UNFORGETABLE MOMENTS
(SEASON 2)
By : 凛 藤山
Chapter 01 : Indonesia?!
*****************
“Pip.. pip.. pip..,” lantunan nada yang membosankan itu melantun begitu
biasa – membuat sosok yang tengah belajar serius ini segera mengambil benda
persegi panjang – oknum benda yang menimbulkan suara tak nyaman didengar
barusan.
Wajahnya memanas – sedikit merasa kesal karena waktu belajarnya terganggu
oleh keitai kepunyaannya itu. Bagaimana tidak?! Pemuda ini tengah sibuk
mengerjakan skripsinya untuk bisa lulus tahun ini.
Siapapun tahu bagaimana kosentrasi seseorang yang tengah menatap layar
kotak komputer saat tengah mengerjakan skripsi.
Kosentrasi penuh?!
Tidak ingin diganggu?!
Absolutely yes…
Ya… satu kata yang akan menjadi jawaban para mahasiswa tingkat akhir yang
tengah menyusun skripsinya termasuk pemuda yang satu ini.
Baru saja ia hendak mematikan benda persegi panjang yang kini telah berada
dalam genggaman tangannya itu. Jemari lentiknya mulai beraktivitas menekan satu
tombol untuk mengetahui oknum pengirim email yang barusan mengganggu belajarnya
– melihat si pengirim terlebih dulu sebelum memantabkan niatnya untuk mematikan
keitai itu.
“V-chan?!” senyuman terulas – mendinginkan wajah kawaii pemuda itu yang
memanas beberapa detik lalu. Buru-buru ia melupakan teks skripsi di depannya
dan segera memberikan perhatian penuh pada teks email di keitai pink yang telah
dengan nyaman nangkring di genggaman tangan si empunya.
Subject : Invitation
Content:
Kei-chan, next Saturday is my birthday. I want to meet you again in my
birthday, like a year ago.
Though it seems impossible, that’s just my wish.
Keep fighting na--!! ^^m
Inoo masih memandangi teks email itu. Kejadian setahun lalu dan hari-hari
setelah itu masih mampu diingatnya dengan sangat baik.
Secarik kertas yang ia selipkan di dalam kaos yang ia berikan pada gadis
itu setahun lalu, membuat hubungan mereka terus berlanjut hingga sekarang –
secarik kertas berisikan email kepunyaannya dan satu email lain yang dengan
sengaja ia tuliskan atas permintaan pribadi dari si empunya email – alasan yang
membuatnya tetap mampu berkomunikasi dengan gadis yang menjadi cinta pertamanya
itu.
Gadis yang pertama kali ditemuinya di harajuku.
Gadis yang sempat ia genggam tangannya.
Gadis yang secara nyata telah mendengarnya mengucapkan kata cinta.
Gadis yang secara pribadi ia minta agar tidak memanggil marganya.
Ya…
Gadis yang sama yang telah meramaikan hidupnya setahun ini dengan
mengiriminya email setiap hari.
Ia masih terpaku
Setahun ini ia diam-diam terus berkirim email dengan gadis itu.
Kita anggap saja pemuda ini cukup pandai untuk tidak terang-terangan
membiarkan yang lainnya tahu akan tindakannya yang sudah mirip pria yang tengah
jatuh hati pada seorang gadis dan serius dengan hubungannya.
Apanya yang salah dengan hal itu?! Bukankah mencintai itu adalah hal yang
wajar?!
Tapi tidak demikian dengan pemuda yang satu ini.
Ia tidak boleh seenaknya menaruh hati pada seorang gadis dan secara
terang-terangan mengumumkan rasa sukanya itu.
Inoo Kei…
Seorang Johnny’s dengan kemampuan akademik tertinggi di talent agencynya,
dan tentunya kalian kenal perusahaan ini yang siapapun tahu seberapa ketat
aturan di sana.
*****************
Gedung Johnny’s
“Yama-chan, bangun…,” Yuto dengan kasar mengguncangkan tubuh sahabatnya
yang tengah tidur pulas di atas sofa merah mewah yang tertata rapi di sudut
ruang latihan Jimusho – tidur bagai pangeran di negeri dongeng yang tengah
bermimpi meminang putri cantik.
Entah setan apa yang tengah merasuki pemuda yang dijuluki tiang listrik
oleh para fansunya itu, ia seakan ingin sekali agar sahabatnya itu segera
bangun. Sepertinya ada sesuatu maha penting yang ingin dikatakannya – hal
penting yang jauh lebih penting daripada insiden bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki hampir 67 tahun yang lalu.
Sekali lagi ia mencoba memaksa pangeran tidur itu agar bangun dan segera
mendengarkan rentetan kalimat maha penting yang hendak ia sampaikan.
Berulang kali tubuh itu digoncangkan dengan kasar, tapi tetap saja oknum
yang tengah terlelap itu tak menggubris gangguan dari sahabat sedari kecilnya
yang masih saja membuatnya tak nyaman dengan gangguannya itu.
Yuto menyerah…
Raut wajahnya berubah.
Bukan marah ataupun murka karena tak berhasil membangunkan sahabatnya itu,
Melainkan ingin menangis karena tak tau lagi apa yang harus dilakukannya
tuk mengembalikan sahabatnya dari alam mimpinya.
Ia hendak mencoba membangunkan sekali lagi. Mencoba untuk terakhir kali
sebelum benar-benar menyerah.
Jemari-jemarinya yang panjang baru saja mendarat ringan di tubuh Yamada
Ryosuke, namun apa dikata, niatannya belum sempat terlaksana, ia sudah
mendapatkan sebuah sentuhan tak nyaman yang membuatnya mematung sesaat.
“Argh Yuto, kenapa sih.. ganggu orang tidur saja kau ini…,” sebuah sabetan
lengan mendarat telak di pipi kanan Yuto tadi – sabetan lengan yang tentu saja
tidak disengaja dari oknum yang tengah menguap sambil meregangkan
lengan-lengannya yang kaku sehabis tidur seharian.
Matanya berkaca-kaca. Pemuda itu rasa-rasanya akan menangis sebentar lagi.
“Yama-chan, kalau kau marah, jangan menamparku, itu sangat menyakitkan
bagiku…,” akhirnya pemuda jangkung itu menangis juga. “Orangtuaku saja belum
pernah menamparku seperti itu,” ia menggerutu sambil mengusap bersih air mata
yang membuat tampangnya terlihat tak sebening biasanya.
“Gomen, gomen, aku kan tidak sengaja. Mana mungkin aku sampai hati
menampar dirimu, Yuto?!” Yamada meraih pundak Yuto dan mendekatkan kepala
sahabatnya itu hingga kini telah menempel di dada bidangnya. “Sudah, jangan
menangis lagi. Aku minta maaf,” lanjutnya sambil membantu Yuto mengusap sisa
air mata di pipi kanannya. “Jangan menangis ya,” ia menambahi dengan belaian yang
sangat lembut.
Menepuk-nepuk ringan punggung Yuto agar menghentikan isakannya.
“Ehem…” suara dehaman terdengar. Mengiringi kepala kepunyaan orang lain
yang tengah menyembul dari balik pintu. “Haduh, sore-sore begini kalian masih
saja main suami istri sehabis bertengkar. Kalau orang yang tidak
mengenal kalian melihat adegan kalian ini, bisa-bisa kalian akan dinominasikan
untuk memenangkan piala oscar sebagai pasangan homo terbaik.
“Ii ne.. kami bukan homo”
“Yabu-kun juga sering memeluk Hikaru-kun kalau kau lagi menangis deshou?”
Keduanya menyanggah – tidak ingin dikatai homo oleh orang yang tingkat
ke-homo-annya mirip dengan mereka itu – Yaotome Hikaru.
Sosok penengah datang.
Datang dengan begitu bijaksananya bagai seorang raja yang tengah
memijakkan kakinya berjalan gagah di atas karpet merah yang membentang panjang.
“Sudahlah, sesama homo dilarang saling menghina,” kata sosok itu dengan
santai – sosok yang tak lain adalah Yuya Takaki yang baru saja datang ke
Jimusho untuk latihan.
“Kok kita jadi membicarakan masalah homo sih?” Yuto berdiri tegap, sudah
tak lagi menangis. Wajahnyapun telah kembali ke wajah seorang leader.
Yamada turut berdiri – memandang sejenak ke arah Yuto yang berdiri di
sampingnya – sejenak memikirkan tinggi badan mereka yang semakin hari semakin
jauh terlihat perbedaannya. “Akhir-akhir ini banyak fansu kita yang membuat
fanfic homo, jadi apa salahnya kita sedikit bertingkah seperti yang ada di
fanfic buatan para fansu itu?! Paham maksudku kan, Yuto sayang?”
Yuto merinding melihat lirikan mata Yamada. Demi apapun, pemuda itu takut
jika ia tak mampu mempertahankan pendiriannya dan takluk pada pandangan
menggoda milik sahabatnya yang satu itu.
“Kita sudahi semua ini. Ayo mulai latihan! Dimana yang lain?” Yuya mulai
protes karena waktu mereka banyak terbuang untuk mengobrol tak penting.
Sebenarnya pemuda ini agak stres karena ia juga mulai disibukkan dengan Gokusen
4. Biarpun ia bukan pemeran utama, tapi ulah para junior di lokasi shooting
sering membuatnya hampir putus asa serasa alangkah baiknya andai ia mengakhiri
hidupnya saja. Ulah yang membuatnya cukup terganggu.
“Itu bukan fanfic homo, tapi transgender,” Hikaru meluruskan apa yang
telah diutarakan oleh Yamada tadi. Yamada dan Yutopun segera mengangguk
pertanda mereka paham dengan penjelasan Hikaru. Ketiganya jelas menunjukkan
respon yang tak menggubris kata-kata sosok seorang Takaki Yuya barusan.
Baru saja Yuya hendak merealisasikan kemurkaannya namun tercancel karena
kedatangan Yabu, Keito, Chinen, Daiki, dan Inoo, yang kebetulan datang
bersamaan. “Gomen kami telat. Kebetulan tadi kami berlima berpapasan di luar
dan mengobrol dulu. Gomenasai,” Yabu meminta maaf duluan karena menyadari ia
telah terlambat datang latihan sesuai jadwal waktu yang disepakati.
“Ok. Langsung saja kita mulai latihan hari ini,” seperti biasa, Hikaru
berkata dengan penuh semangat, membuat yang lain saling mendekatkan diri dan
menyatukan tangan mereka – bersorak, dan latihanpun dimulai.
……..……\v/…………..
Keduanya duduk bersama setelah latihan yang membuat keringat mereka
terkuras. “Yuto, tadi sepertinya ada hal yang ingin kau katakan?” Yamada
memulai pembicaraan di antara mereka.