Hey!Say!JUMP Fanfiction
(Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I
LOVE U (PART 14)
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship,
Action
Rating
: PG-15
*********************
Part sebelumnya:
Seakan mulai memahami kegelisahan Yuri, Keitopun
ikut menghela nafas berat, “Yah, bagaimana lagi… anak itu memang tak pernah
bisa dikontrol oleh siapapun – selalu melakukan apapun sesuka dirinya.”
“Ia pasti keluyuran lagi ya tadi?”
Sebuah pertanyaan yang mengalir ringan dari bibir
Keito seakan terjawab hanya dengan mendengar helaan nafas kesal Yuri.
===================
PART 14
===================
Sebuah tarikan nafas penuh kenyamanan terealisasi
dari sosok Hikaru Mizuno. “School life… Rasanya sudah lama sekali tak merasakan
sensasi ini.”
Ketiga gadis di samping pemuda itupun hanya bisa
tersenyum senang – juga merasakan hal yang sama.
Yui, Ayaka, dan Emi…
Yah, setidaknya mereka layak untuk mendapatkan
ketenangan setelah akhir-akhir ini hidup mereka penuh cobaan.
Ketiganya mencoba untuk tak lagi mengingat pemuda-pemuda
yang kenyataannya memang sering membuat mereka mendapat tekanan batin. Untuk
beberapa hari saja… Mereka ingin kembali hidup normal biarpun faktanya hal itu
tak akan mudah bagi mereka yang sudah terlanjur benar-benar menaruh hati.
Khawatir…
Pastinya perasaan itu selalu ada…
===================
===================
Keempat anak SMA itu kini telah berpisah – masuk
ke kelas mereka masing-masing.
Suasana sekolah seakan tak berubah sedikitpun
setelah kejadian pembajakan terakhir.
Dengan kepemimpinan Kouta Yamada-sensei, para wali
dari siswa merasa cukup aman mempercayakan anak-anak mereka untuk tetap
bersekolah di sekolah swasta yang memang tersohor ini.
“Kira-kira mereka sedang apa, ya?” tanpa sadar,
Emi menanyakan pertanyaan yang harusnya merupakan pantangan bagi mereka saat
ini untuk membicarakan pemuda-pemuda itu – mengingat bahwa mereka sedang tengah
mencoba kembali hidup normal.
“Eh…”
Yui dan Ayaka yang duduk di depan Emipun segera
membalikan badan menatap sahabat mereka yang satu itu.
“Ah, gomenasai…”
Buru-buru Emi mengambil buku di tasnya dan segera
menempatkan buku itu di depan wajahnya – jaga-jaga andai harus kena semprot Yui
dan Ayaka.
Baru saja semprotan itu hampir terealisasi, tapi
tiba-tiba kejadian itu teralihkan oleh suara-suara teman sekelas mereka.
“Eh, Yuri-kun… Kenapa kakimu?” tanya seorang siswa
yang segera berdiri dari kursinya sesaat setelah pemuda-pemuda maha terkenal di
sekolah itu memasuki kelas.
Ryosuke, Yuri, Yuto, Keito, dan Ryutaro…
Mereka kembali…
Tak seorangpun yang tau kemana mereka selama ini…
Tak ada pula yang tau hal-hal yang telah terjadi
pada mereka…
Termasuk kejadian di kediaman Yamada – berita itu
tak sedikitpun menyebar…
“Hah?!” trio AYE – Ayaka, Yui, Emi – pun hanya
bisa melongo setelah tau siapa yang barusan masuk ke kelas.
Yuri memberikan senyum kelincinya pada teman-teman
sekelas yang menyambut mereka. Rasanya ada perubahan setelah kepergian mereka
selama ini – teman-teman sekelas mereka terasa lebih friendly – tak lagi takut
untuk berurusan dengan mereka atau hanya sekedar menyapa.
“Saat kalian tak ada, kepala sekolah juga ikut tak
ada… Ternyata beda sekali saat tidak ada kalian,” seorang siswa menyampaikan
pengakuan dengan sedikit isakan haru.
Yang lainpun hanya mengangguk…
Sementara Yuri dan kawan-kawan, mereka tak
menyangka sedikitpun ada perasaan seperti itu di hati teman-teman sekelas
mereka. Padahal, selama ini mereka tak pernah sedikitpun peduli dengan
kehidupan sekolah…
“Kalian adalah ikon sekolah ini, jadi jangan pergi
lagi…” pinta anak-anak di kelas itu sambil menitihkan air mata.
Trio AYEpun hanya bisa membatin ria… “kayaknya ini
terlalu lebay dah…” batin mereka…
“Ehem… Jangan kira kalian bisa mengambil hati kami
hanya dengan kata-kata semacam itu…”
Nada dingin itu tiba-tiba terdengar lagi setelah
entah berapa lama menghilang tak berbekas. Seakan paham situasi yang mungkin
akan terjadi setelah ini, semuapun segera berbaris rapi kembali ke tempat duduk
mereka masing-masing.
“Ah, Ryosuke… Haruskah bersikap sedingin itu
setelah mendengar kata-kata yang menyentuh hati dari teman-teman tadi?” Yuto
protes manja – tingkah laku asli dari pemuda jangkung itu yang sempat hilang
beberapa hari ini.
“Mulai hari ini aku akan sekelas dengan kalian,”
Keito merangkul Yuto dan Ryutaro sambil mengajak mereka tuk sedera duduk –
sedikit melirik Ryosuke dan Yuri sebelum mengatakan kata-kata barusan – jelas
tau pasti bahwa dua sahabatnya itu meringis dalam hati minta segera duduk…
Memang benar…
Keito yang paling dewasa di antara mereka. Dan
kadang… Sikap dewasanya itu sangat dibutuhkan ketika keempat sahabatnya mulai
kambuh kekanakannya.
“Apakah mereka baik-baik saja?” Ayaka berbisik
lirih ke telinga Yui yang duduk di sampingnya.
Yuipun segera membalas dengan bisikan yang tak
kalah lirih. “Mereka hebat ya… Bisa bersikap seolah tak terjadi apa-apa.”
Sementara di belakang mereka, Emi nampak gelisah…
Memandangi setiap langkah pemuda itu hingga sosok
yang dipandanginya telah dengan nyaman duduk di kursinya.
Secara kasat mata…
Tak ada sedikitpun yang berubah.
“Aku boleh duduk di sini?”
Sebuah suara mengagetkan Emi. Dengan canggung,
gadis itupun segera menganggukan kepalanya kaku – masih terkejut dengan
kehadiran pemuda itu di sampingnya.
Keitopun melayangkan senyum mendengar kesediaan
gadis itu untuk membiarkannya menempati kursi di samping si gadis yang saat itu
memang masih kosong.
“Bersikaplah wajar seperti saat sebelum kita
kenal…”
Suara lirih Keito yang mungkin memang hanya bisa
didengar Emi yang duduk di sampingnya saat itu. Kata-kata yang terlontar dari
si pemuda yang masih memandang lurus ke depan seolah tak sedang bicara dengan
siapapun.
Emi yang masih belum memahami maksud pemuda itu
mengatakan hal barusan, hanya bisa tetap diam, takut andai ia bakal salah
bicara jika memutuskan untuk bertanya.
“Ohayou…”
Sensei akhirnya memasuki ruangan…
Pelajaran hari itupun dimulai…
Trio AYE sedari tadi tak merasa tenang dengan
situasi canggung ini. Bingung melirik-lirik kecil ke arah pemuda-pemuda itu
yang bisa bersikap biasa saja.
Padahal…
Kaki Yuri masih jauh dari kata pulih…
Sementara Ryosuke… jelas kondisinya lebih ekstrim
dari kelihatannya.
Tapi…
Pemuda-pemuda itu tetap saja bersikap seperti tak
terjadi apapun…
Benar-benar teramat mengganggu pikiran trio AYE
hingga tak mampu sedikitpun berkosentrasi dengan pelajaran.
===================
===================
Bel istirahat telah berbunyi…
Seperti biasanya, pemuda-pemuda paling terkenal di
sekolah itupun telah lenyap dengan begitu cepatnya dari kelas sesaat setelah
bel berbunyi.
Sebuah kebiasaan…
Makan siang di atap sekolah…
“Huft, berat juga menaiki tangga sekolah dengan
kaki terluka seperti ini,” Yuri menghela pasrah…
Mereka bukan orang pertama di atap itu kali ini…
Sudah ada Zashi dan Yuya yang entah sejak kapan
mampu datang mendahului mereka untuk berduaan di tempat favorit mereka itu.
Sementara di pojok yang hampir tak terlihat, ada
Kouta-sensei di sana – berdiri diam melipat kedua lengannya di depan dada,
memandangi kemesraan dua muridnya itu.
Ia masih belum bisa melepas Zashi sepenuhnya.
Tapi… Apa yang harus dilakukannya?!
Memaksa mendapatkan cinta dari orang yang tidak
mencintai kita, itu bukanlah tindakan jantan dari seorang pria.
“Ah, Ryo-chan… Kau sudah datang… Ayo duduk sini!”
Zashi buru-buru bangun dari pangkuan Yuya dan segera membuka bekal makanannya.
“Oe, oe, oe, aku ini adik kandungmu…” Ryutaro
protes…
Keceriaan yang sudah terasa begitu lama tak mereka
rasakan.
“Yuto…”
Tiba-tiba terdengar suara gadis yang meneriakkan
nama Yuto dari arah pintu masuk atap.
“Ayaka…” pemuda yang dipanggilpun hanya bisa
bergumam tak mengerti kenapa tumben gadis itu bisa meneriakan namanya dengan
begitu lantang dan tanpa beban.
TAP TAP TAP…
Kaki-kaki itu melangkah dengan begitu pasti.
Kini Ayaka sudah berdiri tepat di hadapan Yuto –
ada Yui dan Emi dibelakangnya.
“Mulai sekarang, aku tak akan mengejar-ngejarmu
lagi…,” dengan mantap si gadis bicara tepat di hadapan tubuh pemuda jangkung
itu.
Dengan cepat tubuh mungil gadis itu berganti arah
pandangan…
“Yuri-kun… Maukah kau jadi malaikat penjagaku yang
akan selalu menemaniku?”
“Eh?!”
Semua mulut terbuka tak mengerti maksud si gadis…
Terutama Yuri…
Pemuda yang tak kalah mungilnya itu juga syok
mendengar kata-kata gadis itu barusan.
“Itu artinya ia ingin jadi pacarmu…” Ryutaro
segera membisikkan kata-kata itu di telinga Yuri setelah menyadari wajah tak
mengerti dari sahabatnya itu.
“Kenapa begitu tiba-tiba…”
Yuri berbicara terbata-bata – sementara Yutopun
masih mangap memandangi adegan itu.
“Dan Keito, apakah kau mau jadi pacarku?!”
DUOORR…
Otak Yuto seakan meledak saking tak mengertinya
dengan adegan-adegan di hadapannya itu.
“Apa ini…”
Yuto masih terperangah…
Ayaka baru saja menyatakan kesediaannya menerima
cinta Yuri yang sebenarnya perlahan perasaan Yuri telah tersampaikan pada gadis
itu.
Dan tadi…
Setelah itu…
Yui menembak Keito?!!
Otak Yuto bagaikan tali-tali yang tengah
menggumpal membentuk sebuah bentuk yang tak beraturan.
Ia semakin tak mengerti…
“Yuto-kun, maaf, kami lebih memilih persahabatan
kami…” Yui dan Ayaka berdiri tepat di hadapan Yuto sambil tersenyum. Sementara
yang diajak bicara masih saja melongo belum mampu mencerna maksud semua ini…
“Eh, Ayaka…”
Mata Yuri berkaca-kaca…
Terharu atas kata-kata gadis itu tadi – biarpun
pemuda itu cukup pandai untuk menyadari bahwa si gadis belum sepenuhnya
menerimanya, tapi sedang belajar untuk menerimanya.
“Sepertinya otak Yuto memang sedang tidak bisa
digunakan kali ini,” bisik Ryutaro pada calon kakak iparnya itu – Yuya. Dan
Yuyapun segera membalas, “maklumlah… bukannya itu malah sifat aslinya?”
PLAAKK… PLAAKK…
Dua pukulan mendarat di kepala Ryu dan Yuya.
“Aku mendengarnya…,” kata Yuto pada kedua manusia
itu dengan pandangan ingin berkelahi.
“Bisa kita lanjutkan acara makan siangnya?”
Suara dari seorang Yamada Ryosuke, sudah lebih
dari cukup untuk membuat orang-orang di sekitarnya itu kembali merilekskan
pikiran sejenak.
Tanpa disangka-sangka,
Gadis itu dengan begitu berani mendekat dan duduk
di samping Ryosuke.
“Ryosuke-kun… Apakah kau sudah baik-baik saja?!”
Baru saja Ryosuke ingin memberikan tatapan
mautnya, tapi niatannya itu tak jadi terealisasi melihat wajah tulus gadis itu
yang nampak masih begitu khawatir.
Pemuda itupun kembali memalingkan wajahnya – tak
tega melihat tatapan mata gadis itu lebih lama lagi.
“Aku baik-baik saja, tak perlu khawatir…”
Semua pasang mata hanya mampu memandang tanpa
komentar…
Kecuali satu orang itu…
Biarpun komentarnya sedikit tak berkaitan dengan
adegan yang baru saja menghias layar kasat mata itu.
“Ryosuke… harusnya kau bilang dulu kalau kau sudah
memutuskan masuk sekolah lagi,”
Kouta Yamada ingin marah pada adiknya itu tapi
ditahannya – marah karena si adik yang selalu bertindak sesuka hatinya tanpa
memperhatikan perasaan orang-orang di sekitarnya – termasuk perasaan kakaknya
ini.
Kouta telah terduduk di samping adiknya – Ryosuke.
Jemarinya yang langsing nan panjang mulai menelusuri wajah orang di sampingnya
itu.
Entah sampai kapan ia harus terus mengkhawatirkan
adiknya itu…
“Nii-chan, daijoubu…” dengan sedikit kasar,
Ryosuke menampik kedua telapak tangan kakaknya itu dan menjauhkannya agar tak
lagi memegangi sembari menatapi wajahnya.
Kouta mengalah…
Menghela nafas cukup dalam, mencoba menerima semua
sikap Ryosuke yang memang rasa-rasanya tak kan bisa berubah sampai kapanpun.
“Ih, dasar kamu…”
Sebuah kata-kata mengalir gemes…
Setiap orang di atap itupun langsung melongo tak
percaya dengan pemandangan yang teramat langka itu.
“Ahh… ahh… ittai… ittai…”
Ryosuke meringis memegangi lengan kecil yang
tengah menarik paksa telinganya.
“Sugee na…”
Yuri, Yuto, Keito, dan Ryutaropun hanya bisa
terpana menyaksikannya.
“Dia itu kakakmu… Setidaknya kau bisa lebih sopan
sedikit padanya!!” Emi semakin menarik keras telinga pemuda itu – tak
mempedulikan ringisan dan teriakan sakit dari si empunya kuping.
“Ish… Gadis ini…” gerutu Ryosuke begitu telinganya
telah bebas dari jeweran Emi.
Sementara yang lain,
Mereka masih saja saling bisik – takjub…
“Tumben dia tak murka diperlakukan seperti itu?!”
bisik Ryu pada Keito – masih tetap memandangi wajah sahabatnya itu yang belum
lepas dari mengelus telinganya yang telah memerah padam.
“Jadi, Keito-kun, apakah aku diterima?”
“Yuri-kun, apa jawabanmu?”
“Jadi Ryosuke, kau janji tak kan galak lagi pada
Kouta-sensei?!”
Ada apa ini…
Semuapun hanya mampu melongo melihat tingkah trio
AYE yang jauh dari kata normal kali ini – tak seperti diri mereka yang biasa.
“Berkat kejadian akhir-akhir ini dengan kalian,
kini kami tak kan ragu-ragu lagi dalam melangkah,” Yui tersenyum mantap –
didukung dengan senyuman Ayaka dan Emi yang tak kalah imutnya.
“Cotto matte…”
Yuto mencoba meyakinkan sekali lagi tentang apa
yang sebenarnya terjadi…
“Yui-chan… Kau benar-benar memutuskan untuk
berpacaran dengan Keito?”
Yuto bertanya…
Berharap ia akan mendengar jawaban yang memang
ingin didengarnya. Jawaban “tidak” tentunya.
“Yups… Aku rasa aku mulai menyukai Keito-kun saat
ia meminjamiku sapu tangannya… ia benar-benar gagah saat itu…” gadis itupun
kembali melayang dalam angan-angannya sembari mengingat kejadian yang dimaksud.
“Hah??”
Yuto mangap…
“Jatuh cinta hanya karena sapu tangan??”
Ryutaro, Zashi, Yuya, dan Yuripun ngakak
dibuatnya…
“Hahahah…”
Yuri bisa tertawa lepas kali ini – sungguh kangen
dengan tampang bloon saudaranya itu yang memang sempat tak menghiasi wajah Yuto
beberapa hari terakhir ini.
“Yuri-kun…”
Tangan Ayaka dengan lembut menggenggam tangan Yuri
– membuat pemuda itu segera menghentikan tawanya dan kembali berwajah serius.
“Aishiteru…”
Pemuda itu yang mengawalinya – membuat Ayaka
terperanjat sekaligus terharu. Keduanyapun langsung berpelukan seketika. Begitu
juga dengan Keito yang sudah mulai main mata dengan Yui, menyisakan Yuto yang
terduduk lemas karena kabel otaknya tengah konslet.
“Apa-apaan ini…” Yutopun hanya mampu bergumam
lirih – masih belum mampu mencerna semuanya…
“Makanya jangan memaksakan perasaan cintamu pada
orang yang tak mencintaimu hingga membuatmu buta dengan orang lain yang
jelas-jelas mencintaimu,” komentar tak bertanggungjawab dari sosok Ryosuke,
semakin menenggelamkan perasaan pemuda itu.
CUUPP…
Sebuah kecupan terjadi…
Sekali lagi,
Semua terperangah,
Kecuali Yuto yang memang masih melamunkan nasib
cintanya yang berakhir tragis.
“Kenekadan ini kami pelajari dari kalian…” sebuah
senyuman terealisasi dari bibir gadis itu yang masih basah setelah mengecup
tiba-tiba bibir merah Ryosuke. Sementara si korban kecup, ikut terpana dan
membatu beberapa saat mendapat serangan yang begitu tak terduga itu.
“Gadis-gadis ini memang gila…” batin Ryosuke masih
tak percaya sekaligus kagum.
===================
===================
“Kouta-kun…”
Gadis yang baru saja datang ke atap itu terlihat
berlari terburu-buru.
“Ternyata benar kau sudah kembali ke sekolah hari
ini. Dari tadi aku mencarimu…” dengan terengah-engah, gadis itu berbicara
dengan wajah yang berbinar-binar – senang setelah kembali bisa melihat wajah
orang yang sedari dulu ditaksirnya itu…
“Azukawa-san…”
Kouta benar-benar tak menduga gadis itu akan
menemuinya di tempat itu. Sejenak pemuda itu melirik Ryosuke – takut andai
pemandangan ini akan membuat adiknya itu kembali tak terkendali lagi seperti
kejadian yang sama lebih dari seminggu yang lalu.
“Mimi-chan…”
Ryosuke segera memberikan pandangannya pada gadis
yang baru saja datang itu – hanya memandang gadis itu seorang.
Dari dalam lubuk hati terdalamnya, ia benar-benar
rindu gadis itu – gadis yang jelas masih dicintainya sampai detik ini.
Kouta menyadari perubahan raut wajah adiknya…
Sementara Emi…
Rasa percaya diri yang sedari tadi dibanggakannya
kini lenyap seketika melihat mimik wajah pemuda itu yang langsung berubah
setelah melihat Mimiko – siswi kelas satu seperti dirinya, namun beda kelas.
“Selama ini sensei kemana?”
Mimiko bertanya manja sambil menarik-narik kemeja
kepala sekolahnya itu. Sedikitpun ia tak menyadari ada pemuda lain yang
memandanginya sepenuh hati seakan ingin segera memeluknya karena rasa rindu
yang semakin meluap.
“Ah, Azukawa-san… Sebaiknya kita ngobrol di tempat
lain…”
Tak ingin membuat perasaan adiknya semakin
terluka, Kouta segera menggandeng gadis ke arah pintu keluar atap gedung
sekolah, hingga akhirnya sosok keduanyapun telah lenyap dari pandangan.
“Makanya jangan memaksakan perasaan cintamu pada
orang yang tak mencintaimu hingga membuatmu buta dengan orang lain yang
jelas-jelas mencintaimu…”
Seakan ingin membalas…
Yuto mengembalikan kata-kata barusan pada
sahabatnya itu dengan suara yang pastinya cukup bagi Ryosuke untuk
mendengarnya.
Tak seperti biasa…
Ryosuke menerima dengan begitu saja kata-kata Yuto
barusan. Atau lebih tepatnya, ia tak menghiraukannya.
“Sejak kapan saudaramu itu sudah sadar dari
perasaan hancurnya itu?” giliran Yuya yang berbisik ringan ke telinga Yuri.
“Dalam keadaan biasa, pastinya Ryosuke akan
membantai Yuto tanpa belas kasihan,” Yuri membalas bisikan kakak tingkatnya itu
sambil menghela nafas pendek, bersyukur Yuto tak diapa-apakan oleh Ryosuke yang
bagaimanapun masih mewarisi darah Kei Yamada, sekaligus mewarisi beberapa sifat
buruknya.
Sementara pemuda yang sedang dibicarakan,
Ryosuke…
Masih berusaha meyakinkan hatinya untuk tak lagi
menyalahkan kakaknya kali ini…
“Percayalah… Jika ia jodohmu, maka ia kelak pasti
akan menjadi milikmu…” Emi berusaha menghibur Ryosuke, dan pemuda itupun seakan
terpanggil untuk menatap wajah gadis di hadapannya itu yang terlihat menahan
tangis.
Ryosuke memahami perasaan Emi padanya, tapi…
Apa mau dikata, hatinya masih milik Mimi-chan –
begitulah panggilannya selama ini pada Mimiko Azukawa.
“Kuatkan hatimu ya…” sekali lagi Emi bersuara…
Memegang ringan wajah Ryosuke dan menatap matanya
– dalam…
Ryosukepun tak bisa menolak sedikitpun bentuk
perhatian gadis itu padanya.
Entah kenapa…
===================
===================
“Kalian… Awas…”
Sebuah teriakan dari arah pintu tiba-tiba menusuk
telinga Ryosuke dan yang lain.
“Sora…”
Semua membatin diam melihat gadis yang datang
begitu buru-buru dengan wajah tegangnya.
“Awas…”
Sekali lagi ia berteriak…
Segera diraihnya tubuh Yuto dan mendekapnya kuat…
DOORRR DOORRR DOORRR DOORRR…
Sebuah rentetan tembakan terdengar membahana di
atap sekolah itu…
Kepanikan luar biasa menyelimuti kesebelas anak di
atap tadi…
Ryosuke, Yuri, Yuto, Keito, Ryutaro, Yuya, Zashi,
Ayaka, Yui, Emi, dan Sora…
Semuanya tengah mencoba berlindung dan saling
melindungi.
Yuri terus menggenggam erat telapak tangan Ayaka…
Begitu juga dengan Keito – Yui, Yuya – Zashi, Sora
– Yuto, dan Ryosuke – Emi.
Rentetan tembakan itu masih terus menggema…
Lantai itu mulai ternodai dengan bercak darah…
Entah siapa yang terluka kali ini…
Semua masih terus mempertahankan nyawa mereka
hingga tembakan itupun akhirnya terhenti – menyisakan satu sosok di ujung
gedung lain yang tersenyum senang sambil menjinjik senjatanya – melangkah
pergi…
“Aarrgghh…”
Lagi-lagi pemuda itu merintih sakit…
Tapi kali ini jelas bukan karena tembakan
mengingat tak ada sedikitpun darah di kemejanya.
“Ryosuke, daijoubu?!” Emi terlihat panik – tak
menyadari genggaman erat Ryosuke yang sedari tadi menggenggamnya – mencoba
melindungi gadis itu dari tembakan-tembakan tadi.
Zashi buru-buru memberikan obat pada pemuda yang
sudah dianggapnya seperti adik kandungnya itu.
Obat pengganti suntikan yang selama ini diberikan
pada Ryosuke saat rasa nyerinya itu kambuh.
“Daijoubu… daijoubu… Semua akan baik-baik saja,”
Zashi dan yang lain terus berusaha menenangkan pemuda itu agar rasa sakitnya
tak berkepanjangan. Dan pada akhirnya… pemuda itupun bisa tertidur nyaman…
Efek dari obat barusan…
“Hm, Emi… Punggungmu…”
Ayaka berbicara lirih – membuat yang lain
mengikuti arah yang dilihat oleh gadis bernama Ayaka itu.
Sementara Emi,
Iapun masih tak memahami kenapa yang lain
memandangnya seperti itu…
Tapi begitu disadarinya…
Ternyata ia telah tertembak…
Darah itu masih terus mengalir dari lukanya.
“Ryosuke…”
Gadis itupun hanya mampu menangis…
Menyadari perasaan dingin yang mulai menjalari
tubuhnya.
And finally…
Totally blackout…
===================
TO BE CONTINUED
===================
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^