Tuesday, 25 June 2013

[Fanfic] SILENCE Chap. 08 : Rival

Chapter sebelumnya :

Gadis itu memandangi Ryosuke beberapa saat. Dan pemuda yang dipandangpun membalas dengan pandangan yang sama.

“Butuh tumpangan?!” sebuah isyarat gerakan tanganpun terlihat dari sosok gadis bisu itu. Tak lupa diiringi dengan senyum mengejeknya – mengingat keduanya sempat beberapa kali terlibat insiden yang tak mengenakan yang membuat keduanya kini bermusuhan.

Dan apakah yang akan terjadi dengan keduanya selanjutnya?!


***********************
Chapter 08 = Rival

***********************
Tak ada pilihan lain…

Ryosuke dengan terpaksa menerima tawaran gadis itu.

Karena sedang malas berbicara dengan si gadis, pemuda itupun segera memasang earphonenya dan menghidupkan satu-satunya lagu yang disukainya – lagu favorit makhluk planet Mars.

Tak pernah di sangka, Aina juga menekan player di mobilnya dan menghidupkan lagu yang sama – di waktu yang benar-benar bersamaan.

Lagu favorit keduanya di kala kecil…

==============

“Pip… pip… pip…”
Keitai Ryosuke bergetar…

Aina segera mematikan playernya bertepatan dengan Ryosuke yang melepaskan earphonnya.

Pemuda itu segera meraih benda kecil persegi panjang itu dan menatap sempurna ke layar itu – sebuah email dari Natsumi.

“Kau tidak sedang melarikan diri kan?!” begitulah pesan singkat yang tertulis di sana.

Dan dengan sedikit canggung, pemuda itupun menoleh pada gadis bisu di sampingnya yang tengah menyetir – dengan sopan meminta agar gadis itu memacu mobilnya lebih cepat.

Si gadispun hanya mampu menunjuk spedometer di hadapannya – memberikan isyarat bahwa ia sudah mengendarai mobil tua itu dengan cepat.

“Aku harus pergi ke pesta pertunangan…”
Ryosuke menyahut.

“Pesta pertunanganku…”

Jujur, pemuda itu hampir saja melupakan pesta pertunangannya andai Natsumi tak mengiriminya email – andai kejadian pengejaran sahabat masa kecilnya tadi tidak terjadi, direktur muda ini pastilah telah dalam perjalanan menuju Fukuoka dan akan lebih sulit baginya untuk menghadiri pesta pertunangannya sendiri ini.

Sementara Aina,
Ada sedikit perasaan aneh ketika gadis itu mendengar kata-kata barusan – mendengar bahwa pemuda itu akan segera bertunangan, membuat perasaannya terasa aneh.
Tapi…
Iapun segera mengangguk dan memahami betapa penting situasi yang mengharuskannya memacu mobil itu lebih kencang.
Tanpa komentar sedikitpun tentunya.

==============
==============

“Terima kasih telah mengantar…,” belum sempat Ryosuke melanjutkan kata-katanya, gadis itu terlihat menunjuk-nunjuk jam tangannya – memberitahu Ryosuke bahwa pemuda itu sudah cukup terlambat.

Dan pada akhirnya, Ryosukepun melayangkan senyumnya sebelum akhirnya memasuki hotel tempat pertunangannya berlangsung.

Yabu telah menunggunya – terlihat begitu cemas karena barusan Yuya Yamada terlihat hampir meledakkan emosinya mengetahui putranya belum terlihat di tempat itu.

Dan benar saja. Yuya hampir saja memarahi Ryosuke habis-habisan andai Natsumi dan keluarganya tidak menghampiri mereka.

“Maaf karena keterlambatanku,” kata Ryosuke pada Natsumi yang tengah merapikan dasi miliknya. Dan gadis itupun menyahut tetap dengan senyumnya, “Asalkan kau tidak terlambat di pesta pernikahan kita.”

==============

Pesta pertunangan itupun berlangsung begitu khikmat…

Begitu banyak orang besar yang menghadiri pesta. Dan di bagian itu, terlihat Aina tengah terperangah melihat betapa indahnya tempat ini.

Entah lagi-lagi takdir atau apa…
Sosok gadis bisu itu tertangkap kamera ketika kameramen tengah mengambil gambar Ryosuke dan Natsumi – tertangkap kamera tepat di antara sosok Ryosuke dan tunangannya – nampak seperti orang ketiga dalam foto itu.

Orang ketiga…

==============
==============

Malam itu, Aina dan Daiki sibuk memutar otak – mencari resep masakan yang sekiranya bisa mereka jual, mengingat mie yang mereka jual teramat sepi peminat.

Berulang kali mereka membuat berbagai resep masakan, tapi tetap saja hasilnya nihil – rasa masakan itu tak memuaskan mereka.

Hingga…
Tiba-tiba Aina teringat sesuatu.

Gadis itu membongkar kotak berisikan benda-benda kenangannya – terlihat tengah mencari sesuatu – dan benar adanya, ternyata benda itu memang ada di sana – sebuah buku resep daging giling yang ditulis oleh almarhum ibunya.

Ternyata memang tak sia-sia…

Dengan resep itu, mereka berhasil membuat nasi dengan daging giling yang rasanya persis dengan buatan ibu si gadis.

“Akhirnya kita bisa melakukannya…,” teriak Daiki kegirangan sambil memeluk Aina.

Keipun ikut senang melihat kebahagiaan dua orang yang paling berharga dalam hidupnya itu.

==============
==============

“Ini adalah weekend… kau tak berniat untuk bekerja penuh hari ini kan?!” gerutu Natsumi yang melihat Ryosuke masih begitu rapi dengan jas yang menjadi ciri khasnya.

“Sebentar lagi kau akan pergi ke Fukuoka, jadi sebelum itu ayolah kita bermain basket seperti waktu kuliah dulu. Olahraga itu juga penting, kan…”
Lanjut Natsumi sambil memainkan bola basket di tangannya – membuat Ryosuke tak ada pilihan lain dan akhirnya iapun segera mengganti pakaiannya dan pergi ke lapangan basket di tengah kota bersama dengan tunangannya itu.

==============

Tibalah mereka berdua di sana…

Sebuah permainan dipenuhi dengan kebahagiaanpun terealisasi dari keduanya.

Memainkan bola basket berdua seperti ini benar-benar mengingatkan keduanya akan masa kuliah dulu.

Permainan terlihat begitu imbang. Tapi, bagaimanapun juga, Ryosuke pastilah lebih unggul, hingga akhirnya memang pemuda itulah yang memenangkan permainan ini.

“Bagaimana?! Bermain di udara terbuka seperti ini benar-benar menyenangkan, kan?!” kata Natsumi sambil memberikan sebuah handuk pada Ryosuke untuk menyeka keringatnya.

Tak lama obrolan itu berlangsung…

Dua sosok anak muda mendatangi mereka – anak kuliahan yang terlihat hendak menggunakan lapangan itu untuk bermain basket. Dua orang yang tak dikenal oleh Ryosuke, namun salah satunya dikenal baik oleh Natsumi.

Salah satu dari keduanya berjalan ke arah Ryosuke dan Natsumi berada.

“Sudah menyerah, bung?” tanya anak kuliahan itu pada Ryosuke. Alih-alih mendapatkan respon dari orang yang diajaknya bicara itu, si anak kuliahan malah mendapat tatapan marah dari Natsumi.

“Apa maksudmu dengan menyerah? Apakah kita sedang bertanding?” respon Natsumi memandangi pemuda yang beberapa tahun lebih muda darinya itu.

Entah apa alasannya, pemuda yang entah siapa ini malah kembali memakukan tatapannya pada Ryosuke yang masih tak menghiraukannya.
“Bagaimana kalau kita bertanding, pak tua?!”
Sungguh berani pemuda itu mengucapkan kata-kata itu di hadapan sang direktur muda ini.

Biarpun tak ada alasan bagi Ryosuke untuk menerima tantangan itu, berhubung ia masih ingin berolahraga, iapun mengiyakan ajakan si pemuda yang lebih muda darinya itu.

Dan alhasil…

Sebuah kemenangan telak…

Membuat anak kuliahan yang tadi begitu membanggakan dirinya itu kini hanya diam memakukan tatapan yang terkesan hampir menyerah.

Sebuah tangan terulur…

Ryosuke mengulurkan tangannya untuk membantu pemuda itu berdiri.

Melihat itu, Natsumipun mengembangkan senyumannya dan segera mendatangi kedua pria beda usia itu.
“Jadi siapa yang pak tua sekarang, Chinen?!” ejek Natsumi pada pemuda yang ternyata bernama Chinen itu – seorang pemuda yang begitu dikenalnya karena selama ini pemuda itulah yang menjadi tempatnya curhat – pemuda yang jelas-jelas masih mengejar cinta Natsumi – bahkan setelah gadis itu mengatakan bahwa dirinya sudah bertunangan, tetap saja Chinen tak menyerah dan akan tetap menunggu hingga gadis itu mau menerimanya.
Alasan itulah yang membuat Chinen menantang Ryosuke tadi…
Masih belum terima karena gadis yang disukainya telah bertunangan dengan pemuda kaya raya itu.

==============
==============

Di waktu yang sama…

Di tempat yang lain…

Aina dan Daiki tengah bekerja keras memenuhi antrian pengunjung yang membeli nasi daging giling mereka. Benar-benar tak menyangka penjualan mereka akan laku keras seperti itu di hari pertama berganti menu.

Hanya dalam sekejap waktu, jualan merekapun telah habis…

“Yahuuuiiiii…”
Daiki meloncat begitu bahagia…

Ini adalah hari pertama mereka dapat menjual habis apa yang mereka jual…
Dan akhirnya, malam itupun mereka merayakan kesuksesan pertama mereka itu.

Kei dan Daiki bernyanyi bersama sambil menari…

Sementara Aina, gadis itu turut bergembira sambil bertepuk-tepuk tangan mengiringi tarian kedua orang terdekatnya ini.

“Ah, kita harus membeli sake dan lain-lain untuk merayakan ini…,” usul dari Kei – membuat ayah dan anak itu akhirnya melakukan jan ken po untuk menentukan siapa yang akan keluar membeli minuman-minuman.
Tak disangka, Aina ikut menyerobot jan ken po itu – membuat dirinya menang dan akhirnya keluar untuk membeli apa yang telah disepakati tadi.

==============

Sekali lagi…

Memang takdir tak akan bisa diungkiri…

Aina bertemu dengan Ryosuke di mini market yang letaknya tak begitu jauh dari tempat tinggal Aina.

“Jadi tempat ini benar-benar tidak menerima kartu kredit?!” pemuda itu sedikit mendapat kesulitan karena ia tak membawa uang cash dalam kantongnya.

Melihat apa yang dialami pemuda itu, si gadispun meminta kasir untuk menghitung tagihan Ryosuke dan membayarnya.

==============

Aina menemani pemuda itu memakan makanan yang barusan dibelinya.

“Bagaimana kau bisa makan selarut ini?” tanya Aina dengan gerakan-gerakan tangannya.

“Makan?!” respon pemuda itu tak mengerti.
Hanya bagian itulah yang dipahami oleh Ryosuke.

Gadis itupun mengangguk sambil menunjuk jam dinding di mini market itu yang telah menunjukkan pukul 10 malam.

“Oh, maksudmu kenapa aku makan selarut ini?!”

“Karena sibuk bekerja tentunya,” terang Ryosuke yang kembali melanjutkan makannya.

Kembali si gadis memainkan tangannya. “Sebegitu sibukkah hingga kau lupa makan? Apa memang direktur itu adalah suatu pekerjaan yang sulit?”

Ryosuke menatap gadis itu bingung – mencoba mengikuti beberapa gerakan yang tadi dibuat oleh Aina.

“Bukan apa-apa,” itulah gerakan susulan Aina setelah mengingat bahwa pemuda itu tak memahami apa yang tadi disampaikannya.

“Ok, sekarang aku minta nomer handphonemu. Aku tak ingin berhutang pada siapapun. Aku akan mengembalikan uangmu tadi lain kali,” Ryosukepun mengeluarkan kalimat beruntun sambil mengeluarkan keitai kepunyaannya.

Si gadis tentu saja menolak – mengingat bahwa uang yang ia bayarkan tadi bukanlah jumlah yang banyak – dan ia memang ikhlas melakukannya.
Namun…
Tatapan intimidasi dari Ryosuke, membuat Aina tak memiliki pilihan lain, dan iapun akhirnya mengetikkan nomer handphonenya di keitai pemuda itu.

“Jadi siapa namamu?” tanya Ryosuke kembali – hendak menyimpan nomer gadis itu.
Dan gadis yang ditanyapun segera menuliskan namanya di meja dengan gerakan jemarinya.

“Matsu”

“Moto”

“Ai”

“Nami”

“Oh… Matsumoto Ainami ya…”

“Terima kasih atas bantuanmu tadi. Di pertemuan kita yang selanjutnya, aku akan membalasnya,” kalimat dari Ryosuke itu mengakhiri perbincangan mereka dan merekapun berpisah.

Gadis itu hendak pulang ke rumah untuk melanjutkan pesta mereka tadi. Sementara Ryosuke berjalan menuju mobilnya, hendak pulang juga tentunya.

Namun…
Tiba-tiba sesuatu terjadi sesaat setelah pemuda itu menduduki dudukan mobilnya.

Ia merasakan sakit yang luar biasa yang sebelumnya belum pernah dirasakannya.

Sakit yang teramat sangat hingga membuatnya bermandikan keringat hanya dalam sekejap detik.

Ryosuke memegangi perutnya erat-erat…
Kepalanya tertunduk…
Dan tanpa sengaja klakson mobilnyapun berbunyi bertepatan dengan kepalanya yang menghantam kemudi itu akibat sudah tak dapat mempertahankan posisi tegapnya.

“Pppiiiimmmm…”
Klakson itupun berbunyi nyaring…

Entah apa yang akan terjadi pada pemuda itu selanjutnya…

==============
Chap. 08 = Owari
==============


Next : Chapter 09

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers