Saturday 23 February 2013

Fanfic Aishiterukara 09


Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)

AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 9)

Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe
Warning : Bagi yang sedang berpuasa… jangan sampai mengurangi pahala puasa kalian dengan membayangkan yang tidak-tidak saat membaca fanfic ini ^^

*********************
Part sebelumnya:
Apakah Kei Yamada itu benar-benar ayahnya…
Hanya itulah yang ada di pikiran Kouta sekarang – tak percaya ayahnya itu akan tega melakukan ini demi mencapai ambisinya…

DDOOORRR…
Suara pistol yang ditembakkan menjadi jawaban pasti dari segala pikiran-pikiran yang ada di kepala pemuda itu sekarang…

Kecewa…
Benci…
Tak percaya…
Tak menyangka akhirnya keputusan itulah yang diambil ayahnya – memerintahkan untuk membunuh anak sendiri…

===================
Part 9

Hari telah gelap.
Satu per satu lampu di pinggiran jalan itu telah menyala – memberikan cahaya kepada mereka-mereka yang membutuhkannya.

“Tinggal satu rumah lagi,” Keito memandangi kertas di tangannya – terpampang biodata Emi Kawaii.

“Let’s go…,” Ryutaro kembali memacu mobilnya cepat di gang yang tak terlalu lebar itu.
Saking cepatnya, keduanya tak begitu memperhatikan jalanan hingga sebuah mobil hampir saja bertabrakan dengan mereka – sebuah mobil yang melaju dari arah kanan yang kini telah berbelok dan melaju di depan mereka – melaju satu arah…

Gang begitu sempit…
Tak mudah untuk mendahului andai mobil satunya tak benar-benar menepi.

CCIIITTT…
Suara rem yang diinjak dengan begitu tiba-tiba membuat kedua mobil itu berhenti – Ryutaro dan Keito terpaksa menghentikan mobilnya melihat mobil di depannya berhenti mendadak.


DEEGGHH…
Kedua pemuda itu terkejut memandangi sosok manusia yang baru saja menuruni mobil di depannya.
Tanpa menunggu perintah, kedua anak SMA itu hanya mampu keluar dari mobil mereka dengan perasaan gelisah.

“Nakajima-san…,” keduanya menundukkan wajah mereka dalam-dalam.

PLAAKK…

PLAAKK…

Tak ada respon…
Tak ada balasan…
Keduanya menyadari alasan kenapa mereka layak mendapatkan tamparan itu.

Ryutaro dan Keito semakin menundukkan kepala dalam-dalam…
Menyadari hal yang lebih buruk akan terjadi setelah ditemukannya Ryosuke Yamada – orang yang ingin sekali mereka salahkan karena kebodohannya pergi diam-diam – tapi tak mungkin mereka menyalahkan pemuda itu mengingat mereka sendirilah yang lengah mengawasinya.

Mobil hitam legam di depan mereka telah kembali melaju – meninggalkan dua pemuda itu dalam diam.

“Orang-orang itu telah mengetahui posisi Ryosuke,” itulah hal yang disadari oleh keduanya.
Menyadari bahwa Kei-sama telah mengetahui kebohongan mereka saja sudah membuat mereka begitu merinding saat ini – merasakan aura dingin menyelimuti tubuh mereka melebihi dinginnya malam kala ini.

“Kita terlambat…”
“Andai kita lebih cepat beberapa menit saja…”

Hanya penyesalan yang menjadi jawaban menyakitkan atas pencarian mereka yang kini tlah sia-sia…
Ditambah pikiran tentang hukuman apa yang mungkin akan mereka tanggung – hanya mampu menyesal sekarang…

===================

BRAAKK… BRAAKK… BRAAKK…
Pintu itu diketuk dengan begitu kasar – menyiratkan betapa buru-burunya oknum si pengetuk pintu untuk segera dibukakan pintu.

“Siapa?” Emi hanya mampu bersuara – heran – tidak biasanya ada orang yang mendatangi rumahnya malam-malam seperti ini.

Tak ada jawaban…
Hanya ketukan kasar di pintunya yang terus terdengar.
Takut suara itu akan membangunkan pemuda yang tengah tertidur lelap di rumahnya – gadis itupun tak ada pilihan lain selain membukakan pintu itu dengan segera.

CEKREEKK…
Pintupun terbuka…
Membuat angin malam yang begitu dingin itu menerpa badan si gadis.

“Kau…”
Tatapan kosong si gadis memandangi sosok di depan pintu rumahnya – tak tau alasan apa yang membawa orang itu mendatanginya malam-malam begini.

“Mana Ryosuke?” sosok itupun langsung memasuki rumah kecil itu tanpa menunggu ijin dari si empunya…

===================

Zashi terpaku diam sedetik setelah ditutupnya telpon itu…
Telpon dari adiknya – Ryutaro – yang mengabarkan tentang Kei-sama yang telah mengetahui kebohongan yang mereka sembunyikan.

Yuya hanya mampu memandang kekasihnya itu dengan perasaan iba.
Sementara Hikaru dan Ayaka, keduanya memilih tak bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi – memilih diam menyadari raut sedih di wajah Yuya dan Zashi.

Lengan itu meraih badan Zashi dan segera memeluknya erat.
“Jangan khawatir, semua akan baik-baik saja… Ada aku…” kata-kata itulah yang ingin sekali Yuya katakan pada Zashi saat ini – namun kata-kata itu hanya menjadi angan-angan belaka karena si pemuda menyadari tak kan mudah baginya melindungi kekasihnya yang memang putri seorang Yakuza.

BRAAKK…
Tanpa disangka-sangka, seseorang telah membuka pintu rumah itu dengan paksa.
Keempat manusia di dalam rumah itupun seketika terkejut mendengar suara yang begitu tiba-tiba nan nyaring barusan.

“Hm…,” desahan kecil terdengar dari Yuri dan Yuto yang merasa terganggu dengan suara barusan.
Suara lirih itu membuat keempatnya memandang ke sumber suara – menyadari dua pemuda yang beberapa jam lalu pingsan, kini telah sadar – tersadar karena suara yang tak bersahabat barusan yang berasal dari arah pintu yang tengah didobrak.

Raut tegang terpampang di wajah Zashi memandangi gadis yang baru saja masuk melewati pintu yang telah terbuka paksa di depannya.
Menyadari kekasihnya merasa takut, Yuya buru-buru menempatkan badannya di depan Zashi – menjadi tameng bagi gadisnya itu andai hal buruk akan terjadi – bermaksud melindunginya dan memberinya sedikit ketenangan.

Yuto dan Yuri yang baru saja terduduk dengan bantuan Ayaka, segera menyadari apa yang tengah terjadi. Hanya dengan kedatangan gadis berlabelkan Sora itu, dua bersaudara itu sadar kalau mereka tidak sedang dalam posisi menguntungkan sekarang.

“Kei-sama menunggu kalian…,” hanya kata itulah yang mengalir licik dari gadis yang telah menjadi bawahan ayah Ryosuke itu.

Yuri dan Yuto segera berdiri dengan susah payah – menyadari tak ada pilihan lain bagi mereka selain menuruti dan pergi kembali ke kediaman Yamada bersama Sora.

“Kami akan mengikutimu, tapi jangan bawa teman-teman kami yang tak tau apa-apa ini,” Yuri berucap dengan percaya diri – menyadari gadis itu tak akan bertindak lebih, karena tetap saja kedudukannya masih berada di bawah mereka – biarpun untuk kasus ini, merekalah yang menjadi pihak yang sedang tidak diuntungkan – menjadi pihak tertuduh yang harus siap menerima segala konsekuensi atas tindakan-tindakan yang telah dilakukan.

Menyadari orang-orang di hadapannya memang masih memiliki kedudukan di atasnya, Sorapun tanpa protes segera berjalan ke luar rumah – berjalan menuju mobilnya dan menanti Yuri, Yuto, dan Zashi untuk segera mengikutinya…

Pemuda itu masih memegang erat tangan si gadis – belum ikhlas andai gadisnya itu harus pergi meninggalkannya kali ini. “Yuya… tak apa. Kami akan baik-baik saja,” lengkungan senyum terkias di wajah Zashi sebelum akhirnya melepaskan pegangan Yuya di telapak tangannya – senyuman yang dipaksakan…
Yuyapun menarik Zashi dalam pelukannya sebelum akhirnya merelakannya pergi.

Sementara Yuri, ia hanya mampu menatap sayu ke wajah Ayaka yang ketakutan – menatap wajah Ayaka yang kali ini membalas tatapannya – tak seperti biasanya saat si gadis tak pernah melepaskan pandangannya dari Yuto.
Yuri tersenyum lemas…
Hampir saja ia mengalirkan air matanya saat menatap Ayaka yang detik lalu menatapnya iba. “Jaga adikmu baik-baik,” hanya itu yang mampu ia katakan pada Hikaru sesaat sebelum dilangkahkannya kaki-kakinya mengikuti Zashi yang telah keluar lebih dulu. Disusul Yuto yang berjalan di belakang Yuri – mengikutinya hingga meraih mobil itu dan duduk di sampingnya di kursi belakang.

Tiga sosok anak SMA di mobil itupun kini hanya diam membisu – lelah dengan semua yang terjadi sebelumnya.
Sementara satu sosok lain yang tersisa – oknum pengemudi – gadis yang membawa pesan dari Kei-sama – diam-diam mencuri pandang pada salah seorang di antara ketiganya. Ekspresi ketertarikan nampak di wajah gadis itu tanpa disadari yang lain – senyum kecilpun terkembang di wajahnya.

===================

Satu jam kemudian di kediaman keluarga Yamada

“Dasar bodoh! Tugas kecil saja kalian tak mampu melaksanakannya dengan becus.” Kei murka. Dengan segera diraihnya pistol di meja sampingnya – mengarahkannya – dan dengan segera menarik pelatuknya – menghabisi orang-rang yang telah mengecewakannya – menghabisi mereka tanpa ampun sedikitpun.

DDOOORRR…

Suasana begitu hening…
Jam telah menunjukkan pukul 10 malam.
Waktu yang tak tepat untuk membuat marah seorang Kei Yamada.

Kelima bocah itu hanya mampu menatap ngeri – sempat memejamkan mata mereka ketika Kei-sama menarik pelatuknya – tak tega menyaksikan itu semua.

Kei-sama murka…
Mengetahui para bawahannya gagal menghabisi nyawa Kouta Yamada – anak kandungnya sendiri – dan membiarkan pemuda itu lolos…
Apalagi kini…
Di depan mukanya telah berdiri sahabat-sahabat dari anaknya – Ryosuke – yang berani-beraninya telah memberi kabar palsu padanya. Ditambah laporan dari anak buahnya yang gagal pula menemukan Ryosuke.

Kei memainkan pistol di tangannya. Dengan tatapan tajam memandangi anak-anak di depannya itu satu per satu.

“Yuri…”

“Yuto…”

“Keito…”

“Ryutaro…”

“Zashi…”

Kei menatap mereka bergiliran – masih dengan tetap memainkan pistol di tangannya.
Sementara di belakang anak-anak itu, ayah mereka hanya mampu memandang tanpa kata – mencoba pasrah – berharap bos mereka itu tak kan memberi hukuman berat pada kelimanya – mengingat keluarga Nakajima, Okamoto, dan Tomomi memang sudah sangat dekat dengan keluarga Yamada – hubungan dekat dari moyang mereka yang merupakan sahabat karib.

===================

Di sebuah rumah yang tersembunyi

Gadis itu hanya diam memandangi dua bersaudara yang beberapa menit lalu baru saja selesai bertengkar. Sebenarnya ia ingin bertanya kenapa dia harus mengikuti mereka bersembunyi di tempat yang tak dikenalnya ini. Tapi mau bagaimana lagi… Ia tak sedikitpun memiliki kesempatan untuk mengeluarkan satu hurufpun dari mulutnya melihat ketegangan di kedua kubu di hadapannya ini.

“Kali ini saja dengarkan aku,” Kouta kembali mencoba memulai pembicaraan dengan adiknya yang sedikitpun tak mau memandangnya itu.
“Sudah kubilang ayah ingin membunuhku. Kau harus tau semuanya kali ini,” pemuda jangkung itu kembali berbicara lantang – berharap Ryosuke akan mau membuka telinganya tuk mendengarkannya.

Tapi sama saja seperti sebelumnya – pemuda itu masih saja menutup telinganya rapat-rapat – tak lagi mau berdebat dengan kakak yang begitu dibencinya itu – ia sudah terlalu lelah.

“Ibu ingin aku menjagamu…”

Ryosuke menolehkan wajahnya…
Memandang wajah kakak kandungnya yang baru saja mengucapkan kalimat itu.

Menyadari adiknya mulai memberinya perhatian, Koutapun segera mengawali ceritanya – memberi tau semua fakta pada Ryosuke – fakta yang selama ini tak banyak orang yang tau.

===================

Flashback
15 tahun yang lalu

“Tou-san… gomenasai…” anak berusia 10 tahun itu menangis tersedu-sedu memegangi kaki ayahnya.

“Tou-san…”

BBUUGGHH…

Bocah itu terlempar dan terguling beberapa kali – kesakitan menerima tendangan dari kaki ayahnya yang beberapa detik lalu dipeganginya.

“Kau benar-benar mengecewakanku, Kou” sang ayah berjalan cepat menuju tubuh anaknya yang masih belum mampu bangkit setelah beberapa kali sempat dihajarnya.

“HENTIKAN!!”

Gadis cantik itu menatap tajam ke mata Kei – seorang wanita yang mungkin tak lagi cocok disebut gadis, mengingat kini kondisinya yang tengah berbadan dua – hamil tua – hamil anak kedua.

Wanita itu dengan lembut membantu si anak tuk bangkit – mengelus lembut sudut badan si anak yang terluka.

“Ciihh…”
Kei geli melihat pemandangan itu…

“Dia ini anak kandungmu. Tidak bisakah kau sedikit lembut padanya?” si wanita menatap sedih ke arah Kei – masih dengan lengannya yang sempurna memeluk erat Kou – putranya – memeluknya agar tak lagi menangis.

Kei berjalan perlahan ke arah wanita yang tak lain adalah istrinya ini. Berjalan dengan langkah yang pasti, dengan tatapan mata yang masih tertuju lurus pada mata si istri – tatapan melecehkan…
Diangkatnya dagu sang istri.
Ia berbisik…
“Dari awal sudah ku bilang, tak kan mudah menjadi istriku…” bisikan yang begitu lirih namun cukup bagi Kou untuk mendengarnya – mendengar dan memandang tak mengerti pada ayah dan ibunya ini.

Kei menarik paksa lengan Yuriko – istrinya – membuat pelukan pada putranya terlepas secara kasar.

Diseretnya sang istri…
Diseret dengan kasarnya hingga masuk ke sebuah ruangan dan menguncinya rapat dari dalam.

Kouta menjerit…
Mengejar keduanya dan sempat menghalangi si ayah untuk membawa paksa ibunya.
Namun sia-sia…

Telapak tangan kecil seorang Kouta Yamada tak kan cukup untuk menghalangi Kei – ayahnya.

Kouta menangis…
Mendengar setiap jerit kesakitan dari si ibu – jerit sakit karena siksaan dari ayahnya.
Puluhan kali didobraknya pintu itu agar mau terbuka – tapi tetap saja si pintu tak mau bergeming.

“Kaa-chan…” tangisan tersedu-sedu itu terus saja mengiringi setiap jerit yang terdengar dari dalam ruangan.

CEEKREEKK…
Pintu terbuka. Menampilkan sosok Kei yang bersimbah keringat. Ia berjalan begitu saja melewati anaknya yang tengah menangis lemas saking lelahnya menangis.

“Kaa-chan…” Koutapun dengan segera memasuki ruang itu dan dengan cepatnya memeluk erat ibunya – tak menghiraukan langkah si ayah yang menjauhinya – meninggalkannya – tanpa adanya rasa bersalah.

Flashback, End

===================

“Ayah tak pernah menyayangiku…” kata itu menjadi akhir dari cerita Kouta pada adiknya – adik yang untuk pertama kalinya mau diajaknya tuk bicara.

Kouta menepuk ringan punggung Ryosuke – mengelus punggungnya perlahan – mencoba menenangkan adik di sampingnya itu yang tengah susah payah menahan tangis.

“Kenapa ayah melakukan itu semua pada ibu?” tangispun akhirnya pecah.
Ryosuke tak lagi mampu menahan perasaannya – perasaan yang begitu menyayangi ibunya itu, jauh di lubuk hatinya – biarpun si ibu tak pernah memberinya kasih sayang…

Kouta memeluk erat Ryosuke…
“Ibu sangat menyayangimu, Ryosuke. Kau tak pernah tau kan kalau dia sangat menyayangimu?” Kouta berbisik lembut. Membuat adik di pelukannya itu semakin menangis menjadi-jadi – derasnya air mata Ryosuke menyiratkan betapa ia sangat merindukan ibunya – ibu yang tlah tiada…

“Apa yang ibu lakukan selama ini hanyalah untuk melindungimu…”

“Dia sangat menyayangimu melebihi yang pernah kau bayangkan…”

===================

TBC ^^v

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers