Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 6)
Author
: Rin Fujiyama
Genre
: Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe
*********************
Part sebelumnya:
“Bagaimana
ya keadaannya?” ia menggumam pelan. Menampilkan wajah sendu penuh kekhawatiran
dan ingin kepastian…
Ia
mendengar kabar dari sepupunya bahwa pemuda yang tengah dikhawatirkannya itu
telah dibawa pulang ke rumahnya. Sebuah rumah di bukit belakang sekolah itulah
tempat tinggal pemuda itu. Ia tlah mendengar semuanya dari Yuya – sepupunya…
Yah,
Sebagai
pacar Zashi, tidak sulit bagi Yuya tuk mendapatkan informasi itu.
“Perasaan
apa ini? Kenapa aku begitu mengkhawatirkannya??” lagi-lagi Chiko menggumam
pelan…
===================
Part 6
Dua
gadis muda itu duduk berdampingan saling diam – tanpa berkata-kata hingga
kebersamaan mereka yang sudah sejak 10 menit lalu. Satu wajah terlihat begitu
muram, sementara wajah yang lain tengah bingung harus memulai penjelasannya
dari mana – penjelasan yang sedang ditunggu oleh gadis yang duduk di sampingnya
itu dengan wajah muramnya.
“Ano…
Ayaka-chan… Gomen na,” dengan wajah yang masih bingung, Yui mencoba merangkai
kata-kata apa yang tepat digunakannya saat ini. “Ano… Yuto-kun… en, em, hm…”
“Aku
benar-benar tidak tau jika ia menyukaiku!” akhirnya ia mengatakannya juga
dengan lantang, “Kau jangan salah paham padaku, aku tak ada perasaan apapun
padanya”
“Benarkah?!”
Yui
mencoba meyakinkan sahabatnya itu, “Bagaimana mungkin kau bisa berpikiran aku
akan tega menusuk sahabat sendiri dari belakang? Aku benar-benar tidak ada
perasaan apapun padanya. Sebagai sahabat, kau pasti kenal betul sifatku – sifat
yang tak mungkin akan berbohong pada Ayaka – sahabat karibnya sejak SMP”
===================
Ia
termenung seorang diri. Duduk sendirian di pinggiran danau buatan di belakang
rumah sahabat sedari kecilnya. Kerikil-kerikil kecil terlempar beraturan ke
danau membentuk percikan kecil yang menimbulkan kesan kesedihan.
Ia
menangis…
Menyadari
betapa lemah dan bodoh dirinya. Kadang, ia merasa menyesal telah dilahirkan ke
dunia ini – menyesal karena tak pernah mampu lebih baik dari saudaranya – Yuri
Nakajima.
Apapun
yang ia lakukan, semua selalu salah – termasuk kejadian dua hari lalu saat ia
berinisiatif memberitahukan kondisi Ryosuke ke Kouta Yamada. Sebenarnya, hanya
pengakuan dari Yurilah yang selama ini ia inginkan – pengakuan dari saudara
yang selama ini tak pernah benar-benar serius saat memandangnya.
Ia
bosan diabaikan dan dipandang sebelah mata terus oleh saudaranya itu…
“Sedang
apa kau di situ?” sebuah suara yang ia kenal, terdengar menegurnya. Ia segera
menghapus air mata dan memalingkan wajahnya ke belakang memandang oknum yang
baru saja bersuara.
“Ryosuke?
Kau sudah sadar?” Yuto terlihat tersenyum – berdiri – dan segera melangkah ke
arah sahabat yang sempat tak sadarkan diri selama 2 hari itu.
“Kau
belum menjawab pertanyaanku,” protes dengan nada dingin, mengalir dari pemuda
yang masih harus duduk di kursi rodanya itu – hasil dari luka di perut bagian
kirinya yang tentunya masih akan sangat sakit digunakan tuk berjalan.
“Ne,
Yuto, kau menangis?” Zashi yang saat itu menemani Ryosuke jalan-jalan,
tampaknya menangkap aliran air mata di wajah Yuto yang sepertinya belum
sempurna terhapus dari wajahnya.
“Ah,
daijou bu…” ekspresi pura-pura tak ada masalah, nampak jelas di wajah Yuto yang
memang tidak pandai berbohong.
===================
The next day,
“Setelah
dua hari libur akhirnya masuk lagi ya kak…,” Ayaka terlihat berwajah cerah hari
ini – berangkat sekolah bersama kakak dan dua sahabatnya.
Hikaru
mengacak pelan rambut Ayaka. Pemuda itu bahagia jika adiknya itu mampu tersenyum
lepas. Sementara Yui dan Emi, merekapun turut senang dengan kembalinya
keriangan wajah Ayaka.
Kebetulan
hari itu mereka berempat sedang ingin berangkat bersama. Jarang-jarang Hikaru
melakukan itu, biasanya ia lebih memilih berangkat pagi tuk nangkring di depan
rumah Yuya agar bisa berangkat bersama dengan sahabat karibnya itu…
===================
Heisei Gakuen, beberapa menit sebelum pelajaran
dimulai…
Kelas 1-D
“Yui…
Maukah kau jadi pacarku?” kalimat yang terlontar ringan dari eksistensi
Nakajima Yuto namun dengan wajah yang teramat serius itu mampu menggemparkan
seisi kelas.
Baru
saja pemuda itu memasuki ruangan – belum sempat melakukan apapun – menembak Yui
terang-teranganlah hal pertama yang ia lakukan…
Seluruh
pasang mata tertuju pada Yuto yang berdiri memandang serius ke wajah Yui yang
terlihat syok mendengar pengakuan cinta pemuda tinggi di depannya itu. Namun
pemandangan itu tak berlangsung lama, dengan percaya diri Yuipun segera bangkit
dari tempat duduknya, “Hontou gomenasai, Yuto-kun… Tapi aku tidak ada perasaan
apapun padamu. Kalau menjadi pacar, sepertinya aku tidak bisa. Gomenasai…”
Jauh
di lubuk hati Yui, ia tidak tega mengatakan itu secara langsung. Tapi… Ayaka…
Yui tidak boleh melakukan hal yang bisa menyakiti hati sahabatnya itu.
Yuto
berdiri mematung…
Masih
belum mempercayai dirinya telah ditolak mentah-mentah seperti itu.
Hatinya
sakit…
Bukan
karena rasa malu ditolak di depan teman-teman sekelasnya, tapi benar-benar
sakit karena ia tramat menyukai gadis itu. Rasa cinta yang selama ini diam-diam
dipendamnya sejak pertama kali ia melihat Yui – sosok satu-satunya yang ia
pandang di antara kerumunan gadis lainnya saat pendaftaran dulu.
Sementara
di sudut yang lain, Ayaka hanya mampu memandang pemuda jangkung itu dengan
perasaan yang tak mampu ia pahami. Ia begitu menyukai pemuda itu. Tapi kenapa
pemuda itu harus jatuh cinta pada sahabatnya sendiri…
Ia
begitu tak memahami semua ini – serasa takdir telah mempermainkannya.
===================
Di kelas 1-A – kelas Keito Okamoto
“Dasar
Yuto, lagi-lagi ia menghilang begitu saja. Dasar anak yang menyusahkan!” Yuri
menggumam pelan dengan wajah dinginnya – bosan dengan kelakuan saudaranya yang
hanya bisa menyusahkan.
Pemuda
chibi itu kini berdiri di bagian pintu kelas tersebut – ditemani Keito dan
Ryutaro. Seperti biasa, ketiganya tengah menemani bos mereka tercinta yang
sekaligus merupakan sahabat karib mereka yang tengah menemui seorang gadis di
kelas itu.
“Mimi-chan
baik-baik saja?” Ryosuke dengan wajah malu-malu menanyakan kabar gadis itu –
gadis yang kemarin sempat membuatnya begitu khawatir hingga nekad hendak
menyelamatkannya tanpa pertimbangan apapun.
“Un,
genki desu… Ano, Ryosuke, aku dengar waktu itu kau tertembak ya? Di mana yang
sakit?” Mimiko bertanya dengan wajahnya yang cukup khawatir.
“Aku
baik-baik saja, kok!” masih dengan wajah malu-malu, pemuda itu menundukkan
mukanya dalam-dalam. Semua orang tau betapa dingin sifat Ryosuke sebenarnya…
Sikap
dingin yang akan langsung lebur ketika berhadapan dengan Mimiko – ya, hanya
Mimiko dan Zashilah yang bisa meleburkan hati pemuda itu.
Sementara
ketiga pemuda yang menunggu di pintu kelas itu hanya mampu membatin,
menyaksikan itu semua, “Huh, dasar Ryosuke. Dibela-belain datang ke sekolah
hanya ingin melihat keadaan Mimiko dengan matanya sendiri. Padahal kondisinya
kan masih sakit!”
“Ryosuke…”
Pemuda
jangkung itu memanggil. Belum sempat ia masuk ke kelas itu, si gadis di hadapan
Ryosuke telah dengan cepatnya berpindah ke hadapannya, “Kouta-kun… Kau
baik-baik saja kan?” Mimiko terlihat begitu khawatir. Waktu itu ia sempat
melihat Kouta dipukuli karena berusaha membela para siswanya yang ditawan.
Mimik
Ryosuke berubah…
Sorot
matanya begitu tajam seperti saat-saat biasa ketika ia tengah marah. Gadis yang
begitu dicintainya tak pernah sedikitpun membuka hati untuknya gara-gara
manusia yang tak lain adalah kakaknya sendiri. Ya, siapapun tau memang Koutalah
pria yang sangat disukai Mimiko.
“Gomenasai,
aku harus bicara dengan Ryosuke,” Kouta dengan sopan melewati badan Mimiko yang
berdiri tepat di depannya – melewati juga Yuri, Keito, dan Ryutaro untuk bisa
berdiri berhadapan dengan adiknya – Ryosuke.
“Bagaimana
keadaanmu?” dua tangan Kouta memegang ringan kedua pundak Ryosuke.
Dalam
sekejap mata, pegangan itu terlepas dan pemuda yang baru saja disentuhnya itu
sudah tak lagi ada di hadapannya.
“Kita
pergi…,” kata Ryosuke pendek – berjalan keluar kelas diikuti ketiga sahabatnya.
===================
Di atap sekolah,
“Apa
tidak sebaiknya kita pulang? Kau kan masih sakit,” Keito membujuk sahabatnya
itu untuk menuruti permintaannya.
“Apa
yang salah denganku?”
Dengan
tiba-tiba, pemuda yang jadi pusat perhatian pemuda-pemuda lainnya itu
menyampaikan pertanyaan yang cukup tak dipahami oleh mereka.
“Apa
bagusnya Kouta? Kenapa Mimiko begitu menyukainya? Tidakkah ia tau aku begitu
menyukainya?” rentetan pertanyaan itu mengalir begitu saja. Yuri, Keito, dan
Ryutaro tau betapa sahabatnya itu ingin sekali marah saat ini, tapi merekapun
menyadari bahwa bukan hal yang mudah bagi Ryosuke untuk meluapkan segala
amarahnya dengan kondisi badan yang belum sehat seperti itu.
“Sudahlah…
Lebih baik kau istirahat di rumah saja. Pikirkan semuanya setelah kau sehat…,”
kini Ryutaro yang tak tahan melihat sahabatnya bersikap seperti itu. Ini bukan
pertama kalinya mereka melihat Ryosuke frustasi. Dulu saat pernyataan cintanya
ditolak oleh Mimiko, pemuda itu marah habis-habisan dan banyak membuat
kekacauan di mana-mana tuk meluapkan amarahnya.
KREEKK…
Pintu
atap terbuka – Yuto melangkahkan kakinya ke arah teman-temannya yang telah
lebih dulu berada di atap.
Wajahnya
terlihat sendu… Yuri yang hendak menegurnyapun kembali mengurungkan niatnya
melihat kemurungan saudaranya itu sekarang.
“Aaarrgghh…,”
tiba-tiba Ryosuke berteriak bagai orang kesetanan. Ditendangnya kuat-kuat beton
di pinggiran atap sekolah itu.
Ia
mengacak-acak rambutnya…
Yang
lain – minus Yuto – segera memegangi Ryosuke agar jangan sampai menganiaya
dirinya sendiri saking frustasinya…
Wajah
pemuda itu semakin pucat.
Terlihat
setitik noda darah di kemejanya yang putih bersih. Sepertinya luka yang masih
basah itu kini terbuka lagi karena ulahnya barusan.
===================
“Ryosuke…
Kau sudah minum terlalu banyak. Ayo pulang!!” Yuri mencoba menarik lengan
Ryosuke kuat-kuat. Namun, tetap saja tarikannya tak berefek apapun.
Pemuda
yang sudah mabuk berat itu terus saja meneguk bir di depannya.
Keito
dan Ryutaro akhirnya geram…
Keduanyapun
akhirnya membantu Yuri tuk membawa pulang Ryosuke dengan paksa.
Sementara
ketiganya tengah sibuk merealisasikan pemikiran mereka, Yuto malah masih dengan
asyiknya berdendang menemani Ryosuke – berdendang sambil menikmati tiap teguk
bir yang masih berbotol-botol di hadapan mereka.
Tanpa
diberitahupun, ketiganya tau Yuto memang tengah patah hati layaknya Ryosuke
sekarang.
===================
Waktu
telah semakin gelap sekarang
Jam
telah menunjukkan pukul 11 malam…
Yuri
dan Ryutaro sibuk memapah Ryosuke yang memang telah mabuk berat keluar dari bar
itu dan menuju mobil mereka yang berjajar rapi di luar.
Sementara
Keito, terpaksa ia harus membawa Yuto yang tak kalah mabuknya dengan Ryosuke
Sesekali
langkah mereka harus terhenti karena Ryosuke dan Yuto yang tengah muntah.
Di
saat yang kurang begitu mendukung itu, sekelompok begundal mendatangi dan
mengepung kelima pemuda barusan…
“Sial…,”
Yuri mengoceh pelan
Dengan
wajah setampan itu, tak pernah ada yang menyangka jika kelima pemuda itu adalah
putra para Yakuza hingga tidak sekali dua kali mereka harus bertarung dengan
begundal-begundal kelas teri yang mengganggu mereka.
Yuri,
Ryutaro, dan Keitopun segera meletakkan Ryosuke dan Yuto tak jauh dari lokasi
mereka berpijak.
Ketiganya
siap menghadapi begundal-begundal itu tanpa sedikitpun berniat untuk memenuhi
apa yang diminta oleh manusia-manusia di hadapan mereka itu.
“Oh,
mau melawan rupanya…,” tawa mengejek dari para begundal itupun menjadi awal
perkelahian antara ketiganya dengan begundal berjumlah 7 orang tersebut.
Perkelahianpun
dimulai…
Nampak
jelas kemampuan bertarung Yuri, Ryutaro, dan Keito yang cukup bagus. Ternyata
tidak rugi mereka jadi anak Yakuza yang setiap hari harus meluangkan waktu tuk
berlatih bela diri.
Sementara
dua pemuda yang tengah mabuk itu – yang sebenarnya masih setengah sadar untuk
menyadari perkelahian di hadapan mereka, hanya mampu sesekali membuka mata tuk
menyaksikan.
“Ryosuke…
kau mau kemana?” Yuto yang menyadari sahabat di sampingnya itu mulai menegakkan
kakinya dan mulai melangkah – membuat Yuto bertanya-tanya apa yang akan
dilakukan sahabatnya itu.
Namun,…
Pemuda
jangkung itu tak cukup kuat tuk menyadari hal yang selanjutnya terjadi.
Ia
kehilangan kesadarannya akibat mabuk berat…
Sementara
itu,
Terlihat
perkelahian mulai mencapai klimaksnya…
Yuri
menggerakkan lengannya tuk merapikan rambut hitam legamnya yang jadi agak
berantakan akibat perkelahian itu…
“Kemampuan
seperti itu dah sombong!! Dasar… tak berharga…,” perkelahianpun selesai…
Yuri,
Keito, dan Ryutaro melangkahkan kakinya menuju tempat di mana mereka
meninggalkan Yuto dan Ryosuke beberapa saat lalu…
Deegghh…
Ketiganya
tersentak kaget…
Ryosuke
sudah tak ada lagi di tempat itu – meninggalkan Yuto yang sudah tak sadarkan
diri…
===================
TBC ^^v
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^