Title : SILENCE
Author : Rin Fujiyama
Genre : Romance, Family
Rating : General
Chapter 13
Douzou…
==============
==============
Chapter sebelumnya :
“Iya paman… Bantu kak Daiki…,” kini giliran Yuki
yang juga ikut merengek.
“Aduh, bagaimana ya…”
Ohno benar-benar dibikin bingung sekarang.
Entah apakah Ohno akan mampu membuat Daiki bertemu
dokter itu…
Dan bagaimanakah kelanjutan perjalanan Aina dan Ryosuke
yang tadi sempat hanya berputar-putar tak tahu arah…
Who knows…
**********************
Chapter 13 = Smile
**********************
“Wah… Indah sekali…”
Aina menari dan berlari di hamparan pasir putih di
pinggiran pantai itu – dalam hatinya sungguh tak menyangka ada pantai seindah
ini di Fukuoka.
Sementara Ryosuke…
Pemuda ini memilih duduk dan memandangi gadis itu
dari kejauhan. Pemuda tersebut nampak senang melihat wajah Aina yang begitu
bahagia berlari-lari dan bermain air di tepian lautan ini.
“Ah…” Aina menghela nafas pendek karena merasa
puas. Biarpun pada akhirnya ia tak dapat menemukan gereja yang dicarinya,
setidaknya ia mendapatkan ganti pantai yang begitu indah ini yang mereka
temukan secara tak sengaja.
Gadis itupun segera duduk di samping Ryosuke
setelah ia merasa lelah berlari dan bermain menikmati segala keindahan di sana.
Digerak-gerakkannya dua kaki kecilnya itu – dua kaki
mungil yang kini menari-nari riang di atas hamparan pasir.
“Aku bisa menebak beberapa maksud gerakan
tanganmu. Tapi apa yang coba dikatakan oleh kakimu itu, aku tak mampu
menebaknya.” Ryosuke berkata – ingin tahu.
“Sepatumu itu…,” si gadis menunjuk-nunjuk sepatu
hitam sang direktur muda.
Berpikir sejenak…
Ryosukepun akhirnya mengerti apa yang dimaksud
oleh gadis tersebut.
“Ah, aku tak suka hal yang kotor…” respon Ryosuke
mencoba menjelaskan…
Tapi…
Bukannya menggubris kata-kata pemuda itu barusan…
Si gadis malah menarik paksa – namun dengan
tindakan yang tidak brutal tentunya – menarik dan melepaskan sepasang sepatu
tersebut.
Dilihatnya kaki si pemuda yang sudah tak lagi
beralaskan sepatu ini.
Telapak kaki yang begitu putih bersih – nampak hampir
tak pernah tersentuh oleh kotoran.
“Aku benar-benar tak suka hal yang kotor…,”
berulang kali Ryosuke mencoba menolak ketika gadis itu menggenggam kedua
kakinya yang terlihat masih enggan menyentuh pasir. Hingga, kaki-kaki
tersebutpun akhirnya mampu dipaksa oleh si gadis untuk menapak di pasir itu.
“Nyaman, kan?” Aina tersenyum puas – membuat Ryosuke
kini menatap tak percaya pada kedua kakinya yang kali ini tengah mencoba
merasakan keberadaan dari pasir-pasir tersebut.
Awalnya memang ia ragu…
Namun pada akhirnya, pemuda itupun sudah dapat
menapakkan kaki-kakinya ini dengan mantap.
“Um…,” Ryosuke merespon sembari mengangguk, menanggapi
pertanyaan si gadis tadi.
==============
==============
“Aina…”
“Aina…”
Daiki nampak buru-buru menapaki tangga ke kamar
penginapannya. Pemuda ini kelihatannya tengah sangat bahagia – tersirat jelas
di raut wajahnya yang dipenuhi senyuman kali ini.
“Aina…”
Pemuda ini menghentikan langkahnya dan
terengah-engah sedetik setelah dibukanya pintu kamarnya itu.
Tak ada seorangpun di sana…
“Eh, kemana anak itu?!”
Pandangan Daiki kini tertuju pada catatan kecil
yang ia tinggalkan tadi pagi untuk si gadis. Ada tulisan lain di kertas catatan
itu kali ini.
“Aku sedang pergi jalan-jalan sebentar…,” itulah
tulisan yang nampak di kertas tersebut.
Daikipun kembali menghela nafas dan sedikit
cemberut sekarang…
“Ah, dasar anak itu. Dia kan bisa menungguku jika
ingin jalan-jalan,” gerutu Daiki sembari menggembungkan kedua pipinya.
Tapi raut wajahnya itu segera kembali ceria ketika
ia teringat dengan kejadian beberapa waktu lalu saat Satoshi Ohno memutuskan
akan membujuk Kento Nakajima agar mau mencarikan jadwal khusus agar Daiki bisa
bertemu dengan Yaotome Hikaru-sensei.
“Semoga semua akan baik-baik saja…”
Batin Daiki – berharap banyak agar usahanya tadi
tak sia-sia.
==============
==============
Ryosuke baru saja membuka matanya…
Sepertinya tadi ia telah tertidur di pantai itu
dengan setelan jasnya yang ia gunakan sebagai alas.
Buru-buru ia kembali bangkit dan mengibas-ibaskan
jas kebesarannya itu.
Matanya kini menyusuri sepanjang pantai – mencoba mencari
keberadaan gadis bisu tadi yang entah ada di mana saat ini.
“Tadi kau tertidur lelap hingga mendengkur. Jadi aku
tak membangunkanmu…”
Tulisan itu terpampang di atas pasir – membuat Ryosuke
hanya mampu menyembunyikan wajahnya yang tengah memerah – malu karena tertidur
dan mendengkur di hadapan orang lain.
Iapun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sudah pasti itu semua efek kelelahan akibat rapat
semalaman tanpa henti hingga membuat pemuda tersebut belum sempat istirahat
sedari kemarin.
==============
Dilihatnya si gadis tengah duduk bersama anak-anak
kecil di sudut itu – nampak tengah asik mengajari anak-anak tadi gerakan-gerakan
tangan mengikuti sebuah alunan lagu yang terealisasi dari sebuah tape recorder
yang entah kepunyaan dari siapa.
Dari jarak itupun Ryosuke hanya mampu memandangi
sembari tersenyum dan berpikir, betapa baik dan manis gadis yang tengah
dipandanginya itu.
“Hei, sini…”
Aina melambaikan tangannya – memberikan isyarat
agar pemuda itu segera bergabung dengannya – bermain dengan anak-anak tadi.
Sebuah kebersamaan yang begitu menentramkan hati.
Hingga ternyata sang waktu telah menunjukkan pukul
enam sore – senja telah datang menjemput.
Dan di halte itu, akhirnya keduanyapun kembali
berpisah…
Si gadis nampak tersenyum puas dengan apa yang
sudah dialaminya hari ini. Sementara si pemuda, ia memutuskan untuk berjalan
kaki – menikmati hembusan angin sore.
Langkah kaki yang begitu tenteram. Lengkap dengan sebuah
hiasan senyuman di wajahnya.
Biarpun rasa lelah kini menghinggapi, tapi
perasaan itu tak akan mampu mengalahkan kebahagiaan yang didapatnya hari ini.
Ryosukepun kembali tersenyum...
==============
==============
“Aku pulang…”
Aina menghampiri Daiki yang nampak tengah duduk
sembari menundukkan kepalanya.
“Dari mana saja kau?” tiba-tiba Daiki bersuara
dengan nada yang lebih tinggi dari biasanya – seketika membuat Aina hanya mampu
memandang diam.
“Berulang kali aku telpon tapi tak tersambung. Kau
tau bagaimana perasaanku?”
Kini Daiki telah berdiri di hadapan gadis yang
disayanginya itu.
“Jam berapa sekarang?!” sekali lagi pemuda ini
berteriak.
Dan akhirnya kini ia memilih membelakangi gadis
itu sembari tetap berkata dengan nada tingginya. “Aku yang membawamu ke
Fukuoka. Kau itu tanggungjawabku. Apa yang harus aku lakukan andai terjadi
sesuatu padamu?!”
“Prriittt…”
“Apa?!” Daiki membalikkan badannya sekali lagi – saling
berhadapan kembali dengan Aina sekarang.
Dan gadis itupun kini menggerakkan kedua tangannya
– mencoba memberi penjelasan.
“Saat kau marah, kau terasa semakin jauh dariku. Jadi…
yang kubisa hanyalah meniup peluit ini agar kau kembali datang padaku…”
“Maaf ya…”
Ainapun nampak sedih kini…
Seketika, Daiki langsung memeluk erat gadis mungil
di hadapannya tersebut.
“Maafkan aku… Aku tak bermaksud memarahimu. Aku hanya
takut terjadi sesuatu padamu…”
==============
==============
Kini hari telah berganti…
“Kak Daiki…”
“Kak Daiki…”
Dua anak itu berlarian menghampiri Daiki.
“Nah, Aina… Anak ini namanya Ryutaro. Dan yang ini
kakaknya, Yuki.” Daiki memperkenalkan dua anak tadi pada Aina.
Biarpun dua hari lalu ia sempat bertemu Ryutaro,
tapi ia belum sempat berkenalan waktu itu.
“Eh, kau sudah datang Daiki?”
Ohno menyapa mereka…
“Ayo-ayo kita makan bersama dulu…” ajak Ohno
sembari menyiapkan masakannya yang baru saja matang.
Dan benar saja, kini merekapun makan bersama…
Ohno, Daiki, Aina, Ryutaro, dan Yuki…
Kento dan Shori sedang bekerja saat itu. Dan nyonya
Nakajima – isteri Kento, ia hanya mengurung diri di kamarnya – masih marah
terhadap suaminya yang tak pernah mau diajaknya untuk pindah dari tempat itu.
“Bangunan ini akan segera dirobohkan…” Ohno
mengawali acara makan bersama itu sembari mencari topik untuk mengobrol.
“Tanah ini adalah milik perusahaan Yamada. Dan akhir-akhir
ini mereka berulang kali datang untuk memberitahu kami agar segera meninggalkan
tempat ini.”
Daiki dan Aina masih serius mendengarkan…
Sementara Ryutaro dan Yuki, kedua anak ini tengah
asik menikmati makanan mereka.
Tapi tiba-tiba…
“Permisi…”
“Ada orang di dalam?!”
Terdengar suara seseorang dari halaman…
Buru-buru Ohno keluar – hendak melihat, siapa
gerangan yang datang.
Aina dan Daikipun mengikuti segera. Begitu juga
dengan Ryutaro dan Yuki yang ikut mengikuti – juga merasa ingin tahu.
Nampak di sana Honda Sakura…
“Maaf telah mengganggu makan kalian…” ia memulai
bicara dengan nada sopannya.
“Kali ini direktur kami sengaja datang ke sini
untuk menyelesaikan masalah ini…”
Begitulah kalimat yang terlontar dari gadis itu –
diikuti oleh penampakan sosok yang luar biasa rapi dari arah gerbang masuk
Rumah Cemara.
Dan nampak disana…
Siapa lagi jika bukan Ryosuke Yamada.
Aina dan Daikipun hanya mampu menatap tak mengerti…
Apakah gerangan yang akan terjadi setelah ini?
Who Knows…
==============
Chap. 13 = Owari
==============
Next : Chapter 14
No comments:
Post a Comment
Mohon komentar sahabat demi kemajuan blog ini.
Terima kasih ^^