Saturday, 23 February 2013

Aishiterukara Part 08


Hey!Say!JUMP Fanfiction (Indonesia)

AISHITERUKARA / BECAUSE I LOVE U (PART 8)

Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Friendship, Action
Rating : PG
Cast : All HSJ membe
Warning : Bagi yang sedang berpuasa… jangan sampai mengurangi pahala puasa kalian dengan membayangkan yang tidak-tidak saat membaca fanfic ini ^^

*********************
Part sebelumnya:
PLAAKK…
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Yuto – bukan tamparan dari gadis di depannya, melainkan tamparan dari saudara kandungnya – Yuri…

Keito dan Ryutaro hanya mampu menyaksikannya tanpa berkomentar apapun. Keduanya tau pasti alasan kenapa Yuri melakukan hal itu…

“Kau selalu saja bodoh seperti biasa, Yuto!” kalimat itu terlontar dingin dari mulut Yuri sesaat setelah memandang ekspresi gadis di belakang Yui – Ayaka.

Sementara gadis satunya juga hanya mampu memandang tanpa berkomentar mengingat pesan oknum pria yang tengah sendirian ada di rumahnya, “Jangan beritahu temanku…,” itulah pesan dari Ryosuke Yamada yang terus terngiang di kepala Emi…

===================
Part 8

Heisei Gakuen…

Ayaka terus termenung mengingat kejadian tadi pagi. Gadis itu hanya mampu sesekali memandangi kursi Yuto yang kali ini tengah kosong – kosong karena si empunya tempat duduk yang lagi-lagi membolos tak mengikuti pelajaran – atau lebih tepatnya, membolos tidak masuk sekolah kali ini.

Yui hanya mampu menatap penuh penyesalan ke arah Ayaka. Ia tak tau lagi apa yang mesti dilakukannya agar Yuto melepaskannya.
Haruskah ia beritahu pemuda jangkung itu bahwa sahabatnya sendiri – Ayaka – sangat mencintainya?!

Kedua gadis itu tak sedikitpun memperhatikan sensei yang tengah memberikan pelajaran. Begitu juga dengan gadis satunya yang terus saja memikirkan sosok pemuda yang ia tinggalkan sendirian di rumahnya dalam kondisi sakit.
Sesekali ketiganya memandangi kursi-kursi yang ditinggal pemiliknya itu…

TOKK… TOKK… TOKK…
Pintu kelas diketuk oleh seseorang dari luar. Senseipun segera mempersilakan oknum pengetuk pintu untuk masuk.
Sosok Yuya Takaki memasuki ruangan dan segera menghadap sensei dengan menyerahkan sebuah amplop entah apa isinya – segera setelah itu, pemuda yang juga cukup terkenal di sekolah itupun segera meninggalkan kelas itu dan kembali ke kelasnya.


===================

“Yuto… kau benar-benar tak tau kenapa gadis itu menolakmu?” Ryutaro akhirnya bersuara melihat Yuri sudah sangat acuh dengan ketololan saudaranya yang tak pernah peka situasi itu.
“Maksudmu?!” Yuto yang dari tadi masih cukup marah karena ulah Yuri yang seenak hatinya memaksanya pergi, kini mau bersuara juga mendengar kata-kata Ryutaro yang cukup menarik perhatiannya.

“Ayaka… Gadis itu sangat menyukaimu. Apa kau tak menyadarinya?” Ryutaropun tanpa basa-basi langsung memberikan jawaban pasti pada Yuto.
Pemuda paling tinggi di antara mereka itupun sebenarnya cukup terheran dengan pernyataan Ryutaro barusan, namun wajah herannya segera dihilangkannya dan dengan entengnya bicara, “Hak dia menyukaiku. Tapi aku tak sedikitpun menyukainya.”

“PLAAKK…”
Tamparan keras lagi-lagi diterima Yuto sesaat setelah kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya – tamparan dari Yuri yang terlihat benar-benar sekuat tenaga menahan emosi…

“Jaga mulutmu itu, Yuto!!”

===================

Keito dan Ryutaro berjalan berdua beriringan – kembali mencari sahabat mereka yang kali ini dengan bodohnya sukses membuat mereka khawatir akut. Keduanya menyerah melihat kelakukan Yuri dan Yuto kali ini yang sama-sama mempertahankan pendiriannya – hal yang luar biasa, melihat Yuto untuk pertama kalinya berani menentang Yuri…
Keito dan Ryutaropun hanya mampu membiarkan keduanya saling berkelahi tadi – tanpa diberitahupun mereka tau kalau Yuri menyimpan sebuah perasaan khusus pada Ayaka – Yuto saja yang memang terlalu bodoh untuk menyadari hal itu.

“Kau tau kira-kira tempat mana saja yang mungkin didatanginya?” masih dengan tetap berjalan beriringan, Keito memulai pembicaraan di antara keduanya.
Ryutaropun segera meresponnya dengan jawaban yang cukup jelas, “Selama menjadi sahabatnya, dengan perasaan seperti itu, kita tau kalau ia pasti akan lebih memilih tuk menyendiri,”

“Kau benar,” Keito mendukung argumen Ryutaro – mengingat ini bukan pertama kalinya Ryosuke meninggalkan mereka setelah sempat beberapa kali hal yang sama terjadi sebelumnya. Dan semoga saja memang itu yang terjadi – asal ia tak kenapa-napa.

Keduanya mengingat kejadian sebelumnya saat tahun ajaran baru ketika pernyataan cinta Ryosuke ditolak Mimiko dan ia menghilang begitu saja – yang ternyata menyendiri di rumah salah seorang teman sekelas yang ia ancam untuk tak memberitahu keberadaannya pada mereka.

“Kira-kira siapa lagi yang ia ancam kali ini?” tiba-tiba Keito bersuara. Ryutaropun paham benar maksud Keito karena ia juga tengah memikirkan hal yang sama.

===================

“Tadaima…,” jarang-jarang Emi mengucapkan kata itu karena ia memang tinggal sendirian di rumah itu – mengucapkannya karena menyadari kali ini ada orang lain di rumahnya.

Tak ada jawaban…
Gadis itupun sesekali menoleh ke kanan kiri mencari keberadaan si pemuda – sambil melepaskan kedua sepatunya dan meletakkannya di rak kecil yang tertata rapi di samping pintu.

“Kamar mandimu kecil ya…” pemuda yang dari tadi dicarinyapun tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar mandi hanya dengan sehelai handuk yang menutupi anunya. Sementara gadis yang diajak bicarapun dengan cepatnya segera membelakangi si pemuda – menyembunyikan mukanya yang seketika merah padam melihat Ryosuke yang dengan entengnya mempertontonkan badannya yang tengah tanpa busana.

“Apa yang kau lakukan? Pakai bajumu!!” dengan terbata-bata Emi berteriak pada Ryosuke yang masih dibelakanginya itu.

“Heh, tadi pagi baju siapa yang kau kenakan padaku?” pertanyaan yang tiba-tiba dari si pemuda membuat Emi dag dig dug luar biasa – bagaimana tidak… ia tak mungkin memberitahu pemuda itu kalau tadi pagi dialah yang melepaskan baju Ryosuke yang sudah sangat tak sedap baunya…

“Kenapa diam? Biasa saja kali… Aku tau kok tadi pagi kau yang menelanjangiku?”

“Heh, jaga mulutmu… tadi itu aku hanya kasian kau mengenakan baju bau seperti itu, jadinya aku lepaskan untuk kucuci… toh, aku melakukannya dengan menutup mataku kok. Dan apa itu tadi heh… menelanjangimu?!” Emi yang sudah ketahuan sebelum berusaha menyembunyikan fakta, tidak ada pilihan lain selain marah-marah sebelum dia duluan yang dimarahi.

“Bajumu ada di jemuran belakang rumah. Ambil saja sendiri. Pasti sudah kering…” Emi segera berjalan melewati badan si pemuda dengan sedikit melirik tubuhnya yang begitu halus dan wangi sehabis mandi.
“Kami-sama… kenapa kau lakukan ini padaku?” batin Emi yang lama-lama tak mampu menahan perasaannya di dekat pemuda setampan Ryosuke…

Sementara Ryosuke yang tadi sempat kena semprot kata-kata Emi, hanya mampu terkagum-kagum – kagum karena ada gadis yang berani memakinya seperti itu, “Apa ia lupa ya siapa aku?” hanya kata itu yang melintas beberapa kali di benaknya sebelum akhirnya segera meraih pakaiannya yang sudah tercuci bersih dan wangi di jemuran belakang rumah.

===================

Keduanya terduduk lemas…
Sama-sama mengatur nafas yang tengah menderu keras akibat perkelahian serius yang baru selesai semenit lalu.
“Baka,” sekali lagi Yuri menggumam pelan – gumaman sama yang sudah ratusan kali ia lontarkan pada saudara seayah beda ibu kepunyaannya yang memang memiliki sifat yang begitu berbeda dengannya.

“Tentang cintaku yang bertepuk sebelah tangan, itu bukan urusanmu,” Yuto membalas lemas…
Detik berikutnya pemuda itu tak lagi mampu mempertahankan keseimbangannya dan jatuh begitu saja tak sadarkan diri ditemani puluhan luka lebam di sekujur tubuhnya.

“Baka”
Yuri bersuara sekali lagi. Dan tak beda dengan Yuto, iapun segera memejamkan matanya berat – terbaring pingsan di pinggiran jalan – sama halnya dengan Yuto yang terbaring tak begitu jauh darinya.

“Ne, Yuto-kun? Yuri-kun?” dua gadis yang baru saja melewati gang itu hanya mampu memandang terkejut melihat dua pemuda yang begitu mereka kenal, terbaring tak sadarkan diri, dipenuhi luka lebam seperti habis berkelahi…

===================

“Kau punya perban?” si pemuda bertanya lirih pada gadis yang baru saja berniat berjalan ke dapur untuk memasak menu makan malam hari ini.

“Ne, untuk apa?!” karena merasa sedikit khawatir, si gadispun buru-buru berjalan ke arah pemuda yang ternyata didapatinya tengah menahan sakit memandangi lukanya yang terbuka.
Menyadari gadis tadi sudah berada di sampingnya, si pemudapun buru-buru menutupi lukanya…

“Ryosuke-kun… Sini aku lihat,” dengan sedikit memaksa, Emi segera menyerobot dan membuka helai kain yang sedetik lalu digunakan Ryosuke untuk menutupi lukanya – tak menghiraukan kata-kata penolakan dari Ryosuke, Emi terus saja maju untuk melihat separah apa luka itu sekarang sehingga ia tau apa yang harus dilakukannya.

“Ah… Hentikan! Biar aku sendiri yang mengobatinya,” berulang kali Ryosuke menggumamkan kata itu tepat di wajah Emi yang memang ada tepat di hadapannya sekarang.

Emi tak merespon kata-kata Ryosuke…
Dengan alis yang tertaut, gadis itu dengan lembutnya menempelkan perban ke luka itu – membuat Ryosuke hanya mampu pasrah sekarang…

“Pukulan Yui tadi pagi mengenai lukamu ya?” wajah Emi terlihat begitu sayu – membuat Ryosuke tak nyaman memandangnya. “Hei… Jangan tunjukan wajah macam tu”

“Pasti sakit sekali ya rasanya,” sekali lagi si gadis tak menghiraukan kata-kata si pemuda, dan terus saja memasang wajah bersalahnya…
Ryosukepun hanya mampu memandang diam – melihat setiap gerak jemari Emi yang tengah mengobati lukanya – sesekali melirik wajah Emi yang ternyata cukup kawaii saat semakin lama dilihatnya…

===================

Zashi datang bersama Yuya – pacarnya.
Menemui Keito dan Ryutaro yang beberapa saat lalu menghubungi Zashi mengabarkan berita hilangnya Ryosuke.

“Tumben gadis liar itu tak ikut?” tanya Ryutaro pada pria yang mungkin akan jadi kakak iparnya itu.
Tanpa menunggu ditanya ulang, Yuyapun segera menjawab ringan. “Tadi pagi orangtuanya telah memindahkannya ke sekolah lain karena insiden waktu itu,” terangnya.
Keito dan Ryutaropun hanya mampu diam mendengar penjelasan itu – mencerna setiap kata dan tak ingin pusing-pusing memikirkan hal itu lebih dari ini.

“Ini data semua siswa di kelas kalian yang kalian inginkan,” Yuya menyodorkan beberapa lembar kertas berisi biodata lengkap semua siswa di kelas 1-D. “Yuya memang pandai urusan pembajakan data seperti ini,” komentar Zashi dengan wajah berbinarnya, terlihat kagum dan bangga dengan pria yang begitu dicintainya yang kini berdiri di sampingnya ini.

“Kita harus segera menemukannya sebelum Kei-sama menyadari Ryosuke tak sedang bersama kita,” komando Keito mengawali pencarian mereka di tiap rumah teman sekelasnya – merekapun berpencar dan mulai memacu mobil mewahnya mendatangi setiap alamat rumah yang tercantum dalam lembaran-lembaran itu.

===================

“Yuri…?”

“Yuto…?”

Zashi mengenali benar dua pemuda itu…
Kedatangan Zashi dan Yuya di rumah Ayaka Mizuno untuk mencari Ryosuke malah berujung pada penemuan dua kakak-beradik yang tengah terbaring pingsan di sofa ruang tamu keluarga Mizuno tersebut.

“Ada apa kalian kemari, Yuya?” Hikaru yang memang bersahabat karib dengan Yuya, sedikit merasa aneh sahabatnya itu datang tanpa pemberitahuan lebih dulu seperti yang biasa dilakukannya.

“Mereka kenapa?” Zashi dengan segera memastikan kondisi dua anak yang dianggapnya adik itu – memastikan luka-luka mereka tidak serius – terduduk di samping sofa – menggerakan telapak tangannya memeriksa setiap sudut luka di badan kedua pemuda itu.

===================

“Kau bilang gadis itu yang berjasa besar menyelamatkanku?” Ryosuke tertegun – menghentikan sejenak aktivitas makan malamnya bersama Emi di rumah si empunya.
Sumpit di tangannya berhenti tepat di depan mulutnya – berharap Emi segera melanjutkan ceritanya.

Sosok Yamada Ryosuke yang kini ada di depan Emi, memang sedikit berbeda dari dirinya yang biasanya dingin dan beraura tak bersahabat – pemuda di depannya itu terlihat sedikit berwajah kekanakan sekarang – membuat Emi sesekali salah tingkah karena sikap polos si pemuda.

“Ya, seperti yang aku bilang tadi, kalau bukan karena kenekatan dan keberaniannya mungkin kau tak akan dengan nyamannya menyantap masakanku sekarang,” Emi menjawab – membayangkan beberapa hari lalu ketika pemuda di hadapannya itu tengah sekarat.

Ryosuke melanjutkan makan.
Menyantap dengan sopan sashimi di hadapannya.
“Sayang sekali aku belum sempat mengucapkan terima kasih padanya,” pemuda itu merespon – mengingat cerita Emi beberapa saat lalu bahwa pagi ini Chiko – si penyelamatnya – telah dipindahkan ke sekolah lain oleh orang tuanya.

“Sayang sekali…”

===================

“Segera temukan mereka dan bawa anakku pulang,” Kei-sama bermimik menahan marah – memikirkan laporan yang baru diterimanya bahwa Yuri dan yang lain tengah berusaha mencari Ryosuke yang menghilang entah kemana.

“Berani-beraninya mereka membohongiku!!” bos Yakuza berwajah tampan itu geram – mengingat kejadian kemarin malam saat Yuri dan yang lainnya bilang bahwa Ryosuke sedang bersama mereka di hotel dan tidak ingin pulang sekarang.

PLAAKKK… PLAAKKK… PLAAKKK…
Kei-sama melampiaskan amarahnya…
Kepala keluarga Nakajima, Okamoto, dan Tomomilah yang menjadi sasaran amarahnya kali ini – hukuman karena anak-anak mereka telah berani membohonginya.

Gadis itu melangkah pergi…
Gadis yang sama yang telah mengabari Kei-sama tentang kenyataan bahwa anaknya tengah menghilang.
Gadis yang kemarin sempat hampir dihabisinya karena kejadian pembajakan Heisei Gakuen.

Sora…
Ia melangkah penuh percaya diri.
Ampunan yang diberikan oleh Kei-sama kemarin tidak akan pernah dilupakannya.
Ia akan mengabdikan sisa hidupnya untuk membalas kebaikan itu…

===================

“Apa yang kalian inginkan?” Kouta terkejut mendapati rumahnya didatangi sekelompok orang yang sangat dikenalnya dengan tato naga di pergelangan tangan mereka – tato naga perlambang anggota Yakuza – para bawahan ayahnya.

“Kei-sama ingin kami menghabisimu agar tak memberi pengaruh buruk pada Ryosuke-sama sebagai penerus pimpinan kami,” jawaban yang terlontar dari salah seorang sosok itu membuat Kouta ternganga tak percaya.

Apakah Kei Yamada itu benar-benar ayahnya…
Hanya itulah yang ada di pikiran Kouta sekarang – tak percaya ayahnya itu akan tega melakukan ini demi mencapai ambisinya…

DDOOORRR…
Suara pistol yang ditembakkan menjadi jawaban pasti dari segala pikiran-pikiran yang ada di kepala pemuda itu sekarang…

Kecewa…
Benci…
Tak percaya…
Tak menyangka akhirnya keputusan itulah yang diambil ayahnya – memerintahkan untuk membunuh anak sendiri…

===================

TBC ^^v

No comments:

Post a Comment

Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^

Followers