Monday, 7 May 2012

Hey! Say! Jump Fanfiction - Crazy Competition Part 23


[Kei’s POV]
Sudah kuputuskan tuk tak kan lagi membiarkan siapapun menyakiti saudaraku.

“Lepaskan dia. Apa yang kau mau dariku?” tanya Ryosuke lembut sambil melangkahkan kakinya mendekati anak bernama Killua itu. Akupun buru-buru memegang lengan adikku agar ia segera menghentikan langkahnya.
“Ryo-chan, jangan seenaknya. Kau juga harus memikirkan perasaan kami” kataku setelah kuraih lengannya.

“Percayalah pada Ryo. Ryo akan baik-baik saja” jawabnya sambil tersenyum lembut ke arahku dan iapun segera melepaskan tanganku dari lengannya, masih dengan tersenyum.

“Anak baik. Dengan begitu aku tidak perlu susah-susah tuk memaksamu” kulihat Killua mengembangkan senyumnya yang begitu mengerikan.


[Yuya’s POV]
“Apa yang ingin dilakukan adikmu itu?” tanya Kou-chan padaku.
“Anak itu paling tidak bisa diam melihat orang lain dalam kesusahan terutama karena dirinya” kataku ringan pada Kota karena perasaanku kali ini sedikit merasa tak enak melihat Ryo-chan seakan mendatangi sendiri mautnya.

“Yama-chan….. Aku tahu kau pasti akan menolongku” anak yang bernama Yuri itu terlihat sedikit mendapatkan kemenangan.

“Jika ingin menyakiti adikku, langkahi dulu mayatku!!” tiba-tiba kulihat Dai-chan berlari dan langsung berdiri di depan Ryosuke merentangkan kedua lengannya menghalangi Ryo-chan.

Apa yang kulakukan ini?! Kenapa aku hanya diam? Seharusnya ada sesuatu yang bisa kulakukan sebagai seorang kakak.

Akupun segera mengikuti langkah Daiki dan segera kuberdiri di samping adik keduaku itu.
“Langkahi dulu mayat kami” kata Kei yang ternyata juga sudah berdiri di sampingku dan Daiki, melakukan hal yang sama dengan kami.

“Merepotkan saja! Jangan salahkan aku jika kuhabisi kalian semua!” kulihat Killua mulai terlihat marah dan auranya terasa begitu membuatku merinding.


[Ryosuke’s POV]
“Kakak, apa yang kalian lakukan?” aku heran melihat kakak-kakakku menghalangi langkahku.
“Ryo-chan, mungkin jika kau punya adik, kau akan paham perasaan kami dan akan mengerti kenapa kami melakukan ini” kata kak Yuya tanpa menoleh padaku.

“Berani macam-macam dengannya, kau harus berurusan dulu dengan kami” giliran dua bodyguard Chinen yang kini sudah berdiri di depanku.

“Kou-chan?!” kak Yuya terlihat heran dan temannya itupun hanya melayangkan senyuman padanya. Begitu juga dengan kak Kei dan anak yang bernama Hikaru itu.

Tak tanggung-tanggung, kini Megumi dan Hermionepun ikut-ikutan membuat pagar di depanku.



[Daiki’s POV]
Tentunya Yuya dan Kei juga berpikiran sama denganku. Kami tak mungkin membiarkan sesuatu terjadi pada Ryo-chan lagi.

“Kalian benar-benar membuatku marah” kata si rambut putih itu sambil memukul Yuri sampai tak sadarkan diri dan kini pandangannya tertuju tajam pada kami.

“Yuri-chan!!” teriak kedua bodyguard Yuri yang langsung berlari ke arah anak mengerikan yang telah memukul Yuri itu. Namun keduanya langsung roboh tak sadarkan diri oleh hantaman si rambut putih dengan sekali pukul.
“Kou-chan…. Hikka-chan….” Yuya dan Kei berteriak bersamaan terlihat mengkhawatirkan masing-masing temannya itu.

“Hentikan……..!! Kau boleh melakukan apapun padaku. Tapi jangan sakiti mereka” kata Ryo-chan tiba-tiba dengan nada tinggi yang membuat kami sentak menoleh padanya. Aku melihat wajah adikku yang saat ini sepertinya tengah marah. Aku jarang sekali melihatnya marah. Apalagi sampai memasang wajah seperti ini.

“Ryo-chan, kau tak boleh pergi” rengek Megumi sambil memegangi lengan adikku itu.
“Harusnya kau lebih menghargai perhatian orang-orang yang menyayangimu. Jangan buat mereka bersedih lagi” kata Hermione dan kini aku setuju dengan perkataan nenek sihir itu.
“Andai Harry ada di sini, mungkin ia bisa membantu. Sayang aku tidak terlalu mahir dengan mantera-mantera duel” tambahnya.


[Ryosuke’s POV]
“Jika kalian memaksa, baiklah. Kalian sendiri yang cari masalah” bentak Killua yang kini sudah beberapa meter di depan kami.
“Kami tak peduli!! Biarpun harus mati, kami tak kan membiarkanmu menyakiti adik kami” kata kak Kei tegas.

“Ryo-chan… Apapun yang terjadi, percayalah pada saudara-saudaramu itu” suara Megumi terdengar bergetar dan kini ia sudah kembali memeluk pinggangku.

Mungkin memang benar aku belum bisa memahami perasaan kakak-kakakku. Tapi satu hal yang kutahu, aku tak mungkin membiarkan orang-orang yang kusayangi terluka karena diriku.
Apalagi aku mengenal benar, orang seperti apa keluarga Zaoldyeck itu. Jika aku biarkan semua seperti ini, mungkin aku akan kehilangan orang-orang yang kusayangi ini untuk selamanya. Killua tak kan mungkin melepaskan orang-orang yang menghalangi tujuannya.

Terpaksa…..
Terpaksa aku harus melakukan ini…..
“Buugghh……” kupukul Megumi hingga pingsan. Hermione yang terlihat kaget dengan tindakanku, segera mengalami hal yang sama dengan Megumi  sebelum ia sempat berkata-kata.

Kini giliran kakak-kakakku yang menoleh ke arahku.
“Ryosuke, apa yang kau lakukan?!” tanya kak Yuya dengan wajah tak percaya melihat tindakanku yang diluar nalarnya ini.
“Percayalah, semua akan baik-baik saja. Begitu juga dengan Ryo. Ryo janji, Ryo juga kan baik-baik saja” responku sambil tersenyum pada ketiga kakakku itu dan akhirnya merekapun roboh tanpa sempat merespon kalimatku setelah terpaksa harus kubuat mereka tak sadarkan diri.

Kini tinggal aku dan Killua.
“Aku cukup heran dengan apa yang kau lakukan ini” kata Killua padaku yang kini kami sudah saling berhadapan.
“Sekarang selesaikanlah tugasmu. Tapi satu pintaku, jangan sedikitpun kau sentuh mereka setelah urusanmu denganku selesai” responku dengan wajah serius menatap mata anak itu.

“Ok. Perjanjian yang cukup adil. Aku akan melepaskan mereka setelah kubunuh kau” terang Killua sambil mengembangkan senyum di bibirnya.
“Tapi tentu saja aku tak kan membiarkanmu dengan mudah membunuhku. Karena aku masih belum mau mati sekarang. Setidaknya aku akan berusaha dulu walaupun rasanya memang sudah pasti aku tak mungkin bisa menandingimu” kataku padanya dengan sedikit tersenyum dan iapun segera membalas senyumku dengan senyumnya yang kali ini terasa begitu bersahabat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

*****************

[Daiki’s POV]
Kepalaku terasa pusing. Perlahan aku mulai membuka mataku dan segera bangun. Kupegangi leher bagian belakangku yang terasa sedikit sakit. Tiba-tiba aku teringat saat Ryosuke memukulku tadi. Akupun segera tersadar dan melihat orang-orang yang kukenal terbaring tak sadarkan diri.

Aku segera membangunkan Yuya dan Kei yang terbaring tak jauh dari tempatku berdiri. Tanpa menunggu lama, aku sudah berhasil membangunkan mereka berdua. Kulihat mereka berdua masih mencoba tuk menyadarkan diri mereka sepenuhnya.

Aku berniat membangunkan yang lain. Tapi seketika perhatianku tertuju pada seseorang yang teramat kukenal yang juga tengah terbaring di lapangan ini. Aku segera berlari mendekatinya.

“Ryo-chan?!” aku setengah jongkok di samping adikku ini tuk membangunkannya yang terlihat sedang tertidur pulas. Kulihat ia tak merespon apapun. Akupun kembali memanggil namanya dan kali ini sambil sedikit kusentuh tubuhnya. Biasanya ia sangat mudah dibangunkan tanpa harus disentuh.

“Ryo-chan… Jangan main-main!! Ayo cepat bangun!!” akupun mulai tak sabar melihat adikku yang tak kunjung bangun ini.
Kulihat dua pasang kaki berdiri di samping kanan kiriku. Ternyata Yuya dan Kei. Aku hendak meminta mereka tuk membantuku membangunkan Ryosuke. Tapi yang kulihat saat menatap wajah mereka hanya ada air mata dan tatapan kosong.

Aku sedikit heran dengan kedua kakakku itu.
“Kalian kenapa?” tanyaku berharap mereka akan segera memberi jawaban.
Kulihat mereka tak bergeming memandangi Ryo-chan masih dengan menangis. Perasaanku jadi tak enak melihat air mata mereka.

Akupun memberanikan diri tuk memandangi wajah Ryosuke sekali lagi. Kulihat wajahnya masih sama seperti terakhir kali ku melihatnya beberapa saat yang lalu.

“Ryo-chan….. Bangun……!! Kau bilang kau tak kan kenapa-kenapa, kan?! Jangan membohongi kami…. Ayo bangun!! Kau sudah berjanji” kata-kata Kei yang sudah terduduk di samping Ryo-chan kini membuat perasaanku semakin tak karuan.

“Yama-chan!! Mana Yama-chan?!” suara Yuri yang tiba-tiba melangkahkan kakinya ke arah kami terdengar masih sama seperti biasanya. Masih dengan nadanya yang centil.
“Lho… Kok Yama bobok di sini sih?!” tambahnya sambil jongkok di samping adikku itu.

*****************

[Yuya’s POV]
Aku dan kedua adikku sudah tak bisa lagi menahan perasaan kami. Kami seakan mengalami de javu. Tapi kali ini terasa lebih menyakitkan.

“Kenapa semua ini harus terjadi pada Ryo-chan, kak?!” Kei menangis terisak-isak tak dapat mengendalikan dirinya. Begitu juga dengan Daiki yang masih berdiri di samping peti adik terkecil kami itu.

“Ryo-chan…… Bangun…… Kenapa kau ingkari janjimu?!” kulihat Daiki masih berusaha membangunkan Ryosuke.
“Yuya, Kei, bangunkan Ryo-chan!! Kalian lihat kan…… Tak ada sedikitpun luka ditubuhnya. Ia pasti cuma tertidur” tambahnya yang kini menatap sedih ke arahku dan Kei masih dengan air mata yang membanjiri wajahnya.

*****************

[Daiki’s POV]
Rumah terasa begitu sepi. Aku dan kedua kakakku duduk bertiga di ruang keluarga. Tanpa kusadari, lagi-lagi air mataku mengalir membasahi wajahku. Aku teringat saat-saat adikku tadi dimakamkan. Hatiku terasa hancur jika mengingat aku tak kan lagi bisa melihat senyum Ryo-chan.

Yuri memutuskan tuk kembali ke China setelah pemakaman Ryo-chan tadi. Ia tak mengatakan apapun sejak kami menyadari bahwa Ryo-chan telah pergi.
Sementara teman Yuya dan Kei, masih di sini menemani kami.


[Yuya’s POV]
Semua terasa bagaikan mimpi. Rasanya aku ingin segera terbangun dari mimpi buruk ini. Lagi-lagi aku telah gagal menjadi seorang kakak. Dan yang paling menyakitkan, kegagalanku kali ini harus kubayar dengan nyawa adik yang sangat kusayangi….

Aku merasakan seseorang merangkulku dari belakang. Hermione…. Ia masih di sini menemaniku. Tapi kali ini hatiku terasa hampa. Waktu seakan berhenti berputar. Kepalaku terasa begitu berat.


[Hermione’s POV]
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Ryosuke pastilah sangat berharga bagi mereka. Ingin sekali kuhibur Yuya dan adik-adiknya ini, tapi aku tahu, itu akan percuma.

Aku masih mendengar tangisan Daiki. Begitu juga Kei yang terlihat memendam penyesalan yang begitu mendalam masih mencoba menahan air matanya.

“Kei… Kau harus kuat” suara anak yang bernama Hikaru itu terdengar riang mencoba memberikan semangat pada Kei.

Yuya, Kei, dan Daiki pastilah sangat terpukul kehilangan adik mereka untuk kedua kalinya.

Tapi tiba-tiba aku begitu terkejut melihat Yuya, Kei, dan Daiki yang pingsan hampir bersamaan.

“Sepertinya mereka bertiga mengalami syok yang teramat berat. Hikka… segera telepon dokter” kata Kota pada Hikaru dengan segera dan akupun segera menunjukkan kamar Yuya, Kei, dan Daiki pada Kota.
“Kalian bertiga harus kuat” batinku sambil membantu Kota membaringkan ketiga bersaudara itu di kamar mereka.




To Be Continue………..

*******************************

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers