Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)
AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 8)
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe
Warning : Bagi yang sedang berpuasa… jangan sampai mengurangi
pahala puasa kalian dengan membayangkan yang tidak-tidak saat membaca fanfic
ini ^^
*********************
Part sebelumnya:
PLAAKK…
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Yuto – bukan tamparan dari gadis di
depannya, melainkan tamparan dari saudara kandungnya – Yuri…
Keito dan Ryutaro hanya mampu menyaksikannya tanpa berkomentar apapun.
Keduanya tau pasti alasan kenapa Yuri melakukan hal itu…
“Kau selalu saja bodoh seperti biasa, Yuto!” kalimat itu terlontar dingin
dari mulut Yuri sesaat setelah memandang ekspresi gadis di belakang Yui –
Ayaka.
Sementara gadis satunya juga hanya mampu memandang tanpa berkomentar
mengingat pesan oknum pria yang tengah sendirian ada di rumahnya, “Jangan
beritahu temanku…,” itulah pesan dari Ryosuke Yamada yang terus terngiang di
kepala Emi…
===================
Part 8
Heisei Gakuen…
Ayaka terus termenung mengingat kejadian tadi pagi. Gadis itu hanya mampu
sesekali memandangi kursi Yuto yang kali ini tengah kosong – kosong karena si
empunya tempat duduk yang lagi-lagi membolos tak mengikuti pelajaran – atau
lebih tepatnya, membolos tidak masuk sekolah kali ini.
Yui hanya mampu menatap penuh penyesalan ke arah Ayaka. Ia tak tau lagi
apa yang mesti dilakukannya agar Yuto melepaskannya.
Haruskah ia beritahu pemuda jangkung itu bahwa sahabatnya sendiri – Ayaka
– sangat mencintainya?!
Kedua gadis itu tak sedikitpun memperhatikan sensei yang tengah memberikan
pelajaran. Begitu juga dengan gadis satunya yang terus saja memikirkan sosok
pemuda yang ia tinggalkan sendirian di rumahnya dalam kondisi sakit.
Sesekali ketiganya memandangi kursi-kursi yang ditinggal pemiliknya itu…
TOKK… TOKK… TOKK…
Pintu kelas diketuk oleh seseorang dari luar. Senseipun segera
mempersilakan oknum pengetuk pintu untuk masuk.
Sosok Yuya Takaki memasuki ruangan dan segera menghadap sensei dengan
menyerahkan sebuah amplop entah apa isinya – segera setelah itu, pemuda yang
juga cukup terkenal di sekolah itupun segera meninggalkan kelas itu dan kembali
ke kelasnya.
===================
“Yuto… kau benar-benar tak tau kenapa gadis itu menolakmu?” Ryutaro
akhirnya bersuara melihat Yuri sudah sangat acuh dengan ketololan saudaranya
yang tak pernah peka situasi itu.
“Maksudmu?!” Yuto yang dari tadi masih cukup marah karena ulah Yuri yang
seenak hatinya memaksanya pergi, kini mau bersuara juga mendengar kata-kata
Ryutaro yang cukup menarik perhatiannya.
“Ayaka… Gadis itu sangat menyukaimu. Apa kau tak menyadarinya?” Ryutaropun
tanpa basa-basi langsung memberikan jawaban pasti pada Yuto.
Pemuda paling tinggi di antara mereka itupun sebenarnya cukup terheran
dengan pernyataan Ryutaro barusan, namun wajah herannya segera dihilangkannya
dan dengan entengnya bicara, “Hak dia menyukaiku. Tapi aku tak sedikitpun
menyukainya.”
“PLAAKK…”
Tamparan keras lagi-lagi diterima Yuto sesaat setelah kata-kata itu
meluncur keluar dari mulutnya – tamparan dari Yuri yang terlihat benar-benar
sekuat tenaga menahan emosi…
“Jaga mulutmu itu, Yuto!!”
===================
Keito dan Ryutaro berjalan berdua beriringan – kembali mencari sahabat
mereka yang kali ini dengan bodohnya sukses membuat mereka khawatir akut.
Keduanya menyerah melihat kelakukan Yuri dan Yuto kali ini yang sama-sama
mempertahankan pendiriannya – hal yang luar biasa, melihat Yuto untuk pertama
kalinya berani menentang Yuri…
Keito dan Ryutaropun hanya mampu membiarkan keduanya saling berkelahi tadi
– tanpa diberitahupun mereka tau kalau Yuri menyimpan sebuah perasaan khusus
pada Ayaka – Yuto saja yang memang terlalu bodoh untuk menyadari hal itu.
“Kau tau kira-kira tempat mana saja yang mungkin didatanginya?” masih
dengan tetap berjalan beriringan, Keito memulai pembicaraan di antara keduanya.
Ryutaropun segera meresponnya dengan jawaban yang cukup jelas, “Selama
menjadi sahabatnya, dengan perasaan seperti itu, kita tau kalau ia pasti akan
lebih memilih tuk menyendiri,”
“Kau benar,” Keito mendukung argumen Ryutaro – mengingat ini bukan pertama
kalinya Ryosuke meninggalkan mereka setelah sempat beberapa kali hal yang sama
terjadi sebelumnya. Dan semoga saja memang itu yang terjadi – asal ia tak
kenapa-napa.
Keduanya mengingat kejadian sebelumnya saat tahun ajaran baru ketika
pernyataan cinta Ryosuke ditolak Mimiko dan ia menghilang begitu saja – yang
ternyata menyendiri di rumah salah seorang teman sekelas yang ia ancam untuk
tak memberitahu keberadaannya pada mereka.
“Kira-kira siapa lagi yang ia ancam kali ini?” tiba-tiba Keito bersuara.
Ryutaropun paham benar maksud Keito karena ia juga tengah memikirkan hal yang
sama.
===================
“Tadaima…,” jarang-jarang Emi mengucapkan kata itu karena ia memang
tinggal sendirian di rumah itu – mengucapkannya karena menyadari kali ini ada
orang lain di rumahnya.
Tak ada jawaban…
Gadis itupun sesekali menoleh ke kanan kiri mencari keberadaan si pemuda –
sambil melepaskan kedua sepatunya dan meletakkannya di rak kecil yang tertata
rapi di samping pintu.
“Kamar mandimu kecil ya…” pemuda yang dari tadi dicarinyapun tiba-tiba
muncul dari balik pintu kamar mandi hanya dengan sehelai handuk yang menutupi
anunya. Sementara gadis yang diajak bicarapun dengan cepatnya segera
membelakangi si pemuda – menyembunyikan mukanya yang seketika merah padam
melihat Ryosuke yang dengan entengnya mempertontonkan badannya yang tengah
tanpa busana.
“Apa yang kau lakukan? Pakai bajumu!!” dengan terbata-bata Emi berteriak
pada Ryosuke yang masih dibelakanginya itu.
“Heh, tadi pagi baju siapa yang kau kenakan padaku?” pertanyaan yang
tiba-tiba dari si pemuda membuat Emi dag dig dug luar biasa – bagaimana tidak…
ia tak mungkin memberitahu pemuda itu kalau tadi pagi dialah yang melepaskan
baju Ryosuke yang sudah sangat tak sedap baunya…
“Kenapa diam? Biasa saja kali… Aku tau kok tadi pagi kau yang menelanjangiku?”
“Heh, jaga mulutmu… tadi itu aku hanya kasian kau mengenakan baju bau
seperti itu, jadinya aku lepaskan untuk kucuci… toh, aku melakukannya dengan
menutup mataku kok. Dan apa itu tadi heh… menelanjangimu?!” Emi yang sudah
ketahuan sebelum berusaha menyembunyikan fakta, tidak ada pilihan lain selain
marah-marah sebelum dia duluan yang dimarahi.
“Bajumu ada di jemuran belakang rumah. Ambil saja sendiri. Pasti sudah
kering…” Emi segera berjalan melewati badan si pemuda dengan sedikit melirik tubuhnya
yang begitu halus dan wangi sehabis mandi.
“Kami-sama… kenapa kau lakukan ini padaku?” batin Emi yang lama-lama tak
mampu menahan perasaannya di dekat pemuda setampan Ryosuke…
Sementara Ryosuke yang tadi sempat kena semprot kata-kata Emi, hanya mampu
terkagum-kagum – kagum karena ada gadis yang berani memakinya seperti itu, “Apa
ia lupa ya siapa aku?” hanya kata itu yang melintas beberapa kali di benaknya
sebelum akhirnya segera meraih pakaiannya yang sudah tercuci bersih dan wangi
di jemuran belakang rumah.
===================
Keduanya terduduk lemas…
Sama-sama mengatur nafas yang tengah menderu keras akibat perkelahian
serius yang baru selesai semenit lalu.
“Baka,” sekali lagi Yuri menggumam pelan – gumaman sama yang sudah ratusan
kali ia lontarkan pada saudara seayah beda ibu kepunyaannya yang memang
memiliki sifat yang begitu berbeda dengannya.
“Tentang cintaku yang bertepuk sebelah tangan, itu bukan urusanmu,” Yuto
membalas lemas…
Detik berikutnya pemuda itu tak lagi mampu mempertahankan keseimbangannya
dan jatuh begitu saja tak sadarkan diri ditemani puluhan luka lebam di sekujur
tubuhnya.
“Baka”
Yuri bersuara sekali lagi. Dan tak beda dengan Yuto, iapun segera
memejamkan matanya berat – terbaring pingsan di pinggiran jalan – sama halnya
dengan Yuto yang terbaring tak begitu jauh darinya.
“Ne, Yuto-kun? Yuri-kun?” dua gadis yang baru saja melewati gang itu hanya
mampu memandang terkejut melihat dua pemuda yang begitu mereka kenal, terbaring
tak sadarkan diri, dipenuhi luka lebam seperti habis berkelahi…
===================
“Kau punya perban?” si pemuda bertanya lirih pada gadis yang baru saja berniat
berjalan ke dapur untuk memasak menu makan malam hari ini.
“Ne, untuk apa?!” karena merasa sedikit khawatir, si gadispun buru-buru
berjalan ke arah pemuda yang ternyata didapatinya tengah menahan sakit
memandangi lukanya yang terbuka.
Menyadari gadis tadi sudah berada di sampingnya, si pemudapun buru-buru
menutupi lukanya…
“Ryosuke-kun… Sini aku lihat,” dengan sedikit memaksa, Emi segera
menyerobot dan membuka helai kain yang sedetik lalu digunakan Ryosuke untuk
menutupi lukanya – tak menghiraukan kata-kata penolakan dari Ryosuke, Emi terus
saja maju untuk melihat separah apa luka itu sekarang sehingga ia tau apa yang
harus dilakukannya.
“Ah… Hentikan! Biar aku sendiri yang mengobatinya,” berulang kali Ryosuke
menggumamkan kata itu tepat di wajah Emi yang memang ada tepat di hadapannya
sekarang.
Emi tak merespon kata-kata Ryosuke…
Dengan alis yang tertaut, gadis itu dengan lembutnya menempelkan perban ke
luka itu – membuat Ryosuke hanya mampu pasrah sekarang…
“Pukulan Yui tadi pagi mengenai lukamu ya?” wajah Emi terlihat begitu sayu
– membuat Ryosuke tak nyaman memandangnya. “Hei… Jangan tunjukan wajah macam
tu”
“Pasti sakit sekali ya rasanya,” sekali lagi si gadis tak menghiraukan
kata-kata si pemuda, dan terus saja memasang wajah bersalahnya…
Ryosukepun hanya mampu memandang diam – melihat setiap gerak jemari Emi
yang tengah mengobati lukanya – sesekali melirik wajah Emi yang ternyata cukup
kawaii saat semakin lama dilihatnya…
===================
Zashi datang bersama Yuya – pacarnya.
Menemui Keito dan Ryutaro yang beberapa saat lalu menghubungi Zashi
mengabarkan berita hilangnya Ryosuke.
“Tumben gadis liar itu tak ikut?” tanya Ryutaro pada pria yang mungkin
akan jadi kakak iparnya itu.
Tanpa menunggu ditanya ulang, Yuyapun segera menjawab ringan. “Tadi pagi
orangtuanya telah memindahkannya ke sekolah lain karena insiden waktu itu,”
terangnya.
Keito dan Ryutaropun hanya mampu diam mendengar penjelasan itu – mencerna
setiap kata dan tak ingin pusing-pusing memikirkan hal itu lebih dari ini.
“Ini data semua siswa di kelas kalian yang kalian inginkan,” Yuya
menyodorkan beberapa lembar kertas berisi biodata lengkap semua siswa di kelas
1-D. “Yuya memang pandai urusan pembajakan data seperti ini,” komentar Zashi dengan
wajah berbinarnya, terlihat kagum dan bangga dengan pria yang begitu
dicintainya yang kini berdiri di sampingnya ini.
“Kita harus segera menemukannya sebelum Kei-sama menyadari Ryosuke tak
sedang bersama kita,” komando Keito mengawali pencarian mereka di tiap rumah
teman sekelasnya – merekapun berpencar dan mulai memacu mobil mewahnya
mendatangi setiap alamat rumah yang tercantum dalam lembaran-lembaran itu.
===================
“Yuri…?”
“Yuto…?”
Zashi mengenali benar dua pemuda itu…
Kedatangan Zashi dan Yuya di rumah Ayaka Mizuno untuk mencari Ryosuke
malah berujung pada penemuan dua kakak-beradik yang tengah terbaring pingsan di
sofa ruang tamu keluarga Mizuno tersebut.
“Ada apa kalian kemari, Yuya?” Hikaru yang memang bersahabat karib dengan
Yuya, sedikit merasa aneh sahabatnya itu datang tanpa pemberitahuan lebih dulu
seperti yang biasa dilakukannya.
“Mereka kenapa?” Zashi dengan segera memastikan kondisi dua anak yang
dianggapnya adik itu – memastikan luka-luka mereka tidak serius – terduduk di
samping sofa – menggerakan telapak tangannya memeriksa setiap sudut luka di
badan kedua pemuda itu.
===================
“Kau bilang gadis itu yang berjasa besar menyelamatkanku?” Ryosuke
tertegun – menghentikan sejenak aktivitas makan malamnya bersama Emi di rumah
si empunya.
Sumpit di tangannya berhenti tepat di depan mulutnya – berharap Emi segera
melanjutkan ceritanya.
Sosok Yamada Ryosuke yang kini ada di depan Emi, memang sedikit berbeda
dari dirinya yang biasanya dingin dan beraura tak bersahabat – pemuda di
depannya itu terlihat sedikit berwajah kekanakan sekarang – membuat Emi
sesekali salah tingkah karena sikap polos si pemuda.
“Ya, seperti yang aku bilang tadi, kalau bukan karena kenekatan dan
keberaniannya mungkin kau tak akan dengan nyamannya menyantap masakanku
sekarang,” Emi menjawab – membayangkan beberapa hari lalu ketika pemuda di
hadapannya itu tengah sekarat.
Ryosuke melanjutkan makan.
Menyantap dengan sopan sashimi di hadapannya.
“Sayang sekali aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya,” pemuda
itu merespon – mengingat cerita Emi beberapa saat lalu bahwa pagi ini Chiko –
si penyelamatnya – telah dipindahkan ke sekolah lain oleh orang tuanya.
“Sayang sekali…”
===================
“Segera temukan mereka dan bawa anakku pulang,” Kei-sama bermimik menahan
marah – memikirkan laporan yang baru diterimanya bahwa Yuri dan yang lain
tengah berusaha mencari Ryosuke yang menghilang entah kemana.
“Berani-beraninya mereka membohongiku!!” bos Yakuza berwajah tampan itu
geram – mengingat kejadian kemarin malam saat Yuri dan yang lainnya bilang
bahwa Ryosuke sedang bersama mereka di hotel dan tidak ingin pulang sekarang.
PLAAKKK… PLAAKKK… PLAAKKK…
Kei-sama melampiaskan amarahnya…
Kepala keluarga Nakajima, Okamoto, dan Tomomilah yang menjadi sasaran
amarahnya kali ini – hukuman karena anak-anak mereka telah berani
membohonginya.
Gadis itu melangkah pergi…
Gadis yang sama yang telah mengabari Kei-sama tentang kenyataan bahwa
anaknya tengah menghilang.
Gadis yang kemarin sempat hampir dihabisinya karena kejadian pembajakan
Heisei Gakuen.
Sora…
Ia melangkah penuh percaya diri.
Ampunan yang diberikan oleh Kei-sama kemarin tidak akan pernah
dilupakannya.
Ia akan mengabdikan sisa hidupnya untuk membalas kebaikan itu…
===================
“Apa yang kalian inginkan?” Kouta terkejut mendapati rumahnya didatangi
sekelompok orang yang sangat dikenalnya dengan tato naga di pergelangan tangan
mereka – tato naga perlambang anggota Yakuza – para bawahan ayahnya.
“Kei-sama ingin kami menghabisimu agar tak memberi pengaruh buruk pada
Ryosuke-sama sebagai penerus pimpinan kami,” jawaban yang terlontar dari salah
seorang sosok itu membuat Kouta ternganga tak percaya.
Apakah Kei Yamada itu benar-benar ayahnya…
Hanya itulah yang ada di pikiran Kouta sekarang – tak percaya ayahnya itu
akan tega melakukan ini demi mencapai ambisinya…
DDOOORRR…
Suara pistol yang ditembakkan menjadi jawaban pasti dari segala
pikiran-pikiran yang ada di kepala pemuda itu sekarang…
Kecewa…
Benci…
Tak percaya…
Tak menyangka akhirnya keputusan itulah yang diambil ayahnya –
memerintahkan untuk membunuh anak sendiri…
===================
TBC ^^v
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^