya’s POV]
Semua terasa bagaikan mimpi. Rasanya aku
ingin segera terbangun dari mimpi buruk ini. Lagi-lagi aku telah gagal menjadi
seorang kakak. Dan yang paling menyakitkan, kegagalanku kali ini harus kubayar
dengan nyawa adik yang sangat kusayangi….
Aku merasakan seseorang merangkulku dari
belakang. Hermione…. Ia masih di sini menemaniku. Tapi kali ini hatiku terasa
hampa. Waktu seakan berhenti berputar. Kepalaku terasa begitu berat.
[Hermione’s POV]
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
Ryosuke pastilah sangat berharga bagi mereka. Ingin sekali kuhibur Yuya dan
adik-adiknya ini, tapi aku tahu, itu akan percuma.
Aku masih mendengar tangisan Daiki. Begitu
juga Kei yang terlihat memendam penyesalan yang begitu mendalam masih mencoba
menahan air matanya.
“Kei… Kau harus kuat” suara anak yang
bernama Hikaru itu terdengar riang mencoba memberikan semangat pada Kei.
Yuya, Kei, dan Daiki pastilah sangat
terpukul kehilangan adik mereka untuk kedua kalinya.
Tapi tiba-tiba aku begitu terkejut melihat
Yuya, Kei, dan Daiki yang pingsan hampir bersamaan.
“Sepertinya mereka bertiga mengalami syok
yang teramat berat. Hikka… segera telepon dokter” kata Kota pada Hikaru dengan segera dan akupun
segera menunjukkan kamar Yuya, Kei, dan Daiki pada Kota .
“Kalian bertiga harus kuat” batinku sambil
membantu Kota
membaringkan ketiga bersaudara itu di kamar mereka.
To Be Continue………..
*******************************
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^