PENDAHULUAN
Koperasi Siswa yang anggotanya para seluruh siswa dari suatu
sekolah, yang fungsinya sebagai wadah untuk belajar dan menumbuhkan
tumbuhnya kesadaran berkoperasi di kalangan siswa sebagai anggota dan pengurus.
Kopsek mempunyai nilai dan potensi strategis untuk meminimalisir masalah
pengangguran karena skill yang tidak memadai dalam kewirausahaan atau
entrepreneur, potensi yang dimiliki oleh koperasi sekolah a.l.:
(1) koperasi sekolah
sebagai wahana pembelajaran sehingga memiliki alternatif bagi kepentingan di
masa depan,
(2)
potensi peningkatan kualitas SDM karena kopsek sebagai sarana pembelajaran
berkoperasi dan mengasah potensi kewirausahaan sehingga tersedianya wahana
proses pembelajaran memiliki alternatif menjadi mandiri sehingga dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
(3) potensi sebagai wahana pembelajaran karena para siswa mengenal dan
mempraktekkan sendiri aktivitas – aktivitas pengelolaan transaksi atau
berusaha seperti mencatat, membukukan, melayani pelanggan, menerima barang,
mengelola barang serta berbagai aktivitas lainya.
Pada era
sekarang dan yang akan datang, paradigma layanan pendidikan harus berubah dari
paradigma teacher center menuju child centered; dari paradigma subject mathod
curriculum menuju competence base curriculum; dan dari paradigma exclusive
segregative educational menuju inclusive education process (Arifin, 2007).
Jadi, seluruh proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan harus
diorientasikan pada pemberdayaan siswa sesuai dengan keberagam potensinya
masing-masing. Salah satu bagian kunci dalam proses layanan pendidikan anak
atau proses pembelajaran siswa di sekolah adalah ‘membentuk karakter atau sikap
mental positif’ siswa, karena terbentuknya sikap mental positif akan mampu
mengantarkan setiap individu untuk meraih kesuksesan (Koentjaraningrat, 1982).
Ada
beberapa rujukan teoritis tentang urgensinya pendidikan sikap mental manusia
dalam proses pembangunan, yaitu: (a) teori n-Ach (the need for Achievement),
oleh David Mc Clelland. Inti pandangan teori ini adalah ‘setiap individu yang
selalu membangun prinsip sepanjang usia hidupnya harus terus berkarya dan
berprestasi akan meraih banyak kesuksesan’. Berkarya adalah kebutuhan dasar
dalam hidup; (b) Teori Mentalitas Manusia Modern, oleh Alex Inkels dan D.H.
Smith. Salah satu ciri mentalitas modern adalah ‘terbuka, berorientasi ke depan
dan kompetitif serta inovatif (Budiman, 1995); dan (c) teori Kepribadian
Inovatif, oleh Max Weber dan E. Hagen. Salah satu ciri kepribadian inovatif
adalah ‘selalu ingin tahu dan meneliti, mengambil tanggung jawab pribadi yang
tinggi, terbuka dan tolerir, memaklumi heterogenitas dan selalu mendorong
kreativitas dan inovasi di berbagai bidang’ (Sztompka,1993). Berdasarkan ketiga
teori tersebut, menunjukkan aspek mentalitas manusia adalah faktor kunci dalam
meraih kesuksesan hidup.
Berdasarkan
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/ U/ 1984, tentang Pola
Pembinaan dan Pengembangan Kesiswaan dijelaskan bahwa, dua dari delapan materi
pembinaan kesiswaan adalah: (a) pembinaan kepribadian dan budi pekerti luhur;
dan (b) pembinaan ketrampilan dan kewirausahaan siswa. Salah satu cara dalam
membina siswa pada aspek ketrampilan dan kewirausahaan adalah setiap satuan
pendidikan harus ada Koperasi Siswa (Kopsis). Persoalan yang muncul adalah,
bagaimana cara yang dapat ditempuh dalam menumbuhkan sikap mental wirausaha
siswa di sekolah melalui lembaga Kopsis sekolah?. Persoalan inilah yang menjadi
fokus kajian dalam makalah ini. Sebenarnya banyak aspek yang bisa dikaji dalam
membahas tentang peran Kopsis bagi siswa, namun karena keterbatasan ruang dan
waktu, maka fokus kajian hanya pada aspek peran Kopsis dalam pendidikan sikap
mental kewirausahaan siswa.
PENTINGNYA LAYANAN PENDIDIKAN
KEWIRAUSAHAAN BAGI SISWA MELALUI KOPSIS
Sebelum
menjelaskan tentang pentingnya layanan pendidikan kewirausahaan bagi siswa
melalui Kopsis sekolah, terlebih dahulu perlu diingat kembali beberapa konsep
dasar tentang OSIS pada satuan pendidikan, antara lain: (a) OSIS adalah
singkatan dari Organisasi Siswa Intra Sekolah. Jadi, OSIS merupakan
satu-satunya wadah organisasi siswa di sekolah dan kursus, di lingkungan
pembinaan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah (SD, SMP, SMA/SMK
dan kursus-kursus), dan tidak ada hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah
atau kursus yang lain (Departemen P dan K, 1985); (b) Pembina OSIS adalah
Kepala Sekolah, guru dan tenaga kependidikan yang bertanggung jawab terhadap
pembinaan dan pengembangan OSIS di sekolah dan kursus tersebut; (c) Pemimpin
siswa adalah pengusus OSIS yang dipilih oleh para siswa di sekolah dan kursus
untuk jangka waktu tertentu dan mendapat pengesahan dari Kepala Sekolah yang
bersangkutan; dan (d) Tujuan khusus dibentuknya OSIS adalah: Meningkatkan peran
siswa untuk menjaga dan membina sekolah sebagai wiyatamandala; Melatih siswa
dalam berorganisasi dengan baik; Memantapkan kegiatan ekstra kurikuler dalam
menunjang pencapaian kurikulum pada satuan pendidikan; Peningkatan apresiasi
dan penghayatan seni budaya; Menumbuhkan sikap berbangsa dan bernegara dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945; Meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan Meningkatkan kesehatan jasmani-rohani siswa
(Departemen P dan K, 1985).
Pada Bab
IV pasal 4 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 0461/ U/ 1984
dirumuskan, bahwa materi pembinaan kesiswaan meliputi delapan aspek atau
bidang, yang kemudian dalam tataran operasional diwujudkan dalam bentuk delapan
Sekretaris Bidang (Sekbid), yaitu: (a) Sekbid ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa; (b) Sekbid kehidupan berbangsa dan bernegara; (c) Sekbid pendidikan
pendahuluan bela negara; (d) Sekbid kepribadian dan budi pekerti luhur; (e)
Sekbid berorganisasi, pendidikan politik dan kepemimpinan; (f) Sekbid
ketrampilan dan kewirausahaan; (g) Sekbid kesegaran jasamani dan daya kreasi;
dan (h) Sekbid persepsi, apresiasi dan kreasi seni (Departemen P dan K, 1985).
Berdasarkan konsep-konsep dasar tentang OSIS dan materi pembinaan kesiswaan
tersebut, maka proses pembinaan yang bisa dilakukan oleh Kepala sekolah dan
Guru terhadap siswa dalam wadah OSIS adalah menyangkut ‘delapan bidang’
tersebut secara integral.
Hanya
karena keterbatasan ruang dan waktu (space and time), maka makalah atau kajian
ini lebih menekankan pada aspek kewirausahaan yang terimplementasikan pada
pengembangan Koperasi siswa (Kopsis) di setiap satuan pendidikan. Diantara
fungsi keberadaan Kopsis di setiap satuan pendidikan bagi siswa antara lain:
(a) melatih dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan sesuai
dengan tingkat minat dan potensi yang dimiliki siswa; dan (b) melatih dan
mendidik siswa dalam memanajemen Kopsis, khususnya dalam memberikan layanan
terbaik terhadap beragam kebutuhan siswa berkaitan dengan kelancaran proses
pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, hakikat Kopsis di sekolah bukan hanya
semata-mata menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan material yang diperlukan
siswa dalam proses pembelajaran di sekolah, tetapi juga harus mampu ‘melatih
dan mendidik siswa dalam mengembangkan potensi kewirausahaan’, yang sangat
dibutuhkan siswa dalam proses hidupnya kedepan. Urgensi pengembangan potensi
wirausaha siswa inilah yang menjadi fokus kajian dalam makalah ini.
Agar keberadaan Koperasi Siswa (Kopsis) di setiap
satuan pendidikan mempunyai peran penting dalam proses pendidikan kewirausahaan
siswa, maka pengelolaan atau manajemen Kopsis
sekolah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya, dan betul-betul berperan sebagai
tempat praktik dan latihan bagi siswa dalam membangun dan mengembangkan sikap
mental kewirausahaannya. Paling tidak ada tujuh konsep penting yang perlu
diperhatikan oleh pembina OSIS dalam proses membimbing atau melatih siswa untuk
mengembangkan potensi kewirausahaan di lingkungan sekolah, antara lain:
Pertama,
pada hakikatnya peranan sekolah dalam membangun sikap mental berwirausaha siswa
adalah sangat sentral. Diantara sikap mental manusia atau peserta didik untuk
sanggup berwirausaha adalah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) memiliki
moral atau motivasi tinggi untuk berprestasi dan berkarya sepanjang usia
hidupnya (need for achievement); (b) memiliki sikap mental untuk berwirausaha,
yang diawali dengan hal-hal yang kecil namun dengan perencanaan yang baik; (c)
memiliki kepekaan terhadap arti lingkungan; dan (d) memiliki ketrampilan atau
kecapakan untuk berwirausaha. Kekuatan untuk membangun keempat aspek tersebut
sangat ditentukan oleh kondisi pembelajaran budaya yang telah berlangsung dalam
lingkungan keluarga siswa.
KELEMAHAN DALAM PELAKSANAAN LAYANAN
PENDIDIKAN
Peranan
sekolah tersebut dalam realitasnya masih belum terberdayakan secara maksimal,
diantara faktor penyebabnya adalah masih ada beberapa kelemahan yang dapat
dijumpai dalam pelaksanaan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan,
yaitu: (1) kelemahan pada aspek proses pembelajaran di kelas, antara lain: (a)
aktivitas belajar siswa di sekolah masih kurang maksimal dalam memberdayakan
potensi dirinya; (b) proses layanan pembelajaran di kelas belum secara maksimal
dalam memenuhi kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswa secara beragam;
(c) masih banyak terjadi proses pembelajaran yang bersifat guru sentris; (2)
kelemahan pada aspek pengorganisasian pengalaman belajar siswa, yaitu dengan
sistem pembelajaran secara klasikal cenderung guru mengalami kesulitan dalam
pemberian kayanan pendidikan kepada siswa sesuai dengan minat dan kemampuan
serta bakat masing-masing siswa secara maksimal; dan (3) kelemahan dari pada
aspek pengembangan kurikulum, artinya pada kurikulum sekarang ini (berbasis
kompetensi dan KTSP), aspek kewirausahaan siswa belum diintrodosir dan
dikembangkan secara maksimal di setiap satuan pendidikan secara intergal dan
berjenjang; dan (3) kelemahan pada aspek sarana dan prasarana yang ada di
sekolah yang masih terbatas.
Kedua,
strategi pengembangan dan pembinaan kewirausahaan siswa harus dilakukan secara
bertahap melalui usaha-usaha sebagai berikut: (1) penyebarluasan konsep
pembinaan kewirausahaan bagi siswa di setiap satuan pendidikan; (2)
melaksanakan dan mengembangkan program pembinaan kewirausahaan; (3)
pendayagunaan tenaga pembina kewirausahaan yang meliputi tenaga-tenaga yang ada
di sekolah atau di luar sekolah; (4) melaksanakan penataran guru dan tenaga
pembina kewirausahaan sampai mencapai suatu jumlah dan mutu yang memadai; dan (5)
mengembangkan program lembaga pendidikan tenaga kependidikan dengan paket
kewirausahaan siswa. Sedangkan pengadaan sarana penunjang pengembangan dan
pembinaan kewirausahaan siswa di sekolah adalah: (a) ruang ketrampilan; (b)
koperasi siswa/ sekolah; (c) kebun sekolah; (d) ruang kesenian; (e) ruang
perpustakaan; dan (f) laboratorium (Departemen P dan K, 1985)
Ketiga,
strategi mempersiapkan siswa mempunyai sikap mental berwirausaha melalui proses
pembelajaran di kelas, antara lain: (1) pembenahan pada proses pembelajaran
yang mengunakan pendekatan atau model pembelajaran aktif, kreatif, efektif,
menyenangkan dan inovatif. Untuk bisa menunjang proses pembelajaran tersebut,
beberapa yang perlu dibenahi adalah: (a) meningkatkan kompetensi guru dan
mentalitas inovatif guru; (b) pembenahan sistem pembelajaran yang didesain
dalam bentuk ’siswa aktif, kreatif dan inovatif’; (c) pembenahan dalam sarana
pembelajaran di kelas yang berbasis teknologi yang menunjang pembentukan
mentalitas kewirausahaan; (d) menanamkan konsep pada siswa tentang ’siswa
berprestasi’ adalah siswa yang mampu mencapai ketuntasan belajar dan mempunyai
kualitas pada aspek: moral, sikap mental inovatif, kepekaan sosial, ketrampilan
berwirausaha, rasa tanggung jawab dalam menyelesaikan problem; (2) melakukan
berbagai jenis kegiatan di sekolah yang mengarah pada pembinaan kewirausahaan
siswa.
Ada beberapa jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh
pembina OSIS atau guru dalam rangka mencapai tujuan pembinaan kewirausahaan
siswa sebagai berikut: