[Yuya’s POV]
Daiki terlihat serius dalam melawan Sasuke.
Biarpun sebenarnya aku tahu Sasuke bisa mengalahkan Daiki dengan mudah, tapi
kenapa Sasuke tak segera mengakhiri pertarungan ini?!
[Daiki’s POV]
Biarpun sekali, aku berhasil juga
memukulnya. Anak itu benar-benar membuatku muak. Andai saja kemarin ia tak
menolong Ryosuke, mungkin tak ada sisi baik dalam dirinya yang bisa kuakui.
“Kau kira pukulan seperti itu akan
berpengaruh bagiku?!” tanyanya lagi-lagi dengan nada mengejek.
Aku tahu ia benar-benar menyebalkan, tapi
harus kuakui kalau ia jauh lebih hebat dariku dalam hal bertarung.
“Akan kutunjukan padamu perbedaan di antara
kita” katanya tiba-tiba dan kulihat ia langsung menghilang.
“Bbuugghh…..” aku merasakan pukulan kuat
dari arah belakang. Sasuke, ntah sejak kapan ia ada di belakangku.
Aku terpental belasan meter. Badanku sakit
sekali terjatuh dan terpelanting keras di arena ini.
[Ryosuke’s POV]
Pertarungan ini murni berat sebelah. Kak
Daiki tak mungkin bisa mengimbangi Sasuke. Terlalu tak berimbang. Setelah pukulan
pertamanya tadi, kulihat Sasuke memukul kakakku itu puluhan kali lagi. Aku
benar-benar tak tega melihatnya.
“Berapa kalipun kau memukulku, aku tak akan
menyerah” aku mendengar kak Daiki mengatakan itu dan kembali bangkit dengan
sempoyongan. Kulihat penonton sama tak teganya denganku menyaksikan pertarungan
yang tak berimbang ini. Akupun sudah tak lagi bisa menahan diriku ini. Hatiku
sakit melihat Sasuke tak segan sedikitpun tuk menghajar kakakku itu. Kuputuskan
tuk naik ke arena itu dan menyudahi semua ini. Tapi…..
“Jangan renggut kehormatan Daiki sebagai seorang
laki-laki. Biarkan ia menyelesaikan pertarungan ini” kata kak Yuya sambil
memegang lenganku. Rasanya aku ingin menangis mendengar kata-kata kak Yuya itu.
Sebesar itukah pengorbanan tuk mempertahankan kehormatan?! Apakah itu layak?!
Akupun segera berlari menjauh dari arena tuk menghindari pemandangan yang tak
ingin kusaksikan ini.
[Kei’s POV]
Daiki, ntah apa yang ada di kepalanya, tapi
diantara kami ialah yang paling pantang tuk menyerah.
“Sampai kapan kalian membiarkan adik kalian
dipukuli begitu?!” tanya Harry tiba-tiba sambil berjalan ke arahku dan kak
Yuya. Kulihat Hermione juga bersamanya.
“Yuya, tolong hentikan pertarungan itu.
Kasihan Daiki” rengek Hermione sambil memeluk erat pinggang kak Yuya.
Aku masih melihat Sasuke memukuli Daiki.
Sepertinya Sasuke memang ingin menyiksa adikku itu perlahan. Harusnya ia bisa
merobohkan Daiki dengan sekali pukul, tapi ia tak melakukannya.
“Kejam sekali ia” kataku lirih sambil
memandang tajam ke arah Sasuke. Apakah aku harus diam saja melihat saudara
kandungku dipukuli di depan mataku?! Rasanya kesabaranku hampir habis. Akupun
mulai mengawali langkahku tuk menghentikan pertarungan itu. Tapi…..
“Sudah cukup……. Hentikan…….” teriak
Ryo-chan sambil berlari ke arah arena itu. Aku melihat air mata di wajahnya. Begitu
sampai di arena, Ryosuke langsung memukul keras wajah Sasuke sampai Sasuke
terpelanting beberapa kali. Karena Ryosuke naik ke arena, Daikipun
didiskualifikasi.
[Ryosuke’s POV]
Kak Daiki langsung roboh ketika aku naik ke
atas arena. Ia sudah tak sadarkan diri karena pukulan-pukulan Sasuke. Akupun
segera meraih tubuhnya dan menggendongnya di punggungku.
“Aku menantikan hari dimana kita akan
bertarung” kata Sasuke lirih ke arahku.
*****************
[Yuya’s POV]
Kami sekarang sudah di rumah. Final hari
ini kami kalah. Syukurlah hari ini hanya ada satu pertandingan final.
“Ting tung” aku mendengar bunyi bel. Akupun
segera berjalan ke arah pintu tuk melihat siapa yang datang.
“Hai” sapa Sasuke padaku.
“Buat apa kau kesini?” tanyaku dengan nada
datar padanya.
“Aku hanya membawakan obat untuk adikmu
itu” katanya tanpa ekspresi sambil mengulurkan sebungkus obat herbal padaku.
“Siapa kak yang datang?” kudengar suara
Ryosuke dari arah belakangku.
“Ternyata kau, Sasuke” tambahnya datar
sambil melihat ke arah Sasuke.
“Ryo mau keluar dulu, kak. Perban di rumah
habis” kata adikku itu sambil berjalan ke luar pintu.
“Boleh kutemani?” tanya Sasuke segera
sambil berjalan ke arah Ryo-chan tanpa pamit dulu padaku.
“Tentu saja” aku mendengar jawaban pendek
itu keluar dari mulut Ryo-chan.
Hm…. Kenapa jadi aneh begini?! Sejak kapan
mereka sedekat itu?!
*****************
[Ryosuke’s POV]
Aku berjalan bersama Sasuke menuju apotek.
“Jadi, dimana Sakura dimakamkan?” tanyaku
memulai pembicaraan di antara kami.
“Kenapa kau menanyakan itu? Kau tak marah
aku sudah memukuli kakakmu sampai seperti itu?” iapun balik bertanya sebelum
menjawab pertanyaanku tadi.
“Itu adalah pertandingan. Aku tak pernah
menyalahkanmu” jawabku dengan nada dingin padanya.
“Lalu bagaimana dengan pertanyaanku tadi?”
lanjutku sambil terus berjalan.
[Sasuke’s POV]
Anak ini benar-benar unik. Ia terlihat
lebih dewasa daripada dirinya yang tadi pagi. Hm, benar-benar menarik. Aku jadi
semakin ingin mencoba kemampuannya.
“Kenapa tersenyum sendiri?” tanyanya mengagetkanku.
“Ah, tidak….” jawabku dengan sedikit malu
sebenarnya, tapi aku berusaha menyembunyikannya.
“Jadi dimana Sakura dimakamkan?” katanya
mengulangi pertanyaannya tadi.
“Ia dimakamkan di makam ninja. Makam ninja
di area kampus kami” terangku padanya.
Aku terus berjalan dengannya. Ntah kenapa
aku merasa nyaman di dekatnya kali ini.
“Kau sudah makan?” tanyanya padaku.
Pertanyaannya itu membuatku tertegun tuk sesaat. Selama ini, hanya keluargaku
yang pernah menanyakan itu padaku. Tapi semenjak hampir 10 tahun yang lalu, aku
sudah tak pernah lagi mendengar pertanyaan itu diajukan padaku.
“Makan malamlah bersama kami malam ini”
kata anak itu padaku sambil mengembangkan senyumnya. Aku serasa ingin menangis
melihatnya tersenyum. Aku buru-buru menghapus air mata yang mulai keluar dari
mataku. Senyumnya benar-benar mirip kakakku yang dulu sangat menyayangiku.
“Awas!!” teriaknya keras padaku sambil
menubrukku tiba-tiba. Aku terjatuh dan iapun menindih di atasku. Aku melihat
seseorang di atas pohon itu. Naruto…. Ia Naruto…. Kulihat Naruto segera
menghilang setelah sempat memandang lekat ke mataku.
“Kau tak apa?” tanya anak yang bernama
Ryosuke itu padaku sambil memegang kedua pundakku. Sebelum kusempat mengatakan
bahwa aku baik-baik saja, kulihat darah mengalir di lengan kanannya. Akupun
segera menarik badannya dan melihat ke punggungnya. Kulihat sebuah suriken
tertancap di lengan kanannya bagian belakang. Akupun segera mencabut suriken
itu perlahan. Kulihat anak itu tengah memejamkan matanya sambil menahan sakit
karena luka itu. Tapi kenapa Naruto tadi mencoba mencelakaiku?!
*****************
[Kei’s POV]
Aku menyusul Ryo-chan karena ia tak kunjung
pulang. Kak Yuya bilang ia tadi keluar dengan Sasuke. Aku jadi semakin
khawatir. Aku takut Sasuke akan mencelakainya. Apalagi tadi siang ia menghajar
Daiki separah itu. Jangan-jangan, mereka sedang berkelahi sekarang?!
Aku mempercepat langkahku tuk mencari
adikku. Tapi tiba-tiba langkahku terhenti karena seseorang menghalangi jalan di
depanku. Ia terlihat menatapku tajam. Ntah kenapa aku jadi takut sendiri
melihat tatapan mata anak itu yang terlihat begitu menakutkan.
Ia berjalan ke arahku. Perlahan aku mulai
menjauh darinya. Aku benar-benar takut. Akupun segera berbalik arah dan
berlari. Kulihat ia berlari mengejarku.
“Huaa…… Nani?! Siapapun….. Tolong aku……”
teriakku sambil terus berlari.
Kulihat kaki anak itu begitu lincah, aku
jadi semakin panik. Suasana seakan seperti sambaran petir ketika kulihat ia
meraih bajuku.
“Kyaa……..” teriakku bagai anak gadis yang
ingin diperkosa. Seperti film-film horor yang biasa kutonton.
“Aku mau menanyakan alamat” katanya lirih
sambil menatapku dengan wajah yang sangat memelas.
Aku melihat secarik kertas yang
disodorkannya. Tertuliskan alamat rumahku di kertas itu.
“Kenapa kau ingin kesana?” tanyaku pada
anak yang terbilang pendek itu. Warna dan gaya
rambutnya benar-benar aneh. Buat apa tadi aku mesti ketakutan pada orang
seperti ini?!
“Namaku Kyuu. Temanku memintaku tuk
mengantarkan obat ini pada seseorang bernama Da… Da… Da… Sapa ya?!” kata anak
itu dengan wajah yang benar-benar tolol.
“Daiki?!” tanyaku padanya dengan ringan
sambil menggeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah anak ini.
“Wah…… Iya…… Betul…..” jawabnya masih
dengan tampang bodoh.
Akupun segera mengantarnya ke rumahku. Aku
lupa kalau aku keluar untuk mencari Ryosuke.
*****************
[Ryosuke’s POV]
Sasuke mengajakku istirahat di sebuah kedai
di pinggir jalan.
“Biarkan aku mengobati lukamu” katanya
padaku sambil mengeluarkan peralatan yang ia bawa di sakunya.
“Lain kali kau tak usah melakukan apapun
tuk melindungiku. Aku sudah terbiasa dengan senjata-senjata seperti itu”
tambahnya sambil membalut lukaku.
“Tolong ramen 2 mangkuk” kataku pada
penjaga kedai.
“Kita makan dulu ya” kataku pada Sasuke
sambil tersenyum. Kulihat ia ingin membalas senyumku tapi segera ia urungkan.
Aku tahu cerita-cerita tentang orang yang
saat ini duduk di sampingku. Ia kehilangan orangtuanya di tahun pertamanya
masuk sekolah ninja. Jauh lebih muda daripadaku saat kehilangan orangtuaku. Lagipula
ia menjalani hidup yang lebih berat dariku. Ia tak memiliki kakak-kakak seperti
yang kumiliki.
Aku makan ramen berdua dengan Sasuke sore
ini. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8. Tiba-tiba kudengar
handphoneku berdering. Telepon dari kak Yuya. Akupun segera mengangkatnya.
“Sasuke, sudah saatnya pulang. Mau mampir
ke rumahku?” tanyaku padanya setelah kututup telepon dari kak Yuya. Aku lupa
kalau tadi aku ingin beli perban. Tapi tadi kak Yuya memintaku segera pulang
saja.
“Tidak usah. Tapi akan kuantar kau sampai
rumahmu” jawabnya padaku.
Iapun menemaniku pulang sambil berjalan
kaki dengan santai.
*****************
[Yuya’s POV]
“Anak itu bikin khawatir saja jam segini
belum pulang” umpatku dengan nada lirih sambil mengerutkan alisku.
“Hahaha….. Lucu……” suara anak yang bernama
Kyuu itu benar-benar keras. Ia tengah nonton TV dengan Kei. Huh, dasar mereka.
Harusnya mereka paham kalau Daiki sedang butuh ketenangan tuk beristirahat.
Akupun berjalan ke lantai dua ke arah kamar
Daiki ingin memastikan kondisi adikku yang sedang sakit itu. Hatiku sentak
menjadi tak tenang ketika kulihat lampu di kamar Daiki tak lagi menyala seperti
saat kutinggalkan tadi. Tiba-tiba terdengar suara petir dan terdengar suara
hujan yang turun begitu deras. Aku buru-buru berlari ke kamar adikku itu. Aku
tak bisa melihat apapun karena kamar itu sangat gelap.
“Dddooorrr…….” suara guntur terdengar begitu menggelegar dan
kilatan cahaya yang melewati kaca kamar Daiki membuat kamar ini sedikit terang
tuk beberapa saat. Namun, hatiku sangat kaget ketika sejenak dalam kilatan tadi
aku melihat seorang anak berambut putih dengan matanya yang besar tengah
berdiri di samping Daiki dan menatapku dengan sangat tajam.
“Siapa itu?!” tanyaku dengan nada takut
yang tak lagi bisa kusembunyikan.
To Be Continue………..
*******************************
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^