Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 7)
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe
*********************
Part sebelumnya:
Yuri menggerakkan lengannya tuk merapikan rambut hitam
legamnya yang jadi agak berantakan akibat perkelahian itu…
“Kemampuan seperti itu dah sombong!! Dasar… tak
berharga…,” perkelahianpun selesai…
Yuri, Keito, dan Ryutaro melangkahkan kakinya menuju
tempat di mana mereka meninggalkan Yuto dan Ryosuke beberapa saat lalu…
Deegghh…
Ketiganya tersentak kaget…
Ryosuke sudah tak ada lagi di tempat itu – meninggalkan
Yuto yang sudah tak sadarkan diri…
===================
Part 7
Ia melangkah dengan gontai…
Sesekali tersandung langkahnya sendiri dan terjatuh…
“Kouta…, kenapa kau selalu merebut semua dariku?” ia
menggumam pelan – masih dengan sorot mata tajam khas kepunyaannya ketika tengah
marah.
Wajahnya sangat lusuh – penuh keringat dan bau minuman
keras di sekujur tubuhnya…
Flashback 1,
10 tahun yang lalu…
“Oka-san…”
“Oka-san…”
“Oka-san mana?”
Pria kecil yang tengah sakit itu terus menanyakan
keberadaan ibunya yang selama ini memang jarang dekat dengannya.
“Ryo-chan… ada ayah… tidurlah,” senyuman lembut terukir di
bibir Kei Yamada – dengan lembut ia membelai rambut putranya yang tengah sakit
itu.
“Istirahatlah baik-baik, ayah harus pergi sekarang,”
sebuah kecupan di kening Ryosuke menjadi salam perpisahan di malam itu.
Malam itu hujan begitu lebat
Petir yang satu dua kali menyambar, membuat pria kecil itu
tak mampu memejamkan matanya dengan tenang.
Di rumah yang begitu besar itu, ia merasa sangat kesepian…
“Oka-san…,” ia bangun dari tidurnya – berjalan perlahan
membuka pintu kamar menuju kamar tidur ibu yang sangat ia rindukan kasih
sayangnya itu.
Tangan mungilnya meraih pintu itu dan perlahan membukanya…
DEEGGHH…
Sang ibu tertidur lelap dengan mimik tentramnya. Memeluk
erat putra sulungnya yang juga terbaring dengan begitu nyenyak.
“Oka-san…,” ia hanya mampu bersuara lirih. Namun, suara
lirihnya itu mampu membangunkan sang ibu yang merasa ada yang tengah memanggil.
“Ryo-chan?” sang ibupun mendapati putra bungsunya yang
berdiri di pintu kamarnya.
Kouta ikut terbangun – perlahan mengusap matanya yang
masih ngantuk dan mendapati sosok yang tengah dipandangi ibunya tak lain adalah
adik kandungnya sendiri.
“Ryo sedang sakit… Kenapa ka-san tidak pernah menemani
Ryo?” pria mungil itu memprotes lemas – masih terlihat jelas badannya yang
kurus dan tak bertenaga.
“KELUAR!!” wanita itu membentak keras – melangkahkan
kakinya cepat dan dengan kasar mendorong anaknya itu hingga terlempar ke luar
kamar. Pintupun tertutup dan terkunci…
“Oka-san… oka-san… apa salah Ryo?” pria kecil itu hanya
mampu menangis dan terus memukuli pintu itu berharap sang ibu akan membukakan
pintu untuknya – terus melakukan itu hingga akhirnya ia kehilangan kesadaran…
Hilang kesadaran dengan wajah yang masih penuh linangan
air mata…
===================
“Ibu sakit apa? Biarkan aku masuk!!”
“Ryo-sama, tolong jangan memaksa masuk,” para penjaga itu
tak membiarkan Ryosuke yang saat itu baru berusia 5 tahun untuk masuk ke kamar
ibunya.
“Lepaskan aku! Lepaskan!!” ia terus meronta – menggigit
tangan para penjaga yang menghalanginya itu dan menendang mereka keras-keras
hingga mereka teramat kesakitan.
Segera dibukanya pintu itu
Memandang wajah pucat sang ibu yang terbaring di
ranjangnya – ditemani Kouta yang duduk di samping ranjang itu sambil memegangi
telapak tangan ibunya.
“Oka-san…,” ia telah berdiri di samping ibunya – berdiri
begitu dekat dan tak mampu berbicara apapun lagi memandangi ibunya yang tengah
sakit – ia ingin menangis…
“PLAAKKK…,” sebuah tamparan keras mendarat di pipi anak
itu.
“Pergiii…!! Aku tak mau melihatmu!!” kata-kata keras dari
sang ibu yang benar-benar tidak disangka-sangka oleh si anak membuat si anak
hanya mampu tertegun sambil memegangi pipinya yang terah memerah legam.
Itulah kata-kata terakhir yang didengarnya dari sang ibu
karena hari berikutnya sang ibu sudah tak ada lagi di dunia ini – meninggal
akibat Leukemia yang dideritanya.
Meninggalkannya sendiri tanpa sempat memberikan kasih
sayang seorang ibu padanya…
Flasback 1, End
===================
Pemuda itu menangis…
Mengingat kembali wajah ibunya saat itu – wajah seorang ibu
yang begitu membencinya…
“Apa salahku??”
Perasaan itu muncul lagi,
Perasaan amarah pada Kouta yang dari dulu selalu
mendapatkan kasih sayang ibunya,
Amarah pada Kouta yang hanya bisa menatap dirinya dengan
tatapan yang belum mampu ia artikan hingga detik ini juga…
Seorang kakak yang tak pernah membuatnya merasa hidup
sebagai seorang adik…
Kakak yang tak pernah mengajaknya bercanda dan bermain
bersama…
Kakak yang begitu saja meninggalkannya di rumah besar itu
sendiri sepeninggal ibunya…
Amarah itu telah mencapai ubun-ubunnya ketika mengingat
Kouta selalu merebut wanita yang disayanginya – ibunya dan Mimiko.
===================
Flashback 2,
Beberapa bulan lalu…
“Ryosuke, apa yang sedang kau lihat?” Keito merasa aneh
dengan sahabatnya itu yang sedari tadi diam mematung memandang satu arah…
“Hei, Ryosuke!” pria kekar itu kini menggerak-gerakkan
tangannya di depan muka Ryosuke yang terlihat tak merespon apapun – disusul
dengan gerakan mata yang mengikuti arah penglihatan pemuda di sampingnya itu.
Didapatinya sahabatnya itu tengah memandangi sekelompok
gadis yang dengan riang saling bercanda di depan papan pengumuman penerimaan
siswa baru Heisei Gakuen.
“Kawaii angel…,” hanya kata itu yang terlontar sebagai
tanggapan kata-kata Keito barusan.
Mimiko Azukawa…
Siswa baru yang telah dengan mudahnya merebut hati Ryosuke
yang sebelumnya belum pernah sekalipun menyukai seorang gadis – menyukai gadis
itu karena senyumnya yang begitu mirip dengan senyum ibunya yang dulu pernah
dilihatnya sekali.
Tibalah hari itu,
Hari di mana Ryosuke akhirnya berani menyatakan
perasaannya di hadapan Mimiko – perasaan cinta yang ternyata ditolak oleh gadis
sasarannya yang tanpa ampun mengatakan bahwa ia telah jatuh cinta pada kepala
sekolah yang ia tau masih single – saat itu si gadis sudah mengetahui bahwa
pria di hadapannya itu adalah adik kandung kepala sekolah yang dicintainya
sejak hari pertama mereka bertemu ketika penyambutan siswa baru – biarpun
akhirnya ia sendiri ditolak oleh Kouta karena pemuda itu telah lebih dulu jatuh
cinta dengan Zashiki Tomomi, gadis yang sebenarnya sudah ia kenal jauh sebelum
ia meninggalkan kediaman Yamada karena orangtua Zashi yang bersahabat dekat
dengan ayahnya.
Flashback 2, End
===================
Kepalanya terasa begitu berat…
Ia kembali menegakkan kakinya – berjalan tanpa arah dan
hanya menuruti kaki yang entah akan membawanya kemana.
Ia tengah ingin sendiri…
Tsuraku kanashii toki wa kyou no egao wo….. Omoidashite
aruite ikou mata au hi made
(when you feel exhauted or sad…. walk along recalling
today’s smiles until the day we meet again)
Keitainya berdering – sebuah panggilan dari Yuri
Namun, Ryosuke yang memang sedang ingin sendiri, tak
menghiraukan panggilan itu bahkan keitai itu melayang dengan ringannya
meninggalkan si majikan – dibuang begitu saja…
Ia hanya sedang begitu sedih…
Pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang belum ada
seorangpun yang mampu memberikan jawaban yang memuaskan untuknya.
Kenapa dulu ibunya begitu tak menghiraukannya padahal
dengan Kouta bisa begitu sayang…
Kenapa Mimiko masih saja mengejarnya padahal jelas-jelas
Kouta tak menyukainya…
Kenapa selalu Kouta yang mendapatkan semua…
“AARRGGHH…”
===================
The next day,
Pukul 05.30
Mereka tak tidur semalaman – terus mencari Ryosuke yang hingga detik itu
belum mereka ketahui di mana keberadaannya.
Panggilannya juga tak dijawab,
Mereka khawatir andai terjadi sesuatu dengan sahabatnya itu – apalagi
disaat ia tengah mabuk dan masih belum sembuh dari lukanya.
Yuto kali ini telah sadar sepenuhnya. Untuk sementara dilupakannya rasa
sakit hasil dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan, dan iapun mencari
Ryosuke bersama yang lain…
Keempat pemuda itu belum memberitahukan hilangnya Ryosuke pada ayahnya.
Akan menjadi gawat jika Kei-sama tau akan hal ini – alasan yang membuat mereka
harus berbohong ketika Kei-sama menghubungi mereka dan menanyakan kabar Ryosuke
yang sampai tengah malam belum juga pulang.
Keempatnya menyusuri jalan yang mungkin dilalui Ryosuke. Dengan kondisi
seperti itu, harusnya ia belum mampu berjalan jauh…
“Minna, lihat ini…,” Keito berteriak – membuat ketiga sosok lainnya segera
memberinya perhatian penuh. Pemuda yang dikenal paling kekar di antara lima
sahabat itu menemukan handphone Ryosuke yang tergeletak di pinggiran jalan.
“Semalam ia pasti di sini…”
===================
Matahari mulai meninggi,
Penunjuk waktu telah menunjukkan pukul 06.00 –
mempertunjukkan seorang gadis yang tengah duduk mencuci pakaian-pakaian itu.
Sesekali ia lari ke dapur untuk menengok masakannya – dan detik berikutnya
kembali lagi ke cucian-cuciannya yang menunggu…
Selalu itu yang ia lakukan hingga kedua pekerjaan itu diselesaikannya.
Ia duduk termenung memandangi pemuda yang ia temukan pingsan di depan
rumahnya 2 jam yang lalu – pingsan dengan kondisi yang teramat berantakan.
Sesekali ia mengganti handuk kecil yang digunakannya untuk menurunkan suhu
badan pemuda itu yang begitu tinggi karena berbagai faktor – keluar malam-malam
saat sedang sakit… minum bir hingga mabuk berat… dan pingsan di tengah malam
yang begitu dingin
“Oka-san…,” pemuda itu mengigau…
Jelas terlihat ketidaknyamanan di mimiknya
Si gadis di sebelahnyapun hanya bisa memandang diam – iba – biarpun ia tak
tau apapun tentang pemuda di hadapannya itu.
Yang ia tau hanyalah bahwa pemuda itu adalah teman sekelasnya yang saat
ini tengah membutuhkan bantuan…
“Oka-san…,” ia tersentak dan seketika terbangun dari pembaringannya –
handuk kecil di keningnyapun melorot jatuh mengikuti gerakan yang tiba-tiba
itu.
Butuh sekitar satu menit bagi pemuda itu untuk menyadari bahwa ia tengah
berada di tempat yang amat tak dikenalnya – sebuah ruangan kecil dengan kasur
dan sedikit perabotan
“Ryosuke-kun…, genki desuka?”
Perlahan dua mata hitam beningnya bergerak ke sumber suara di dekatnya
yang baru saja menyebut namanya…
“Ogenki desuka?” gadis itu mengulang lagi pertanyaannya
Pemuda itu hanya bisa menatap diam beberapa saat ke gadis itu dan detik
berikutnya ia kembali membaringkan badannya – berbaring membelakangi gadis itu.
“Tolong biarkan aku di sini tuk sementara… Jangan beritahu temanku,” kata
pemuda itu menyadari bahwa gadis itu adalah teman sekelasnya – bicara masih
dengan badan membelakangi si gadis
“Ano… Demo…,” gadis itu tak tau apa yang seharusnya ia katakan dan ia
lakukan – sempat kebingunan beberapa menit dan akhirnya pasrah mengikuti
permintaan teman satu kelasnya itu.
“Ryosuke-kun, makanlah dulu,” si gadis mengambilkan semangkuk bubur yang
memang khusus dimasaknya untuk pemuda yang terlihat masih menggigil kedinginan
itu.
Tak ada respon…
Membuat gadis itu melirik dan mendapati temannya itu masih membuka matanya
ringan…
“Hm... Ryosuke baka!” sebuah kalimat singkat yang mengalir tanpa
sepenuhnya disengaja itu sukses membuat Ryosuke membalikkan badannya dan
menatap tajam ke mata si gadis – berharap si gadis akan menjelaskan maksud
pernyataannya barusan.
“Ah, ano… gomenasai, hontou ni gomenasai,” si gadis pun hanya mampu
meminta maaf setelah menyadari kata-kata apa yang keluar dari mulutnya beberapa
saat lalu.
Ryosukepun terlihat sedang malas untuk meladeni hal-hal seperti itu
sekarang – iapun kembali membelakangi si gadis…
“Ano… Hm… Ryosuke-kun… apakah kamu seperti ini karena kejadian kemarin?”
si gadis memberanikan diri tuk bertanya – bertanya secara ragu-ragu karena
takut ia akan salah bicara
“Di dunia ini tidak hanya ada satu wanita… Mungkin belum saatnya saja
Ryosuke-kun mendapatkan gadis yang sesuai. Tapi, hari itu pasti akan tiba,”
kalimat-kalimat itu masuk dengan sempurna ketelinga si pemuda – sadar bahwa
kejadian antara dia dan Mimiko kemarin telah didengar seantero sekolah.
“Emii… Eee… Mii-chan…,” sebuah suara terdengar meneriakan panggilan.
DEEGGHH…
Emi, sebagai oknum pemilik rumahpun menyadari, Yuilah yang barusan
memanggilnya.
Dan menurut catatan dalam kamusnya, Yui pasti akan langsung menyerobot
masuk tanpa mengetuk pintu seperti hari-hari sebelumnya yang memang sudah biasa
ia lakukan.
“Gawat!!” Emi kebingungan
“Siapa itu?” si pemuda akhirnya mau bersuara…
“Ah, Ryosuke, gomen na…,”
“Ohayou, Mii-chan,” gadis bernama Yui itu tanpa disadari telah berdiri di
dalam rumahnya yang kecil. Terlihat Ayaka yang baru saja memasuki bangunan yang
sama itu – nyembul dari balik badan Yui yang memang memiliki tinggi 170an cm.
“Ne, Mii-chan tumben belum mandi?” suara lembut Ayaka mengalir mendapati
sahabatnya itu yang terlihat masih berantakan.
“Eh, Mii-chan, tumben kamu masak bubur?” kini giliran Yui yang bertanya
melihat semangkuk bubur di samping badan sahabatnya yang masih dengan nyaman
duduk di kasurnya yang tipis.
“Ah, kamu sakit kah?” Yuipun berinisiatif untuk memegangi dahi sahabatnya
itu yang pagi ini memang terlihat tak bertingkah wajar seperti biasanya.
“Ne, apa itu?” bertubi-tubi Emi dihujami pertanyaan yang membuat
keringatnya mengucur deras – Ayaka mengarahkan jari telunjuknya pada gundukan
di belakang badan Emi yang tertutup selimut putihnya – gundukan yang terlalu
besar untuk dijadikan bantal…
“Ah, ini hanya bantal buatanku sendiri, sangat nyaman dijadikan sandaran
jika ukurannya sebesar ini,” dengan tawa garing gadis itu mencoba
menyembunyikan kebenaran – menggerakkan lengannya dan dengan nyaman
menyandarkan badannya di gundukan itu yang tak lain ada sosok Ryosuke Yamada di
dalamnya.
Dua gadis di hadapannya terlihat masih menyimpan kecurigaan. “Ah,
sepertinya bantal itu berdebu, coba minggir dulu biar aku bersihkan,” Yui
dengan cepat berjalan ke arah Emi – dengan pemukul kasur di tangannya, gadis
itu memukul-mukul gundukan barusan.
PRAAKKK… PROOKK… PRAAKKK… begitulah bunyinya…
20 menit telah berlalu sejak Yui dan Ayaka memasuki rumah sahabatnya itu…
Waktu telah menunjukkan pukul 7.10 dan ketiganyapun segera melangkahkan
kaki menuju sekolah mereka yang cukup jauh.
Gadis berlabel Emi Kawaii itupun hanya mampu memandang iba ke arah
gundukan di kasurnya sebelum akhirnya menutup pintu dan menguncinya seperti
yang biasa ia lakukan.
Pintu tertutup…
Pemuda itu buru-buru membuang selimut itu jauh-jauh - hampir saja kehabisan nafas setelah puluhan
menit harus bersembunyi seperti itu.
Tangannya segera mengelus-elus punggung dan pantatnya yang menjadi korban
hantaman pemukul kasur
Naas benar, pikirnya…
Tak habis pikir kenapa Ryosuke Yamada seperti dirinya, mau-maunya
diperlakukan seperti itu tanpa protes
“Cciihh…”
===================
“Bagaimana ini? Kita tidak mungkin pergi ke sekolah tanpa Ryosuke,” Keito
khawatir – semalaman mencari, belum juga ditemukannya oknum pembuat masalah
itu.
Tapi bukan itu yang mereka khawatirkan…
Mereka lebih khawatir andai hal buruk telah terjadi pada sahabatnya itu
Keempat pemuda itu terlihat kurang rapi, tidak seperti biasa. Wajar saja
karena mereka langsung ke bar begitu bolos dari sekolah kemarin – nongkrong di
bar hingga hampir tengah malam. Tentu hal itu cukup untuk membuat penampilan
mereka sedikit kurang nyaman dipandang. Untungnya mereka memiliki wajah-wajah
yang tampan hingga penampilan berantakan itupun tak mampu mengurangi karisma
mereka.
“Ohayou…,”
Di saat itulah, lewat 3 orang gadis yang mereka kenal sebagai teman
sekelas mereka – menyapa mereka ragu-ragu karena hubungan mereka hanya sebatas
teman sekelas…
“Yui-chan… Chotto matte…,” tangan Yuto bergerak cepat dengan segera
menggenggam erat lengan Yui.
Yui melirik ke arah Ayaka sesaat dan segera melepas paksa pegangan Yuto
barusan.
“Chotto matte,” Yuto kembali dengan sigap memegang lengan Yui yang barusan
terlepas dari genggamannya.
“Britahu aku! Kenapa kau menolak cintaku?” dua telapak tangan Yuto
memegang telapak tangan Yui – menatap gadis di hadapannya itu dalam-dalam.
PLAAKK…
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Yuto – bukan tamparan dari gadis di
depannya, melainkan tamparan dari saudara kandungnya – Yuri…
Keito dan Ryutaro hanya mampu menyaksikannya tanpa berkomentar apapun.
Keduanya tau pasti alasan kenapa Yuri melakukan hal itu…
“Kau selalu saja bodoh seperti biasa, Yuto!” kalimat itu terlontar dingin
dari mulut Yuri sesaat setelah memandang ekspresi gadis di belakang Yui –
Ayaka.
Sementara gadis satunya juga hanya mampu memandang tanpa berkomentar
mengingat pesan oknum pria yang tengah sendirian ada di rumahnya, “Jangan
beritahu temanku…,” itulah pesan dari Ryosuke Yamada yang terus terngiang di
kepala Emi…
===================
TBC ^^v
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^