Chapter sebelumnya :
Gadis itu memandangi Ryosuke beberapa saat. Dan
pemuda yang dipandangpun membalas dengan pandangan yang sama.
“Butuh tumpangan?!” sebuah isyarat gerakan
tanganpun terlihat dari sosok gadis bisu itu. Tak lupa diiringi dengan senyum mengejeknya
– mengingat keduanya sempat beberapa kali terlibat insiden yang tak mengenakan
yang membuat keduanya kini bermusuhan.
Dan apakah yang akan terjadi dengan keduanya
selanjutnya?!
***********************
Chapter 08 = Rival
***********************
Tak ada pilihan lain…
Ryosuke dengan terpaksa menerima tawaran gadis
itu.
Karena sedang malas berbicara dengan si gadis,
pemuda itupun segera memasang earphonenya dan menghidupkan satu-satunya lagu
yang disukainya – lagu favorit makhluk planet Mars.
Tak pernah di sangka, Aina juga menekan player di
mobilnya dan menghidupkan lagu yang sama – di waktu yang benar-benar bersamaan.
Lagu favorit keduanya di kala kecil…
==============
“Pip… pip… pip…”
Keitai Ryosuke bergetar…
Aina segera mematikan playernya bertepatan dengan
Ryosuke yang melepaskan earphonnya.
Pemuda itu segera meraih benda kecil persegi
panjang itu dan menatap sempurna ke layar itu – sebuah email dari Natsumi.
“Kau tidak sedang melarikan diri kan?!” begitulah
pesan singkat yang tertulis di sana.
Dan dengan sedikit canggung, pemuda itupun menoleh
pada gadis bisu di sampingnya yang tengah menyetir – dengan sopan meminta agar
gadis itu memacu mobilnya lebih cepat.
Si gadispun hanya mampu menunjuk spedometer di
hadapannya – memberikan isyarat bahwa ia sudah mengendarai mobil tua itu dengan
cepat.
“Aku harus pergi ke pesta pertunangan…”
Ryosuke menyahut.
“Pesta pertunanganku…”
Jujur, pemuda itu hampir saja melupakan pesta
pertunangannya andai Natsumi tak mengiriminya email – andai kejadian pengejaran
sahabat masa kecilnya tadi tidak terjadi, direktur muda ini pastilah telah
dalam perjalanan menuju Fukuoka dan akan lebih sulit baginya untuk menghadiri
pesta pertunangannya sendiri ini.
Sementara Aina,
Ada sedikit perasaan aneh ketika gadis itu
mendengar kata-kata barusan – mendengar bahwa pemuda itu akan segera
bertunangan, membuat perasaannya terasa aneh.
Tapi…
Iapun segera mengangguk dan memahami betapa
penting situasi yang mengharuskannya memacu mobil itu lebih kencang.
Tanpa komentar sedikitpun tentunya.
==============
==============
“Terima kasih telah mengantar…,” belum sempat
Ryosuke melanjutkan kata-katanya, gadis itu terlihat menunjuk-nunjuk jam
tangannya – memberitahu Ryosuke bahwa pemuda itu sudah cukup terlambat.
Dan pada akhirnya, Ryosukepun melayangkan
senyumnya sebelum akhirnya memasuki hotel tempat pertunangannya berlangsung.
Yabu telah menunggunya – terlihat begitu cemas
karena barusan Yuya Yamada terlihat hampir meledakkan emosinya mengetahui
putranya belum terlihat di tempat itu.
Dan benar saja. Yuya hampir saja memarahi Ryosuke
habis-habisan andai Natsumi dan keluarganya tidak menghampiri mereka.
“Maaf karena keterlambatanku,” kata Ryosuke pada
Natsumi yang tengah merapikan dasi miliknya. Dan gadis itupun menyahut tetap
dengan senyumnya, “Asalkan kau tidak terlambat di pesta pernikahan kita.”
==============
Pesta pertunangan itupun berlangsung begitu
khikmat…
Begitu banyak orang besar yang menghadiri pesta.
Dan di bagian itu, terlihat Aina tengah terperangah melihat betapa indahnya
tempat ini.
Entah lagi-lagi takdir atau apa…
Sosok gadis bisu itu tertangkap kamera ketika
kameramen tengah mengambil gambar Ryosuke dan Natsumi – tertangkap kamera tepat
di antara sosok Ryosuke dan tunangannya – nampak seperti orang ketiga dalam
foto itu.
Orang ketiga…
==============
==============
Malam itu, Aina dan Daiki sibuk memutar otak –
mencari resep masakan yang sekiranya bisa mereka jual, mengingat mie yang
mereka jual teramat sepi peminat.
Berulang kali mereka membuat berbagai resep
masakan, tapi tetap saja hasilnya nihil – rasa masakan itu tak memuaskan
mereka.
Hingga…
Tiba-tiba Aina teringat sesuatu.
Gadis itu membongkar kotak berisikan benda-benda
kenangannya – terlihat tengah mencari sesuatu – dan benar adanya, ternyata
benda itu memang ada di sana – sebuah buku resep daging giling yang ditulis
oleh almarhum ibunya.
Ternyata memang tak sia-sia…
Dengan resep itu, mereka berhasil membuat nasi
dengan daging giling yang rasanya persis dengan buatan ibu si gadis.
“Akhirnya kita bisa melakukannya…,” teriak Daiki
kegirangan sambil memeluk Aina.
Keipun ikut senang melihat kebahagiaan dua orang
yang paling berharga dalam hidupnya itu.
==============
==============
“Ini adalah weekend… kau tak berniat untuk bekerja
penuh hari ini kan?!” gerutu Natsumi yang melihat Ryosuke masih begitu rapi
dengan jas yang menjadi ciri khasnya.
“Sebentar lagi kau akan pergi ke Fukuoka, jadi
sebelum itu ayolah kita bermain basket seperti waktu kuliah dulu. Olahraga itu
juga penting, kan…”
Lanjut Natsumi sambil memainkan bola basket di
tangannya – membuat Ryosuke tak ada pilihan lain dan akhirnya iapun segera
mengganti pakaiannya dan pergi ke lapangan basket di tengah kota bersama dengan
tunangannya itu.
==============
Tibalah mereka berdua di sana…
Sebuah permainan dipenuhi dengan kebahagiaanpun
terealisasi dari keduanya.
Memainkan bola basket berdua seperti ini
benar-benar mengingatkan keduanya akan masa kuliah dulu.
Permainan terlihat begitu imbang. Tapi,
bagaimanapun juga, Ryosuke pastilah lebih unggul, hingga akhirnya memang pemuda
itulah yang memenangkan permainan ini.
“Bagaimana?! Bermain di udara terbuka seperti ini
benar-benar menyenangkan, kan?!” kata Natsumi sambil memberikan sebuah handuk
pada Ryosuke untuk menyeka keringatnya.
Tak lama obrolan itu berlangsung…
Dua sosok anak muda mendatangi mereka – anak
kuliahan yang terlihat hendak menggunakan lapangan itu untuk bermain basket.
Dua orang yang tak dikenal oleh Ryosuke, namun salah satunya dikenal baik oleh
Natsumi.
Salah satu dari keduanya berjalan ke arah Ryosuke
dan Natsumi berada.
“Sudah menyerah, bung?” tanya anak kuliahan itu
pada Ryosuke. Alih-alih mendapatkan respon dari orang yang diajaknya bicara
itu, si anak kuliahan malah mendapat tatapan marah dari Natsumi.
“Apa maksudmu dengan menyerah? Apakah kita sedang
bertanding?” respon Natsumi memandangi pemuda yang beberapa tahun lebih muda
darinya itu.
Entah apa alasannya, pemuda yang entah siapa ini
malah kembali memakukan tatapannya pada Ryosuke yang masih tak menghiraukannya.
“Bagaimana kalau kita bertanding, pak tua?!”
Sungguh berani pemuda itu mengucapkan kata-kata
itu di hadapan sang direktur muda ini.
Biarpun tak ada alasan bagi Ryosuke untuk menerima
tantangan itu, berhubung ia masih ingin berolahraga, iapun mengiyakan ajakan si
pemuda yang lebih muda darinya itu.
Dan alhasil…
Sebuah kemenangan telak…
Membuat anak kuliahan yang tadi begitu
membanggakan dirinya itu kini hanya diam memakukan tatapan yang terkesan hampir
menyerah.
Sebuah tangan terulur…
Ryosuke mengulurkan tangannya untuk membantu
pemuda itu berdiri.
Melihat itu, Natsumipun mengembangkan senyumannya
dan segera mendatangi kedua pria beda usia itu.
“Jadi siapa yang pak tua sekarang, Chinen?!” ejek
Natsumi pada pemuda yang ternyata bernama Chinen itu – seorang pemuda yang
begitu dikenalnya karena selama ini pemuda itulah yang menjadi tempatnya curhat
– pemuda yang jelas-jelas masih mengejar cinta Natsumi – bahkan setelah gadis
itu mengatakan bahwa dirinya sudah bertunangan, tetap saja Chinen tak menyerah
dan akan tetap menunggu hingga gadis itu mau menerimanya.
Alasan itulah yang membuat Chinen menantang
Ryosuke tadi…
Masih belum terima karena gadis yang disukainya
telah bertunangan dengan pemuda kaya raya itu.
==============
==============
Di waktu yang sama…
Di tempat yang lain…
Aina dan Daiki tengah bekerja keras memenuhi
antrian pengunjung yang membeli nasi daging giling mereka. Benar-benar tak
menyangka penjualan mereka akan laku keras seperti itu di hari pertama berganti
menu.
Hanya dalam sekejap waktu, jualan merekapun telah
habis…
“Yahuuuiiiii…”
Daiki meloncat begitu bahagia…
Ini adalah hari pertama mereka dapat menjual habis
apa yang mereka jual…
Dan akhirnya, malam itupun mereka merayakan
kesuksesan pertama mereka itu.
Kei dan Daiki bernyanyi bersama sambil menari…
Sementara Aina, gadis itu turut bergembira sambil
bertepuk-tepuk tangan mengiringi tarian kedua orang terdekatnya ini.
“Ah, kita harus membeli sake dan lain-lain untuk
merayakan ini…,” usul dari Kei – membuat ayah dan anak itu akhirnya melakukan
jan ken po untuk menentukan siapa yang akan keluar membeli minuman-minuman.
Tak disangka, Aina ikut menyerobot jan ken po itu
– membuat dirinya menang dan akhirnya keluar untuk membeli apa yang telah
disepakati tadi.
==============
Sekali lagi…
Memang takdir tak akan bisa diungkiri…
Aina bertemu dengan Ryosuke di mini market yang
letaknya tak begitu jauh dari tempat tinggal Aina.
“Jadi tempat ini benar-benar tidak menerima kartu
kredit?!” pemuda itu sedikit mendapat kesulitan karena ia tak membawa uang cash
dalam kantongnya.
Melihat apa yang dialami pemuda itu, si gadispun
meminta kasir untuk menghitung tagihan Ryosuke dan membayarnya.
==============
Aina menemani pemuda itu memakan makanan yang
barusan dibelinya.
“Bagaimana kau bisa makan selarut ini?” tanya Aina
dengan gerakan-gerakan tangannya.
“Makan?!” respon pemuda itu tak mengerti.
Hanya bagian itulah yang dipahami oleh Ryosuke.
Gadis itupun mengangguk sambil menunjuk jam
dinding di mini market itu yang telah menunjukkan pukul 10 malam.
“Oh, maksudmu kenapa aku makan selarut ini?!”
“Karena sibuk bekerja tentunya,” terang Ryosuke
yang kembali melanjutkan makannya.
Kembali si gadis memainkan tangannya. “Sebegitu
sibukkah hingga kau lupa makan? Apa memang direktur itu adalah suatu pekerjaan
yang sulit?”
Ryosuke menatap gadis itu bingung – mencoba
mengikuti beberapa gerakan yang tadi dibuat oleh Aina.
“Bukan apa-apa,” itulah gerakan susulan Aina
setelah mengingat bahwa pemuda itu tak memahami apa yang tadi disampaikannya.
“Ok, sekarang aku minta nomer handphonemu. Aku tak
ingin berhutang pada siapapun. Aku akan mengembalikan uangmu tadi lain kali,”
Ryosukepun mengeluarkan kalimat beruntun sambil mengeluarkan keitai
kepunyaannya.
Si gadis tentu saja menolak – mengingat bahwa uang
yang ia bayarkan tadi bukanlah jumlah yang banyak – dan ia memang ikhlas
melakukannya.
Namun…
Tatapan intimidasi dari Ryosuke, membuat Aina tak
memiliki pilihan lain, dan iapun akhirnya mengetikkan nomer handphonenya di
keitai pemuda itu.
“Jadi siapa namamu?” tanya Ryosuke kembali –
hendak menyimpan nomer gadis itu.
Dan gadis yang ditanyapun segera menuliskan
namanya di meja dengan gerakan jemarinya.
“Matsu”
“Moto”
“Ai”
“Nami”
“Oh… Matsumoto Ainami ya…”
“Terima kasih atas bantuanmu tadi. Di pertemuan
kita yang selanjutnya, aku akan membalasnya,” kalimat dari Ryosuke itu
mengakhiri perbincangan mereka dan merekapun berpisah.
Gadis itu hendak pulang ke rumah untuk melanjutkan
pesta mereka tadi. Sementara Ryosuke berjalan menuju mobilnya, hendak pulang
juga tentunya.
Namun…
Tiba-tiba sesuatu terjadi sesaat setelah pemuda
itu menduduki dudukan mobilnya.
Ia merasakan sakit yang luar biasa yang sebelumnya
belum pernah dirasakannya.
Sakit yang teramat sangat hingga membuatnya
bermandikan keringat hanya dalam sekejap detik.
Ryosuke memegangi perutnya erat-erat…
Kepalanya tertunduk…
Dan tanpa sengaja klakson mobilnyapun berbunyi
bertepatan dengan kepalanya yang menghantam kemudi itu akibat sudah tak dapat
mempertahankan posisi tegapnya.
“Pppiiiimmmm…”
Klakson itupun berbunyi nyaring…
Entah apa yang akan terjadi pada pemuda itu
selanjutnya…
==============
Chap. 08 = Owari
==============
Next : Chapter 09