Monday, 7 May 2012

Hey! Say! Jump Fanfiction - Crazy Competition Part 19


[Yuya’s POV]
Daiki terlihat serius dalam melawan Sasuke. Biarpun sebenarnya aku tahu Sasuke bisa mengalahkan Daiki dengan mudah, tapi kenapa Sasuke tak segera mengakhiri pertarungan ini?!


[Daiki’s POV]
Biarpun sekali, aku berhasil juga memukulnya. Anak itu benar-benar membuatku muak. Andai saja kemarin ia tak menolong Ryosuke, mungkin tak ada sisi baik dalam dirinya yang bisa kuakui.

“Kau kira pukulan seperti itu akan berpengaruh bagiku?!” tanyanya lagi-lagi dengan nada mengejek.
Aku tahu ia benar-benar menyebalkan, tapi harus kuakui kalau ia jauh lebih hebat dariku dalam hal bertarung.
“Akan kutunjukan padamu perbedaan di antara kita” katanya tiba-tiba dan kulihat ia langsung menghilang.
“Bbuugghh…..” aku merasakan pukulan kuat dari arah belakang. Sasuke, ntah sejak kapan ia ada di belakangku.
Aku terpental belasan meter. Badanku sakit sekali terjatuh dan terpelanting keras di arena ini.


[Ryosuke’s POV]
Pertarungan ini murni berat sebelah. Kak Daiki tak mungkin bisa mengimbangi Sasuke. Terlalu tak berimbang. Setelah pukulan pertamanya tadi, kulihat Sasuke memukul kakakku itu puluhan kali lagi. Aku benar-benar tak tega melihatnya.

“Berapa kalipun kau memukulku, aku tak akan menyerah” aku mendengar kak Daiki mengatakan itu dan kembali bangkit dengan sempoyongan. Kulihat penonton sama tak teganya denganku menyaksikan pertarungan yang tak berimbang ini. Akupun sudah tak lagi bisa menahan diriku ini. Hatiku sakit melihat Sasuke tak segan sedikitpun tuk menghajar kakakku itu. Kuputuskan tuk naik ke arena itu dan menyudahi semua ini. Tapi…..

“Jangan renggut kehormatan Daiki sebagai seorang laki-laki. Biarkan ia menyelesaikan pertarungan ini” kata kak Yuya sambil memegang lenganku. Rasanya aku ingin menangis mendengar kata-kata kak Yuya itu. Sebesar itukah pengorbanan tuk mempertahankan kehormatan?! Apakah itu layak?! Akupun segera berlari menjauh dari arena tuk menghindari pemandangan yang tak ingin kusaksikan ini.


[Kei’s POV]
Daiki, ntah apa yang ada di kepalanya, tapi diantara kami ialah yang paling pantang tuk menyerah.

“Sampai kapan kalian membiarkan adik kalian dipukuli begitu?!” tanya Harry tiba-tiba sambil berjalan ke arahku dan kak Yuya. Kulihat Hermione juga bersamanya.

“Yuya, tolong hentikan pertarungan itu. Kasihan Daiki” rengek Hermione sambil memeluk erat pinggang kak Yuya.

Aku masih melihat Sasuke memukuli Daiki. Sepertinya Sasuke memang ingin menyiksa adikku itu perlahan. Harusnya ia bisa merobohkan Daiki dengan sekali pukul, tapi ia tak melakukannya.
“Kejam sekali ia” kataku lirih sambil memandang tajam ke arah Sasuke. Apakah aku harus diam saja melihat saudara kandungku dipukuli di depan mataku?! Rasanya kesabaranku hampir habis. Akupun mulai mengawali langkahku tuk menghentikan pertarungan itu. Tapi…..

“Sudah cukup……. Hentikan…….” teriak Ryo-chan sambil berlari ke arah arena itu. Aku melihat air mata di wajahnya. Begitu sampai di arena, Ryosuke langsung memukul keras wajah Sasuke sampai Sasuke terpelanting beberapa kali. Karena Ryosuke naik ke arena, Daikipun didiskualifikasi.


[Ryosuke’s POV]
Kak Daiki langsung roboh ketika aku naik ke atas arena. Ia sudah tak sadarkan diri karena pukulan-pukulan Sasuke. Akupun segera meraih tubuhnya dan menggendongnya di punggungku.

“Aku menantikan hari dimana kita akan bertarung” kata Sasuke lirih ke arahku.

*****************

[Yuya’s POV]
Kami sekarang sudah di rumah. Final hari ini kami kalah. Syukurlah hari ini hanya ada satu pertandingan final.

“Ting tung” aku mendengar bunyi bel. Akupun segera berjalan ke arah pintu tuk melihat siapa yang datang.
“Hai” sapa Sasuke padaku.
“Buat apa kau kesini?” tanyaku dengan nada datar padanya.
“Aku hanya membawakan obat untuk adikmu itu” katanya tanpa ekspresi sambil mengulurkan sebungkus obat herbal padaku.

“Siapa kak yang datang?” kudengar suara Ryosuke dari arah belakangku.
“Ternyata kau, Sasuke” tambahnya datar sambil melihat ke arah Sasuke.

“Ryo mau keluar dulu, kak. Perban di rumah habis” kata adikku itu sambil berjalan ke luar pintu.
“Boleh kutemani?” tanya Sasuke segera sambil berjalan ke arah Ryo-chan tanpa pamit dulu padaku.
“Tentu saja” aku mendengar jawaban pendek itu keluar dari mulut Ryo-chan.
Hm…. Kenapa jadi aneh begini?! Sejak kapan mereka sedekat itu?!

*****************

[Ryosuke’s POV]
Aku berjalan bersama Sasuke menuju apotek.

“Jadi, dimana Sakura dimakamkan?” tanyaku memulai pembicaraan di antara kami.
“Kenapa kau menanyakan itu? Kau tak marah aku sudah memukuli kakakmu sampai seperti itu?” iapun balik bertanya sebelum menjawab pertanyaanku tadi.
“Itu adalah pertandingan. Aku tak pernah menyalahkanmu” jawabku dengan nada dingin padanya.
“Lalu bagaimana dengan pertanyaanku tadi?” lanjutku sambil terus berjalan.


[Sasuke’s POV]
Anak ini benar-benar unik. Ia terlihat lebih dewasa daripada dirinya yang tadi pagi. Hm, benar-benar menarik. Aku jadi semakin ingin mencoba kemampuannya.

“Kenapa tersenyum sendiri?” tanyanya mengagetkanku.
“Ah, tidak….” jawabku dengan sedikit malu sebenarnya, tapi aku berusaha menyembunyikannya.
“Jadi dimana Sakura dimakamkan?” katanya mengulangi pertanyaannya tadi.
“Ia dimakamkan di makam ninja. Makam ninja di area kampus kami” terangku padanya.

Aku terus berjalan dengannya. Ntah kenapa aku merasa nyaman di dekatnya kali ini.
“Kau sudah makan?” tanyanya padaku. Pertanyaannya itu membuatku tertegun tuk sesaat. Selama ini, hanya keluargaku yang pernah menanyakan itu padaku. Tapi semenjak hampir 10 tahun yang lalu, aku sudah tak pernah lagi mendengar pertanyaan itu diajukan padaku.


“Makan malamlah bersama kami malam ini” kata anak itu padaku sambil mengembangkan senyumnya. Aku serasa ingin menangis melihatnya tersenyum. Aku buru-buru menghapus air mata yang mulai keluar dari mataku. Senyumnya benar-benar mirip kakakku yang dulu sangat menyayangiku.

“Awas!!” teriaknya keras padaku sambil menubrukku tiba-tiba. Aku terjatuh dan iapun menindih di atasku. Aku melihat seseorang di atas pohon itu. Naruto…. Ia Naruto…. Kulihat Naruto segera menghilang setelah sempat memandang lekat ke mataku.

“Kau tak apa?” tanya anak yang bernama Ryosuke itu padaku sambil memegang kedua pundakku. Sebelum kusempat mengatakan bahwa aku baik-baik saja, kulihat darah mengalir di lengan kanannya. Akupun segera menarik badannya dan melihat ke punggungnya. Kulihat sebuah suriken tertancap di lengan kanannya bagian belakang. Akupun segera mencabut suriken itu perlahan. Kulihat anak itu tengah memejamkan matanya sambil menahan sakit karena luka itu. Tapi kenapa Naruto tadi mencoba mencelakaiku?!

*****************

[Kei’s POV]
Aku menyusul Ryo-chan karena ia tak kunjung pulang. Kak Yuya bilang ia tadi keluar dengan Sasuke. Aku jadi semakin khawatir. Aku takut Sasuke akan mencelakainya. Apalagi tadi siang ia menghajar Daiki separah itu. Jangan-jangan, mereka sedang berkelahi sekarang?!

Aku mempercepat langkahku tuk mencari adikku. Tapi tiba-tiba langkahku terhenti karena seseorang menghalangi jalan di depanku. Ia terlihat menatapku tajam. Ntah kenapa aku jadi takut sendiri melihat tatapan mata anak itu yang terlihat begitu menakutkan.

Ia berjalan ke arahku. Perlahan aku mulai menjauh darinya. Aku benar-benar takut. Akupun segera berbalik arah dan berlari. Kulihat ia berlari mengejarku.

“Huaa…… Nani?! Siapapun….. Tolong aku……” teriakku sambil terus berlari.
Kulihat kaki anak itu begitu lincah, aku jadi semakin panik. Suasana seakan seperti sambaran petir ketika kulihat ia meraih bajuku.
“Kyaa……..” teriakku bagai anak gadis yang ingin diperkosa. Seperti film-film horor yang biasa kutonton.

“Aku mau menanyakan alamat” katanya lirih sambil menatapku dengan wajah yang sangat memelas.
Aku melihat secarik kertas yang disodorkannya. Tertuliskan alamat rumahku di kertas itu.
“Kenapa kau ingin kesana?” tanyaku pada anak yang terbilang pendek itu. Warna dan gaya rambutnya benar-benar aneh. Buat apa tadi aku mesti ketakutan pada orang seperti ini?!
“Namaku Kyuu. Temanku memintaku tuk mengantarkan obat ini pada seseorang bernama Da… Da… Da… Sapa ya?!” kata anak itu dengan wajah yang benar-benar tolol.
“Daiki?!” tanyaku padanya dengan ringan sambil menggeleng-gelengkan kepalaku melihat tingkah anak ini.
“Wah…… Iya…… Betul…..” jawabnya masih dengan tampang bodoh.

Akupun segera mengantarnya ke rumahku. Aku lupa kalau aku keluar untuk mencari Ryosuke.

*****************

[Ryosuke’s POV]
Sasuke mengajakku istirahat di sebuah kedai di pinggir jalan.

“Biarkan aku mengobati lukamu” katanya padaku sambil mengeluarkan peralatan yang ia bawa di sakunya.
“Lain kali kau tak usah melakukan apapun tuk melindungiku. Aku sudah terbiasa dengan senjata-senjata seperti itu” tambahnya sambil membalut lukaku.

“Tolong ramen 2 mangkuk” kataku pada penjaga kedai.
“Kita makan dulu ya” kataku pada Sasuke sambil tersenyum. Kulihat ia ingin membalas senyumku tapi segera ia urungkan.

Aku tahu cerita-cerita tentang orang yang saat ini duduk di sampingku. Ia kehilangan orangtuanya di tahun pertamanya masuk sekolah ninja. Jauh lebih muda daripadaku saat kehilangan orangtuaku. Lagipula ia menjalani hidup yang lebih berat dariku. Ia tak memiliki kakak-kakak seperti yang kumiliki.

Aku makan ramen berdua dengan Sasuke sore ini. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 8. Tiba-tiba kudengar handphoneku berdering. Telepon dari kak Yuya. Akupun segera mengangkatnya.

“Sasuke, sudah saatnya pulang. Mau mampir ke rumahku?” tanyaku padanya setelah kututup telepon dari kak Yuya. Aku lupa kalau tadi aku ingin beli perban. Tapi tadi kak Yuya memintaku segera pulang saja.
“Tidak usah. Tapi akan kuantar kau sampai rumahmu” jawabnya padaku.
Iapun menemaniku pulang sambil berjalan kaki dengan santai.

*****************

[Yuya’s POV]
“Anak itu bikin khawatir saja jam segini belum pulang” umpatku dengan nada lirih sambil mengerutkan alisku.

“Hahaha….. Lucu……” suara anak yang bernama Kyuu itu benar-benar keras. Ia tengah nonton TV dengan Kei. Huh, dasar mereka. Harusnya mereka paham kalau Daiki sedang butuh ketenangan tuk beristirahat.

Akupun berjalan ke lantai dua ke arah kamar Daiki ingin memastikan kondisi adikku yang sedang sakit itu. Hatiku sentak menjadi tak tenang ketika kulihat lampu di kamar Daiki tak lagi menyala seperti saat kutinggalkan tadi. Tiba-tiba terdengar suara petir dan terdengar suara hujan yang turun begitu deras. Aku buru-buru berlari ke kamar adikku itu. Aku tak bisa melihat apapun karena kamar itu sangat gelap.

“Dddooorrr…….” suara guntur terdengar begitu menggelegar dan kilatan cahaya yang melewati kaca kamar Daiki membuat kamar ini sedikit terang tuk beberapa saat. Namun, hatiku sangat kaget ketika sejenak dalam kilatan tadi aku melihat seorang anak berambut putih dengan matanya yang besar tengah berdiri di samping Daiki dan menatapku dengan sangat tajam.
“Siapa itu?!” tanyaku dengan nada takut yang tak lagi bisa kusembunyikan.




To Be Continue………..

*******************************

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers