Wednesday, 20 February 2013

Fanfic Aishiterukara Part 06


Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)

AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 6)

Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe

*********************
Part sebelumnya:
“Bagaimana ya keadaannya?” ia menggumam pelan. Menampilkan wajah sendu penuh kekhawatiran dan ingin kepastian…
Ia mendengar kabar dari sepupunya bahwa pemuda yang tengah dikhawatirkannya itu telah dibawa pulang ke rumahnya. Sebuah rumah di bukit belakang sekolah itulah tempat tinggal pemuda itu. Ia tlah mendengar semuanya dari Yuya – sepupunya…

Yah,
Sebagai pacar Zashi, tidak sulit bagi Yuya tuk mendapatkan informasi itu.

“Perasaan apa ini? Kenapa aku begitu mengkhawatirkannya??” lagi-lagi Chiko menggumam pelan…

===================
Part 6

Dua gadis muda itu duduk berdampingan saling diam – tanpa berkata-kata hingga kebersamaan mereka yang sudah sejak 10 menit lalu. Satu wajah terlihat begitu muram, sementara wajah yang lain tengah bingung harus memulai penjelasannya dari mana – penjelasan yang sedang ditunggu oleh gadis yang duduk di sampingnya itu dengan wajah muramnya.

“Ano… Ayaka-chan… Gomen na,” dengan wajah yang masih bingung, Yui mencoba merangkai kata-kata apa yang tepat digunakannya saat ini. “Ano… Yuto-kun… en, em, hm…”

“Aku benar-benar tidak tau jika ia menyukaiku!” akhirnya ia mengatakannya juga dengan lantang, “Kau jangan salah paham padaku, aku tak ada perasaan apapun padanya”

“Benarkah?!”

Yui mencoba meyakinkan sahabatnya itu, “Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran aku akan tega menusuk sahabat sendiri dari belakang? Aku benar-benar tidak ada perasaan apapun padanya. Sebagai sahabat, kau pasti kenal betul sifatku – sifat yang tak mungkin akan berbohong pada Ayaka – sahabat karibnya sejak SMP”

===================

Ia termenung seorang diri. Duduk sendirian di pinggiran danau buatan di belakang rumah sahabat sedari kecilnya. Kerikil-kerikil kecil terlempar beraturan ke danau membentuk percikan kecil yang menimbulkan kesan kesedihan.

Ia menangis…
Menyadari betapa lemah dan bodoh dirinya. Kadang, ia merasa menyesal telah dilahirkan ke dunia ini – menyesal karena tak pernah mampu lebih baik dari saudaranya – Yuri Nakajima.
Apapun yang ia lakukan, semua selalu salah – termasuk kejadian dua hari lalu saat ia berinisiatif memberitahukan kondisi Ryosuke ke Kouta Yamada. Sebenarnya, hanya pengakuan dari Yurilah yang selama ini ia inginkan – pengakuan dari saudara yang selama ini tak pernah benar-benar serius saat memandangnya.
Ia bosan diabaikan dan dipandang sebelah mata terus oleh saudaranya itu…

“Sedang apa kau di situ?” sebuah suara yang ia kenal, terdengar menegurnya. Ia segera menghapus air mata dan memalingkan wajahnya ke belakang memandang oknum yang baru saja bersuara.

“Ryosuke? Kau sudah sadar?” Yuto terlihat tersenyum – berdiri – dan segera melangkah ke arah sahabat yang sempat tak sadarkan diri selama 2 hari itu.

“Kau belum menjawab pertanyaanku,” protes dengan nada dingin, mengalir dari pemuda yang masih harus duduk di kursi rodanya itu – hasil dari luka di perut bagian kirinya yang tentunya masih akan sangat sakit digunakan tuk berjalan.
“Ne, Yuto, kau menangis?” Zashi yang saat itu menemani Ryosuke jalan-jalan, tampaknya menangkap aliran air mata di wajah Yuto yang sepertinya belum sempurna terhapus dari wajahnya.

“Ah, daijou bu…” ekspresi pura-pura tak ada masalah, nampak jelas di wajah Yuto yang memang tidak pandai berbohong.

===================

The next day,

“Setelah dua hari libur akhirnya masuk lagi ya kak…,” Ayaka terlihat berwajah cerah hari ini – berangkat sekolah bersama kakak dan dua sahabatnya.

Hikaru mengacak pelan rambut Ayaka. Pemuda itu bahagia jika adiknya itu mampu tersenyum lepas. Sementara Yui dan Emi, merekapun turut senang dengan kembalinya keriangan wajah Ayaka.

Kebetulan hari itu mereka berempat sedang ingin berangkat bersama. Jarang-jarang Hikaru melakukan itu, biasanya ia lebih memilih berangkat pagi tuk nangkring di depan rumah Yuya agar bisa berangkat bersama dengan sahabat karibnya itu…

===================

Heisei Gakuen, beberapa menit sebelum pelajaran dimulai…
Kelas 1-D

“Yui… Maukah kau jadi pacarku?” kalimat yang terlontar ringan dari eksistensi Nakajima Yuto namun dengan wajah yang teramat serius itu mampu menggemparkan seisi kelas.
Baru saja pemuda itu memasuki ruangan – belum sempat melakukan apapun – menembak Yui terang-teranganlah hal pertama yang ia lakukan…

Seluruh pasang mata tertuju pada Yuto yang berdiri memandang serius ke wajah Yui yang terlihat syok mendengar pengakuan cinta pemuda tinggi di depannya itu. Namun pemandangan itu tak berlangsung lama, dengan percaya diri Yuipun segera bangkit dari tempat duduknya, “Hontou gomenasai, Yuto-kun… Tapi aku tidak ada perasaan apapun padamu. Kalau menjadi pacar, sepertinya aku tidak bisa. Gomenasai…”

Jauh di lubuk hati Yui, ia tidak tega mengatakan itu secara langsung. Tapi… Ayaka… Yui tidak boleh melakukan hal yang bisa menyakiti hati sahabatnya itu.

Yuto berdiri mematung…
Masih belum mempercayai dirinya telah ditolak mentah-mentah seperti itu.
Hatinya sakit…
Bukan karena rasa malu ditolak di depan teman-teman sekelasnya, tapi benar-benar sakit karena ia tramat menyukai gadis itu. Rasa cinta yang selama ini diam-diam dipendamnya sejak pertama kali ia melihat Yui – sosok satu-satunya yang ia pandang di antara kerumunan gadis lainnya saat pendaftaran dulu.

Sementara di sudut yang lain, Ayaka hanya mampu memandang pemuda jangkung itu dengan perasaan yang tak mampu ia pahami. Ia begitu menyukai pemuda itu. Tapi kenapa pemuda itu harus jatuh cinta pada sahabatnya sendiri…
Ia begitu tak memahami semua ini – serasa takdir telah mempermainkannya.

===================

Di kelas 1-A – kelas Keito Okamoto

“Dasar Yuto, lagi-lagi ia menghilang begitu saja. Dasar anak yang menyusahkan!” Yuri menggumam pelan dengan wajah dinginnya – bosan dengan kelakuan saudaranya yang hanya bisa menyusahkan.

Pemuda chibi itu kini berdiri di bagian pintu kelas tersebut – ditemani Keito dan Ryutaro. Seperti biasa, ketiganya tengah menemani bos mereka tercinta yang sekaligus merupakan sahabat karib mereka yang tengah menemui seorang gadis di kelas itu.

“Mimi-chan baik-baik saja?” Ryosuke dengan wajah malu-malu menanyakan kabar gadis itu – gadis yang kemarin sempat membuatnya begitu khawatir hingga nekad hendak menyelamatkannya tanpa pertimbangan apapun.

“Un, genki desu… Ano, Ryosuke, aku dengar waktu itu kau tertembak ya? Di mana yang sakit?” Mimiko bertanya dengan wajahnya yang cukup khawatir.

“Aku baik-baik saja, kok!” masih dengan wajah malu-malu, pemuda itu menundukkan mukanya dalam-dalam. Semua orang tau betapa dingin sifat Ryosuke sebenarnya…
Sikap dingin yang akan langsung lebur ketika berhadapan dengan Mimiko – ya, hanya Mimiko dan Zashilah yang bisa meleburkan hati pemuda itu.
Sementara ketiga pemuda yang menunggu di pintu kelas itu hanya mampu membatin, menyaksikan itu semua, “Huh, dasar Ryosuke. Dibela-belain datang ke sekolah hanya ingin melihat keadaan Mimiko dengan matanya sendiri. Padahal kondisinya kan masih sakit!”

“Ryosuke…”

Pemuda jangkung itu memanggil. Belum sempat ia masuk ke kelas itu, si gadis di hadapan Ryosuke telah dengan cepatnya berpindah ke hadapannya, “Kouta-kun… Kau baik-baik saja kan?” Mimiko terlihat begitu khawatir. Waktu itu ia sempat melihat Kouta dipukuli karena berusaha membela para siswanya yang ditawan.

Mimik Ryosuke berubah…
Sorot matanya begitu tajam seperti saat-saat biasa ketika ia tengah marah. Gadis yang begitu dicintainya tak pernah sedikitpun membuka hati untuknya gara-gara manusia yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Ya, siapapun tau memang Koutalah pria yang sangat disukai Mimiko.

“Gomenasai, aku harus bicara dengan Ryosuke,” Kouta dengan sopan melewati badan Mimiko yang berdiri tepat di depannya – melewati juga Yuri, Keito, dan Ryutaro untuk bisa berdiri berhadapan dengan adiknya – Ryosuke.

“Bagaimana keadaanmu?” dua tangan Kouta memegang ringan kedua pundak Ryosuke.
Dalam sekejap mata, pegangan itu terlepas dan pemuda yang baru saja disentuhnya itu sudah tak lagi ada di hadapannya.

“Kita pergi…,” kata Ryosuke pendek – berjalan keluar kelas diikuti ketiga sahabatnya.

===================

Di atap sekolah,

“Apa tidak sebaiknya kita pulang? Kau kan masih sakit,” Keito membujuk sahabatnya itu untuk menuruti permintaannya.

“Apa yang salah denganku?”
Dengan tiba-tiba, pemuda yang jadi pusat perhatian pemuda-pemuda lainnya itu menyampaikan pertanyaan yang cukup tak dipahami oleh mereka.

“Apa bagusnya Kouta? Kenapa Mimiko begitu menyukainya? Tidakkah ia tau aku begitu menyukainya?” rentetan pertanyaan itu mengalir begitu saja. Yuri, Keito, dan Ryutaro tau betapa sahabatnya itu ingin sekali marah saat ini, tapi merekapun menyadari bahwa bukan hal yang mudah bagi Ryosuke untuk meluapkan segala amarahnya dengan kondisi badan yang belum sehat seperti itu.

“Sudahlah… Lebih baik kau istirahat di rumah saja. Pikirkan semuanya setelah kau sehat…,” kini Ryutaro yang tak tahan melihat sahabatnya bersikap seperti itu. Ini bukan pertama kalinya mereka melihat Ryosuke frustasi. Dulu saat pernyataan cintanya ditolak oleh Mimiko, pemuda itu marah habis-habisan dan banyak membuat kekacauan di mana-mana tuk meluapkan amarahnya.

KREEKK…
Pintu atap terbuka – Yuto melangkahkan kakinya ke arah teman-temannya yang telah lebih dulu berada di atap.
Wajahnya terlihat sendu… Yuri yang hendak menegurnyapun kembali mengurungkan niatnya melihat kemurungan saudaranya itu sekarang.

“Aaarrgghh…,” tiba-tiba Ryosuke berteriak bagai orang kesetanan. Ditendangnya kuat-kuat beton di pinggiran atap sekolah itu.
Ia mengacak-acak rambutnya…
Yang lain – minus Yuto – segera memegangi Ryosuke agar jangan sampai menganiaya dirinya sendiri saking frustasinya…

Wajah pemuda itu semakin pucat.
Terlihat setitik noda darah di kemejanya yang putih bersih. Sepertinya luka yang masih basah itu kini terbuka lagi karena ulahnya barusan.

===================

“Ryosuke… Kau sudah minum terlalu banyak. Ayo pulang!!” Yuri mencoba menarik lengan Ryosuke kuat-kuat. Namun, tetap saja tarikannya tak berefek apapun.
Pemuda yang sudah mabuk berat itu terus saja meneguk bir di depannya.

Keito dan Ryutaro akhirnya geram…
Keduanyapun akhirnya membantu Yuri tuk membawa pulang Ryosuke dengan paksa.

Sementara ketiganya tengah sibuk merealisasikan pemikiran mereka, Yuto malah masih dengan asyiknya berdendang menemani Ryosuke – berdendang sambil menikmati tiap teguk bir yang masih berbotol-botol di hadapan mereka.

Tanpa diberitahupun, ketiganya tau Yuto memang tengah patah hati layaknya Ryosuke sekarang.

===================

Waktu telah semakin gelap sekarang
Jam telah menunjukkan pukul 11 malam…

Yuri dan Ryutaro sibuk memapah Ryosuke yang memang telah mabuk berat keluar dari bar itu dan menuju mobil mereka yang berjajar rapi di luar.
Sementara Keito, terpaksa ia harus membawa Yuto yang tak kalah mabuknya dengan Ryosuke

Sesekali langkah mereka harus terhenti karena Ryosuke dan Yuto yang tengah muntah.

Di saat yang kurang begitu mendukung itu, sekelompok begundal mendatangi dan mengepung kelima pemuda barusan…
“Sial…,” Yuri mengoceh pelan

Dengan wajah setampan itu, tak pernah ada yang menyangka jika kelima pemuda itu adalah putra para Yakuza hingga tidak sekali dua kali mereka harus bertarung dengan begundal-begundal kelas teri yang mengganggu mereka.

Yuri, Ryutaro, dan Keitopun segera meletakkan Ryosuke dan Yuto tak jauh dari lokasi mereka berpijak.
Ketiganya siap menghadapi begundal-begundal itu tanpa sedikitpun berniat untuk memenuhi apa yang diminta oleh manusia-manusia di hadapan mereka itu.

“Oh, mau melawan rupanya…,” tawa mengejek dari para begundal itupun menjadi awal perkelahian antara ketiganya dengan begundal berjumlah 7 orang tersebut.

Perkelahianpun dimulai…
Nampak jelas kemampuan bertarung Yuri, Ryutaro, dan Keito yang cukup bagus. Ternyata tidak rugi mereka jadi anak Yakuza yang setiap hari harus meluangkan waktu tuk berlatih bela diri.

Sementara dua pemuda yang tengah mabuk itu – yang sebenarnya masih setengah sadar untuk menyadari perkelahian di hadapan mereka, hanya mampu sesekali membuka mata tuk menyaksikan.

“Ryosuke… kau mau kemana?” Yuto yang menyadari sahabat di sampingnya itu mulai menegakkan kakinya dan mulai melangkah – membuat Yuto bertanya-tanya apa yang akan dilakukan sahabatnya itu.
Namun,…
Pemuda jangkung itu tak cukup kuat tuk menyadari hal yang selanjutnya terjadi.
Ia kehilangan kesadarannya akibat mabuk berat…

Sementara itu,
Terlihat perkelahian mulai mencapai klimaksnya…

Yuri menggerakkan lengannya tuk merapikan rambut hitam legamnya yang jadi agak berantakan akibat perkelahian itu…
“Kemampuan seperti itu dah sombong!! Dasar… tak berharga…,” perkelahianpun selesai…

Yuri, Keito, dan Ryutaro melangkahkan kakinya menuju tempat di mana mereka meninggalkan Yuto dan Ryosuke beberapa saat lalu…

Deegghh…
Ketiganya tersentak kaget…
Ryosuke sudah tak ada lagi di tempat itu – meninggalkan Yuto yang sudah tak sadarkan diri…

===================

TBC ^^v

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers