Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 11)
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ
membe
*********************
Part sebelumnya:
CCLLLEEEKKK…
Pintu depan terbuka…
Ketiga gadis itu seketika mengarahkan bola mata mereka ke
sumber suara.
“Ternyata kalian di sini…”
DDEEEGGHH…
“Kau…”
===================
Part 11
Pria paruh baya itu masih terduduk di kursi kebesarannya –
tidak tidur semalaman setelah beberapa kali menghabisi nyawa anak buahnya malam
tadi. Nyawa bagi pria itu memang bukan hal yang patut dihargai ketika si
pemilik nyawa membuatnya kecewa.
Mati…
Ya, itulah hukuman yang pantas bagi setiap bawahan yang telah
gagal memenuhi segala yang diperintahkannya.
“Kalian lihat sendiri apa yang telah mereka lakukan. Kabur
dari hukumanku… Mengkhianatiku…”
Kei Yamada geram…
Tiga pria di hadapannyapun hanya bisa pasrah andai mereka
harus mati sebagai ganti putra-putri mereka yang telah kabur.
“Kalian tau kan apa yang pantas kalian terima?” Kei menatap
mereka tajam – mulai kembali memainkan pistol di tangannya.
Tak ada jawaban…
Ayah-ayah dari Yuri, Yuto, Keito, Ryutaro, dan Zashi itupun
sudah benar-benar pasrah.
“Akan aku beri kalian dua pilihan.”
Ketiganya mulai menatap Kei yang sedari tadi memang
memandangi mereka – berharap kali ini mereka benar-benar akan mendapatkan
pilihan…
“Pergi dan bunuh anak-anak kalian, atau tinggal di sini dan
mati di tanganku? Kalaupun kalian memilih mati di tanganku, tentunya kalian
juga tau kalau anak-anak kalian tetap tidak akan selamat.”
===================
Sekumpulan anak muda itu hanya saling diam mengelilingi meja
yang telah penuh dengan makanan itu. Tak ada seorangpun yang bicara. Bahkan…
Tak ada seorangpun yang mulai mengambil makanan – hanya saling menatap selama
beberapa belas menit ini yang menjadi satu-satunya aktivitas dan pemandangan di
situ.
“Makanlah… Bukankah kalian lapar?!” oknum gadis yang sedari
tadi memang menjadi pusat perhatian akhirnya bersuara jua.
Bagaimana ia tidak menjadi pusat perhatian setelah kejadian
akhir-akhir ini yang menempatkan gadis itu sebagai tokoh antagonis bagi yang
lainnya…
Tokoh antagonis yang tiba-tiba datang menyapa dan mengambil
alih dapur hingga akhirnya belasan jenis makanan dimasaknya untuk mereka semua
– tidakkah itu sangat aneh…
“Sora… Sebenarnya apa maksud semua ini?” Yuri akhirnya
protes. Pemuda itu benar-benar tak paham kenapa gadis itu datang dengan begitu
tiba-tiba dan bukannya menangkap mereka malah memasakkan mereka makanan sebanyak
itu.
“Yuto… Daisuki desu,” tanpa disangka-sangka, malah kalimat
itulah yang keluar pertama dari mulut si gadis – mengalir begitu saja dengan
tampang datar dan lurus tanpa ekspresi layaknya adegan-adegan pernyataan cinta
yang selama ini populer di kalangan kaum muda.
Entah si gadis itu bodoh atau tolol sampai tak menyadari
jutaan tanda tanya yang muncul di kepala manusia-manusia di hadapannya itu, ia
malah dengan entengnya menyantap bento di depannya sembari sekali lagi berucap,
“Daisuki… Menikahlah denganku,” pernyataan yang sekali lagi mengalir tanpa
ekspresi.
“Kau ini apa-apaan? Datang tanpa permisi dan tiba-tiba
mengajakku menikah. Memang aku ini pria apaan?” Yuto sebagai oknum yang barusan
ditembak, jelas tak terima dengan pernyataan cinta tanpa adanya feel itu.
Sementara Yuto memasang wajah tegang menatap tajam ke arah
Sora, si gadis malah masih dengan nyamannya menyantap setiap suapannya. Dan
manusia-manusia lain di tempat itupun hanya mampu melongo tak paham.
“Namamu Sora, ya? Jangan main-main!”
Tatapan tajam tiba-tiba terealisasi dari sosok Ryosuke Yamada
yang merasa tak nyaman dengan pemandangan ini. Tanpa melihatpun, Sora merasakan
aura hitam yang mungkin saja akan menghabisi nyawanya – buru-buru ia meletakkan
sumpitnya, duduk tegap, dan menghadap Ryosuke dengan perhatian penuh.
“Ah, gomenasai… hontou ni gomenasai,” Sora menunduk dalam –
menunduk setelah sempat sekilas memandang tatapan maut pemuda yang duduk tepat
di depannya kali ini.
“Dari awal melihat Nakajima-kun, saya sudah jatuh hati
dengannya. Dan… dan saya tidak ingin lagi membohongi perasaan saya ini,” gadis
itu buru-buru menerangkan tanpa menunggu diintrogasi.
“Oh…” hanya itu respon dari pemuda berlabel Ryosuke Yamada.
Pemuda itupun mulai mengambil sumpitnya dan menyantap makanan
di hadapannya dengan perlahan nan penuh kesopanan. Yang lainpun hanya
menatapnya sepersekian detik sebelum mengikuti tindakan Ryosuke menyantap
makanan yang ada – tak ingin berkomentar biarpun banyak pertanyaan yang ada di
kepala mereka sekarang. Apalagi pikiran-pikiran yang kali ini memenuhi kepala
seorang Yuto Nakajima.
Suasana sarapan pagi yang hambar…
Semua menyantap makanannya dengan lirikan-lirikan kecil ke
arah Ryosuke – sosok yang ingin sekali mereka protes karena begitu saja
merespon permasalahan yang sebenarnya cukup penting ini mengingat Yuto ditembak
oleh gadis bawahan bos Yakuza – ayah Ryosuke sendiri – yang kini tengah mencari
keberadaan mereka.
“Bagaimana kau bisa tau kami di sini?” masih dengan tetap
menyeruput sup di hadapannya, Ryosuke mengajukan satu pertanyaan lagi pada
gadis itu – Sora.
“Sebenarnya saya sejak semalam sembunyi di bagasi mobil
kalian. Saya sudah tak ingin lagi menuruti keinginan Kei-sama,” Sora mulai
bercerita…
“Kejadian kejar-kejaran dengan mobil semalam membuat saya
terbentur hingga pingsan dan baru sadar pagi ini,” dengan sopannya si gadis
menjawab – takut kalau-kalau salah bicara.
Semuapun mengangguk paham mendengar cerita gadis yang
sebenarnya memang sangat seksi itu.
===================
===================
Langit mendung pagi itu…
Yuya sibuk mengelus lembut luka-luka Zashi yang terlihat
begitu memilukan – luka cambuk di sekujur tubuh seorang gadis bukanlah
pemandangan yang enak tuk disaksikan. Sementara Kouta, pemuda yang juga menaruh
hati pada gadis yang sama – hanya mampu duduk memandang setiap luapan kasih
sayang Yuya pada Zashi.
Ia cemburu…
Tapi, mengingat posisinya dahulu sebagai kepala sekolah
mereka, Koutapun hanya mampu menahan setiap perasaannya – ia memiliki
kehormatan yang harus dijaganya sebagai sosok panutan para siswa dan guru-guru.
Di sudut yang lain, di samping jendela di bawah sinar mentari
pagi yang masih malu-malu menampakan karismanya, pemuda yang tengah duduk
membaca buku itu nampak semakin menawan dari biasanya. Ryosuke duduk nyaman
sambil membaca buku sementara di sudut yang tak terlihat olehnya, nampak Emi
yang diam-diam mengintipnya – gadis itu tengah menikmati pemandangan itu –
pemandangan yang membuatnya tak lagi mampu menampik bahwa ia telah benar-benar
jatuh cinta.
“Kami-sama… Apakah ini yang namanya cinta?!” batin Emi
memburu memandangi sosok tampan di samping jendela itu yang beberapa hari
terakhir ini telah bersamanya. Belum sempat gadis itu berandai-andai ria,
tiba-tiba…
“Yui-chan, maukah kau mengobati lukaku?” sebuah suara
terdengar dari ruang santai tak jauh dari posisi Emi berada. Dilihatnya Yuto
yang tengah berduaan dengan Yui – atau tepatnya mencoba berduaan mengingat
mimik Yui yang terlihat tak menginginkan kedekatan itu. “Gomenasai…” Yui
membungkuk dalam dan segera berlari menjauhi Yuto ke ruang sebelah.
Dalam hati…
Yui juga mulai menyukai Yuto. Itulah faktanya…
Tapi…
Rasa sayang pada sahabatnya – Ayaka – membuatnya selalu
bimbang akan tindakan yang harus diambilnya menghadapi hal tersebut – menghadapi
Yuto yang masih terus mengejarnya biarpun bukan rahasia lagi bahwa Ayaka
menyukai pria jangkung itu – Ayaka, sahabat karib Yui.
===================
Suasana itu berubah seketika…
Sora menerima telepon dari sahabatnya yang juga bekerja
sebagai bawahan Kei-sama.
Sebuah keitai yang tiba-tiba berdering itupun membuat semua
memakukan pandangan ke Sora – mengingat bahwa tak seorangpun di sana selain
Sora yang masih membawa keitai.
“Sepertinya Kei-sama telah menghabisi orangtua kalian,” satu
kalimat yang meluncur dari dua sisi bibir Sora membuatnya mendapat tatapan dari
semua pasang mata di rumah itu.
“Mereka dihukum tembak karena tidak mau menangkap kalian,”
penjelasan susulan dari Sora yang mengalir lemas ikut merasakan kesedihan dari
wajah orang-orang yang ada di hadapannya.
“Tou-san…,” Yuto berteriak penuh luapan emosi – kaki
jenjangnya segera menapak cepat berlari meninggalkan teman-temannya. Pemuda itu
telah benar-benar hilang kendali mendengar kabar ayahnya telah dihabisi –
dihabisi karena kesalahan puteranya – kesalahan Yuto…
Yuri segera berlari cepat – berusaha menghentikan tindakan
nekad saudara kandungnya yang dari dulu memang selalu melakukan sesuatu tanpa
berpikir panjang. Yuri sendiri paham perasaan Yuto. Jika boleh jujur, pemuda
imut itu ingin sekali membunuh orang saat ini untuk meluapkan emosinya
mendengar berita barusan. Tapi…
“Tidak boleh… Aku harus mencoba tenang…,” Yuri menahan
perasaannya – masih tetap mengejar Yuto yang ternyata telah melaju kencang
mengendarai satu dari dua mobil yang tadinya terparkir di luar.
Sementara itu…
Yuto yang masih dikendalikan nafsu balas dendamnya hanya
terus melaju kencang menuju kediaman Yamada. Ia benar-benar tak mampu memaafkan
tindakan Kei-sama kali ini. Semua ini telah benar-benar keterlaluan…
Ayahnya telah dibunuh…
Hatinya menjerit…
Emosinya meluap-luap siap menerima segala konsekuensi
kenekadannya.
Yuri yang juga tengah menahan emosi, kali ini tak mampu
berpikir jernih hingga ikut-ikutan memacu mobil yang tersisa tuk mengejar saudaranya
itu…
“Damn…” Keito berteriak…
Ia tak berhasil menyusul Yuri hingga kini tak ada mobil yang
tersisa untuk mengejar mereka berdua.
Sementara Ryutaro…
Pemuda itupun hanya mampu menangis dalam pelukan kakaknya –
Zashi.
“Kenapa Kei-sama tega melakukan ini, kak?” ia terus menangis
tanpa mengetahui kakaknya yang juga tengah menitihkan bulir-bulir air mata
sambil memandangi dan mengelus lembut rambut Ryutaro.
“Semua ini tak bisa dibiarkan!!” Ryosuke tiba-tiba berlari di
jalanan yang memang jauh dari keramaian itu.
Ayahnya…
Ayahnya sudah benar-benar keterlaluan…
Memang tengah tak ada kendaraan di sana saat ini, tapi…
Bagaimana mungkin ia mampu berdiam diri membiarkan dua
sahabatnya pergi dalam luapan emosi seperti itu.
Kakinya terus berlari cepat.
Sementara itu,
Tanpa pikir panjang, Kouta segera ikut berlari menyusul
adiknya itu.
“Ryosuke…, mungkin sudah saatnya kita pertaruhkan semuanya –
tentang ayah kita. Kita atau dia yang berakhir…,” batin Kouta sambil terus
berlari cepat.
“Yuya-kun, Hikaru-kun, tolong jaga mereka…,” Keitopun
ikut-ikutan pamit meninggalkan Ryutaro dan yang lain.
Pemuda kekar itu sebenarnya juga menahan luapan emosinya dari
tadi.
Ia adalah putra tunggal di keluarga Okamoto. Dan ayahnya…
Ayahnya adalah satu-satunya keluarga yang dimilikinya.
Satu-satunya keluarga yang telah dibunuh malam tadi karena
bisa dibilang ayahnya tengah mencoba untuk melindunginya.
“Tou-san…” sambil terus berlari, Keitopun tak lagi mampu
membendung tangisannya…
===================
===================
“Kei-sama… Keluar kau!!”
Yuto telah memasuki kediaman Yamada.
Banyak mayat bergelimpangan di sekitarnya melengkapi sebuah
senjata yang masih erat di genggamnya – senjata yang beberapa menit lalu
direbutnya dari penjaga gerbang keluarga Yamada yang digunakannya tuk
menghabisi setiap penjaga yang mencoba menghalangi langkahnya.
“KELUAR KAU!!”
Pemuda itu menangis…
Yuto masih saja belum mampu menerima kalau ayahnya telah
tiada.
“DDOOORR”
Dengan begitu tak disangka, sebuah peluru terlontar cepat
melukai telinga Yuto dari arah belakangnya – tergores dan berdarah…
Pemuda itu segera menoleh sambil memegangi telinganya yang
sesaat terasa begitu sakit.
Didapatinya Kei Yamada terjatuh, berdarah akibat terbentur
lantai karena dorongan dari sosok yang baru saja datang – Yuri.
“Syukurlah aku tepat waktu…”
Yuri terengah-engah. Sedetik saja ia terlambat, pastinya
peluru dari Kei-sama telah menembus kepala saudaranya itu.
“Hahahaha… Begitu mengharukannya kalian berdua datang untuk
balas dendam,” Kei tertawa terbahak-bahak sambil mengusap ringan darah yang
mengalir dari pelipisnya akibat ulah Yuri beberapa menit lalu.
Yuri melangkah ringan ke samping Yuto. Ketiga orang itu kini
sudah tak lagi bersenjata. Yuto dan Kei sama-sama telah kehilangan senjata
mereka yang terlempar entah kemana.
Suasana terasa sepi…
Menyisakan tiga orang yang nampak akan benar-benar berkelahi
hingga mati.
Dengan begitu tiba-tiba, Yuto berlari ke arah Kei dan
melayangkan hantamannya kuat-kuat. Sayang, hantaman itu hanya menembus udara
kosong di samping wajah Kei.
Yuri yang juga sudah tak ada lagi alasan untuk menahan diri,
kini mengikuti tindakan Yuto.
Perkelahian itupun dimulai…
Darah…
Sedikit demi sedikit cairan merah kental itu mulai menodai
lantai putih di sekitar mereka.
“Aku tak akan memaafkanmu…,” Yuri kembali melayangkan
pukulannya – entah sudah yang keberapa kali.
Dua bersaudara itu bahu membahu membalaskan dendam ayah
mereka – melupakan bahwa orang yang tengah mereka hajar itu tak lain adalah
ayah dari sahabat mereka sendiri – ayah Ryosuke.
“Uhuk… uhuk…,” Kei terhuyung…
Tak pernah ia sangka anak-anak itu akan mampu menyudutkannya
seperti itu.
“Kenapa kau tega membunuh ayah kami?” sekali lagi Yuto
bertanya penuh linangan air mata memandangi sosok di depannya yang nampak sudah
tak lagi mampu menghadapi mereka.
Yuripun ikut menangis…
“KENAPA?!!”
“Paman sudah kami anggap sebagai ayah kami sendiri selama
ini. Tapi kenapa paman tega melakukan ini?” kata-kata itu mengalir nyaring dari
dua sisi bibir Nakajima Yuto yang memang tengah teramat marah saat itu.
Namun ada kebimbangan dalam hatinya…
Orang itu…
Orang yang telah membunuh ayahnya…
Adalah ayah dari Ryosuke – sahabat yang tak mungkin tega
mereka lukai perasaannya.
“Hihihi… Hahahaha…”
Yuri dan Yuto terdiam seketika mendengar tawa bahak dari
manusia di depan mereka.
“Sudah aku bilang… Tak ada pengecualian bagi siapapun yang
melanggar aturanku. Termasuk ayah kalian…”
Tubuh itu berdiri perlahan…
Ternyata…
Senjata api telah nangkring kuat dalam genggamannya –
genggaman Kei Yamada.
Tak disangka pertarungan tadi menempatkan tubuh bos Yakuza
itu di dekat senjatanya yang sempat terlempar tadi.
“Kini kalian akan menyusul ayah kalian!”
Yuri dan Yuto terpaku memandangi ujung tembak yang detik itu
tengah mengarah lurus ke jantung mereka – melengkapi wajah lusuh mereka yang
penuh luka.
“DDOOORRR…”
Suara tembakan akhirnya mengaung di ruang itu tanpa sempat
seorangpun memprotes…
“Ryosuke…!!” Yuri dan Yuto terdiam tak percaya memandangi
sosok yang roboh di hadapan mereka.
Pemuda yang entah sejak kapan, tiba-tiba datang di waktu yang
tepat ketika peluru itu terlontar…
Alhasil,
Darahpun mengalir deras melengkapi peluru yang telah menembus
jantung pemuda itu.
Kaki Yuri dan Yutopun seketika lemas…
“Maafkan ayahku…,” hanya itulah kata yang susah payah
diucapkan sahabat mereka itu sebelum akhirnya benar-benar menghembuskan nafas
terakhirnya.
“Ryosuke!!”
Kei terdiam…
Tak percaya…
Tak kuasa menerima kenyataan di hadapan matanya…
===================
TBC ^^v
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^