Saturday, 23 February 2013

Fanfic Aishiterukara Part 11


Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)

AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 11)

Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe

*********************
Part sebelumnya:
CCLLLEEEKKK…
Pintu depan terbuka…
Ketiga gadis itu seketika mengarahkan bola mata mereka ke sumber suara.

“Ternyata kalian di sini…”

DDEEEGGHH…

“Kau…”

===================
Part 11

Pria paruh baya itu masih terduduk di kursi kebesarannya – tidak tidur semalaman setelah beberapa kali menghabisi nyawa anak buahnya malam tadi. Nyawa bagi pria itu memang bukan hal yang patut dihargai ketika si pemilik nyawa membuatnya kecewa.
Mati…
Ya, itulah hukuman yang pantas bagi setiap bawahan yang telah gagal memenuhi segala yang diperintahkannya.

“Kalian lihat sendiri apa yang telah mereka lakukan. Kabur dari hukumanku… Mengkhianatiku…”

Kei Yamada geram…
Tiga pria di hadapannyapun hanya bisa pasrah andai mereka harus mati sebagai ganti putra-putri mereka yang telah kabur.

“Kalian tau kan apa yang pantas kalian terima?” Kei menatap mereka tajam – mulai kembali memainkan pistol di tangannya.

Tak ada jawaban…
Ayah-ayah dari Yuri, Yuto, Keito, Ryutaro, dan Zashi itupun sudah benar-benar pasrah.

“Akan aku beri kalian dua pilihan.”

Ketiganya mulai menatap Kei yang sedari tadi memang memandangi mereka – berharap kali ini mereka benar-benar akan mendapatkan pilihan…


“Pergi dan bunuh anak-anak kalian, atau tinggal di sini dan mati di tanganku? Kalaupun kalian memilih mati di tanganku, tentunya kalian juga tau kalau anak-anak kalian tetap tidak akan selamat.”

===================

Sekumpulan anak muda itu hanya saling diam mengelilingi meja yang telah penuh dengan makanan itu. Tak ada seorangpun yang bicara. Bahkan… Tak ada seorangpun yang mulai mengambil makanan – hanya saling menatap selama beberapa belas menit ini yang menjadi satu-satunya aktivitas dan pemandangan di situ.

“Makanlah… Bukankah kalian lapar?!” oknum gadis yang sedari tadi memang menjadi pusat perhatian akhirnya bersuara jua.

Bagaimana ia tidak menjadi pusat perhatian setelah kejadian akhir-akhir ini yang menempatkan gadis itu sebagai tokoh antagonis bagi yang lainnya…
Tokoh antagonis yang tiba-tiba datang menyapa dan mengambil alih dapur hingga akhirnya belasan jenis makanan dimasaknya untuk mereka semua – tidakkah itu sangat aneh…

“Sora… Sebenarnya apa maksud semua ini?” Yuri akhirnya protes. Pemuda itu benar-benar tak paham kenapa gadis itu datang dengan begitu tiba-tiba dan bukannya menangkap mereka malah memasakkan mereka makanan sebanyak itu.

“Yuto… Daisuki desu,” tanpa disangka-sangka, malah kalimat itulah yang keluar pertama dari mulut si gadis – mengalir begitu saja dengan tampang datar dan lurus tanpa ekspresi layaknya adegan-adegan pernyataan cinta yang selama ini populer di kalangan kaum muda.

Entah si gadis itu bodoh atau tolol sampai tak menyadari jutaan tanda tanya yang muncul di kepala manusia-manusia di hadapannya itu, ia malah dengan entengnya menyantap bento di depannya sembari sekali lagi berucap, “Daisuki… Menikahlah denganku,” pernyataan yang sekali lagi mengalir tanpa ekspresi.

“Kau ini apa-apaan? Datang tanpa permisi dan tiba-tiba mengajakku menikah. Memang aku ini pria apaan?” Yuto sebagai oknum yang barusan ditembak, jelas tak terima dengan pernyataan cinta tanpa adanya feel itu.

Sementara Yuto memasang wajah tegang menatap tajam ke arah Sora, si gadis malah masih dengan nyamannya menyantap setiap suapannya. Dan manusia-manusia lain di tempat itupun hanya mampu melongo tak paham.

“Namamu Sora, ya? Jangan main-main!”
Tatapan tajam tiba-tiba terealisasi dari sosok Ryosuke Yamada yang merasa tak nyaman dengan pemandangan ini. Tanpa melihatpun, Sora merasakan aura hitam yang mungkin saja akan menghabisi nyawanya – buru-buru ia meletakkan sumpitnya, duduk tegap, dan menghadap Ryosuke dengan perhatian penuh.

“Ah, gomenasai… hontou ni gomenasai,” Sora menunduk dalam – menunduk setelah sempat sekilas memandang tatapan maut pemuda yang duduk tepat di depannya kali ini.
“Dari awal melihat Nakajima-kun, saya sudah jatuh hati dengannya. Dan… dan saya tidak ingin lagi membohongi perasaan saya ini,” gadis itu buru-buru menerangkan tanpa menunggu diintrogasi.

“Oh…” hanya itu respon dari pemuda berlabel Ryosuke Yamada.
Pemuda itupun mulai mengambil sumpitnya dan menyantap makanan di hadapannya dengan perlahan nan penuh kesopanan. Yang lainpun hanya menatapnya sepersekian detik sebelum mengikuti tindakan Ryosuke menyantap makanan yang ada – tak ingin berkomentar biarpun banyak pertanyaan yang ada di kepala mereka sekarang. Apalagi pikiran-pikiran yang kali ini memenuhi kepala seorang Yuto Nakajima.

Suasana sarapan pagi yang hambar…
Semua menyantap makanannya dengan lirikan-lirikan kecil ke arah Ryosuke – sosok yang ingin sekali mereka protes karena begitu saja merespon permasalahan yang sebenarnya cukup penting ini mengingat Yuto ditembak oleh gadis bawahan bos Yakuza – ayah Ryosuke sendiri – yang kini tengah mencari keberadaan mereka.

“Bagaimana kau bisa tau kami di sini?” masih dengan tetap menyeruput sup di hadapannya, Ryosuke mengajukan satu pertanyaan lagi pada gadis itu – Sora.

“Sebenarnya saya sejak semalam sembunyi di bagasi mobil kalian. Saya sudah tak ingin lagi menuruti keinginan Kei-sama,” Sora mulai bercerita…
“Kejadian kejar-kejaran dengan mobil semalam membuat saya terbentur hingga pingsan dan baru sadar pagi ini,” dengan sopannya si gadis menjawab – takut kalau-kalau salah bicara.

Semuapun mengangguk paham mendengar cerita gadis yang sebenarnya memang sangat seksi itu.

===================
===================

Langit mendung pagi itu…
Yuya sibuk mengelus lembut luka-luka Zashi yang terlihat begitu memilukan – luka cambuk di sekujur tubuh seorang gadis bukanlah pemandangan yang enak tuk disaksikan. Sementara Kouta, pemuda yang juga menaruh hati pada gadis yang sama – hanya mampu duduk memandang setiap luapan kasih sayang Yuya pada Zashi.
Ia cemburu…
Tapi, mengingat posisinya dahulu sebagai kepala sekolah mereka, Koutapun hanya mampu menahan setiap perasaannya – ia memiliki kehormatan yang harus dijaganya sebagai sosok panutan para siswa dan guru-guru.

Di sudut yang lain, di samping jendela di bawah sinar mentari pagi yang masih malu-malu menampakan karismanya, pemuda yang tengah duduk membaca buku itu nampak semakin menawan dari biasanya. Ryosuke duduk nyaman sambil membaca buku sementara di sudut yang tak terlihat olehnya, nampak Emi yang diam-diam mengintipnya – gadis itu tengah menikmati pemandangan itu – pemandangan yang membuatnya tak lagi mampu menampik bahwa ia telah benar-benar jatuh cinta.

“Kami-sama… Apakah ini yang namanya cinta?!” batin Emi memburu memandangi sosok tampan di samping jendela itu yang beberapa hari terakhir ini telah bersamanya. Belum sempat gadis itu berandai-andai ria, tiba-tiba…

“Yui-chan, maukah kau mengobati lukaku?” sebuah suara terdengar dari ruang santai tak jauh dari posisi Emi berada. Dilihatnya Yuto yang tengah berduaan dengan Yui – atau tepatnya mencoba berduaan mengingat mimik Yui yang terlihat tak menginginkan kedekatan itu. “Gomenasai…” Yui membungkuk dalam dan segera berlari menjauhi Yuto ke ruang sebelah.

Dalam hati…
Yui juga mulai menyukai Yuto. Itulah faktanya…
Tapi…
Rasa sayang pada sahabatnya – Ayaka – membuatnya selalu bimbang akan tindakan yang harus diambilnya menghadapi hal tersebut – menghadapi Yuto yang masih terus mengejarnya biarpun bukan rahasia lagi bahwa Ayaka menyukai pria jangkung itu – Ayaka, sahabat karib Yui.

===================

Suasana itu berubah seketika…
Sora menerima telepon dari sahabatnya yang juga bekerja sebagai bawahan Kei-sama.

Sebuah keitai yang tiba-tiba berdering itupun membuat semua memakukan pandangan ke Sora – mengingat bahwa tak seorangpun di sana selain Sora yang masih membawa keitai.

“Sepertinya Kei-sama telah menghabisi orangtua kalian,” satu kalimat yang meluncur dari dua sisi bibir Sora membuatnya mendapat tatapan dari semua pasang mata di rumah itu.

“Mereka dihukum tembak karena tidak mau menangkap kalian,” penjelasan susulan dari Sora yang mengalir lemas ikut merasakan kesedihan dari wajah orang-orang yang ada di hadapannya.

“Tou-san…,” Yuto berteriak penuh luapan emosi – kaki jenjangnya segera menapak cepat berlari meninggalkan teman-temannya. Pemuda itu telah benar-benar hilang kendali mendengar kabar ayahnya telah dihabisi – dihabisi karena kesalahan puteranya – kesalahan Yuto…

Yuri segera berlari cepat – berusaha menghentikan tindakan nekad saudara kandungnya yang dari dulu memang selalu melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang. Yuri sendiri paham perasaan Yuto. Jika boleh jujur, pemuda imut itu ingin sekali membunuh orang saat ini untuk meluapkan emosinya mendengar berita barusan. Tapi…
“Tidak boleh… Aku harus mencoba tenang…,” Yuri menahan perasaannya – masih tetap mengejar Yuto yang ternyata telah melaju kencang mengendarai satu dari dua mobil yang tadinya terparkir di luar.

Sementara itu…
Yuto yang masih dikendalikan nafsu balas dendamnya hanya terus melaju kencang menuju kediaman Yamada. Ia benar-benar tak mampu memaafkan tindakan Kei-sama kali ini. Semua ini telah benar-benar keterlaluan…
Ayahnya telah dibunuh…
Hatinya menjerit…
Emosinya meluap-luap siap menerima segala konsekuensi kenekadannya.

Yuri yang juga tengah menahan emosi, kali ini tak mampu berpikir jernih hingga ikut-ikutan memacu mobil yang tersisa tuk mengejar saudaranya itu…

“Damn…” Keito berteriak…
Ia tak berhasil menyusul Yuri hingga kini tak ada mobil yang tersisa untuk mengejar mereka berdua.

Sementara Ryutaro…
Pemuda itupun hanya mampu menangis dalam pelukan kakaknya – Zashi.
“Kenapa Kei-sama tega melakukan ini, kak?” ia terus menangis tanpa mengetahui kakaknya yang juga tengah menitihkan bulir-bulir air mata sambil memandangi dan mengelus lembut rambut Ryutaro.

“Semua ini tak bisa dibiarkan!!” Ryosuke tiba-tiba berlari di jalanan yang memang jauh dari keramaian itu.
Ayahnya…
Ayahnya sudah benar-benar keterlaluan…

Memang tengah tak ada kendaraan di sana saat ini, tapi…
Bagaimana mungkin ia mampu berdiam diri membiarkan dua sahabatnya pergi dalam luapan emosi seperti itu.
Kakinya terus berlari cepat.

Sementara itu,
Tanpa pikir panjang, Kouta segera ikut berlari menyusul adiknya itu.
“Ryosuke…, mungkin sudah saatnya kita pertaruhkan semuanya – tentang ayah kita. Kita atau dia yang berakhir…,” batin Kouta sambil terus berlari cepat.

“Yuya-kun, Hikaru-kun, tolong jaga mereka…,” Keitopun ikut-ikutan pamit meninggalkan Ryutaro dan yang lain.

Pemuda kekar itu sebenarnya juga menahan luapan emosinya dari tadi.
Ia adalah putra tunggal di keluarga Okamoto. Dan ayahnya…
Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Satu-satunya keluarga yang telah dibunuh malam tadi karena bisa dibilang ayahnya tengah mencoba untuk melindunginya.

“Tou-san…” sambil terus berlari, Keitopun tak lagi mampu membendung tangisannya…

===================
===================

“Kei-sama… Keluar kau!!”

Yuto telah memasuki kediaman Yamada.
Banyak mayat bergelimpangan di sekitarnya melengkapi sebuah senjata yang masih erat di genggamnya – senjata yang beberapa menit lalu direbutnya dari penjaga gerbang keluarga Yamada yang digunakannya tuk menghabisi setiap penjaga yang mencoba menghalangi langkahnya.

“KELUAR KAU!!”
Pemuda itu menangis…
Yuto masih saja belum mampu menerima kalau ayahnya telah tiada.

“DDOOORR”
Dengan begitu tak disangka, sebuah peluru terlontar cepat melukai telinga Yuto dari arah belakangnya – tergores dan berdarah…
Pemuda itu segera menoleh sambil memegangi telinganya yang sesaat terasa begitu sakit.

Didapatinya Kei Yamada terjatuh, berdarah akibat terbentur lantai karena dorongan dari sosok yang baru saja datang – Yuri.

“Syukurlah aku tepat waktu…”
Yuri terengah-engah. Sedetik saja ia terlambat, pastinya peluru dari Kei-sama telah menembus kepala saudaranya itu.

“Hahahaha… Begitu mengharukannya kalian berdua datang untuk balas dendam,” Kei tertawa terbahak-bahak sambil mengusap ringan darah yang mengalir dari pelipisnya akibat ulah Yuri beberapa menit lalu.

Yuri melangkah ringan ke samping Yuto. Ketiga orang itu kini sudah tak lagi bersenjata. Yuto dan Kei sama-sama telah kehilangan senjata mereka yang terlempar entah kemana.

Suasana terasa sepi…
Menyisakan tiga orang yang nampak akan benar-benar berkelahi hingga mati.

Dengan begitu tiba-tiba, Yuto berlari ke arah Kei dan melayangkan hantamannya kuat-kuat. Sayang, hantaman itu hanya menembus udara kosong di samping wajah Kei.
Yuri yang juga sudah tak ada lagi alasan untuk menahan diri, kini mengikuti tindakan Yuto.

Perkelahian itupun dimulai…

Darah…

Sedikit demi sedikit cairan merah kental itu mulai menodai lantai putih di sekitar mereka.

“Aku tak akan memaafkanmu…,” Yuri kembali melayangkan pukulannya – entah sudah yang keberapa kali.

Dua bersaudara itu bahu membahu membalaskan dendam ayah mereka – melupakan bahwa orang yang tengah mereka hajar itu tak lain adalah ayah dari sahabat mereka sendiri – ayah Ryosuke.

“Uhuk… uhuk…,” Kei terhuyung…
Tak pernah ia sangka anak-anak itu akan mampu menyudutkannya seperti itu.

“Kenapa kau tega membunuh ayah kami?” sekali lagi Yuto bertanya penuh linangan air mata memandangi sosok di depannya yang nampak sudah tak lagi mampu menghadapi mereka.

Yuripun ikut menangis…

“KENAPA?!!”

“Paman sudah kami anggap sebagai ayah kami sendiri selama ini. Tapi kenapa paman tega melakukan ini?” kata-kata itu mengalir nyaring dari dua sisi bibir Nakajima Yuto yang memang tengah teramat marah saat itu.
Namun ada kebimbangan dalam hatinya…
Orang itu…
Orang yang telah membunuh ayahnya…
Adalah ayah dari Ryosuke – sahabat yang tak mungkin tega mereka lukai perasaannya.

“Hihihi… Hahahaha…”
Yuri dan Yuto terdiam seketika mendengar tawa bahak dari manusia di depan mereka.

“Sudah aku bilang… Tak ada pengecualian bagi siapapun yang melanggar aturanku. Termasuk ayah kalian…”

Tubuh itu berdiri perlahan…

Ternyata…


Senjata api telah nangkring kuat dalam genggamannya – genggaman Kei Yamada.

Tak disangka pertarungan tadi menempatkan tubuh bos Yakuza itu di dekat senjatanya yang sempat terlempar tadi.

“Kini kalian akan menyusul ayah kalian!”
Yuri dan Yuto terpaku memandangi ujung tembak yang detik itu tengah mengarah lurus ke jantung mereka – melengkapi wajah lusuh mereka yang penuh luka.

“DDOOORRR…”
Suara tembakan akhirnya mengaung di ruang itu tanpa sempat seorangpun memprotes…

“Ryosuke…!!” Yuri dan Yuto terdiam tak percaya memandangi sosok yang roboh di hadapan mereka.
Pemuda yang entah sejak kapan, tiba-tiba datang di waktu yang tepat ketika peluru itu terlontar…
Alhasil,
Darahpun mengalir deras melengkapi peluru yang telah menembus jantung pemuda itu.

Kaki Yuri dan Yutopun seketika lemas…

“Maafkan ayahku…,” hanya itulah kata yang susah payah diucapkan sahabat mereka itu sebelum akhirnya benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya.

“Ryosuke!!”
Kei terdiam…
Tak percaya…
Tak kuasa menerima kenyataan di hadapan matanya…


===================

TBC ^^v

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers