Tuesday 25 June 2013

[Fanfic] SILENCE Chap. 08 : Rival

Chapter sebelumnya :

Gadis itu memandangi Ryosuke beberapa saat. Dan pemuda yang dipandangpun membalas dengan pandangan yang sama.

“Butuh tumpangan?!” sebuah isyarat gerakan tanganpun terlihat dari sosok gadis bisu itu. Tak lupa diiringi dengan senyum mengejeknya – mengingat keduanya sempat beberapa kali terlibat insiden yang tak mengenakan yang membuat keduanya kini bermusuhan.

Dan apakah yang akan terjadi dengan keduanya selanjutnya?!


***********************
Chapter 08 = Rival

***********************
Tak ada pilihan lain…

Ryosuke dengan terpaksa menerima tawaran gadis itu.

Karena sedang malas berbicara dengan si gadis, pemuda itupun segera memasang earphonenya dan menghidupkan satu-satunya lagu yang disukainya – lagu favorit makhluk planet Mars.

Tak pernah di sangka, Aina juga menekan player di mobilnya dan menghidupkan lagu yang sama – di waktu yang benar-benar bersamaan.

Lagu favorit keduanya di kala kecil…

==============

“Pip… pip… pip…”
Keitai Ryosuke bergetar…

Aina segera mematikan playernya bertepatan dengan Ryosuke yang melepaskan earphonnya.

Pemuda itu segera meraih benda kecil persegi panjang itu dan menatap sempurna ke layar itu – sebuah email dari Natsumi.

“Kau tidak sedang melarikan diri kan?!” begitulah pesan singkat yang tertulis di sana.

Dan dengan sedikit canggung, pemuda itupun menoleh pada gadis bisu di sampingnya yang tengah menyetir – dengan sopan meminta agar gadis itu memacu mobilnya lebih cepat.

Si gadispun hanya mampu menunjuk spedometer di hadapannya – memberikan isyarat bahwa ia sudah mengendarai mobil tua itu dengan cepat.

“Aku harus pergi ke pesta pertunangan…”
Ryosuke menyahut.

“Pesta pertunanganku…”

Jujur, pemuda itu hampir saja melupakan pesta pertunangannya andai Natsumi tak mengiriminya email – andai kejadian pengejaran sahabat masa kecilnya tadi tidak terjadi, direktur muda ini pastilah telah dalam perjalanan menuju Fukuoka dan akan lebih sulit baginya untuk menghadiri pesta pertunangannya sendiri ini.

Sementara Aina,
Ada sedikit perasaan aneh ketika gadis itu mendengar kata-kata barusan – mendengar bahwa pemuda itu akan segera bertunangan, membuat perasaannya terasa aneh.
Tapi…
Iapun segera mengangguk dan memahami betapa penting situasi yang mengharuskannya memacu mobil itu lebih kencang.
Tanpa komentar sedikitpun tentunya.

==============
==============

“Terima kasih telah mengantar…,” belum sempat Ryosuke melanjutkan kata-katanya, gadis itu terlihat menunjuk-nunjuk jam tangannya – memberitahu Ryosuke bahwa pemuda itu sudah cukup terlambat.

Dan pada akhirnya, Ryosukepun melayangkan senyumnya sebelum akhirnya memasuki hotel tempat pertunangannya berlangsung.

Yabu telah menunggunya – terlihat begitu cemas karena barusan Yuya Yamada terlihat hampir meledakkan emosinya mengetahui putranya belum terlihat di tempat itu.

Dan benar saja. Yuya hampir saja memarahi Ryosuke habis-habisan andai Natsumi dan keluarganya tidak menghampiri mereka.

“Maaf karena keterlambatanku,” kata Ryosuke pada Natsumi yang tengah merapikan dasi miliknya. Dan gadis itupun menyahut tetap dengan senyumnya, “Asalkan kau tidak terlambat di pesta pernikahan kita.”

==============

Pesta pertunangan itupun berlangsung begitu khikmat…

Begitu banyak orang besar yang menghadiri pesta. Dan di bagian itu, terlihat Aina tengah terperangah melihat betapa indahnya tempat ini.

Entah lagi-lagi takdir atau apa…
Sosok gadis bisu itu tertangkap kamera ketika kameramen tengah mengambil gambar Ryosuke dan Natsumi – tertangkap kamera tepat di antara sosok Ryosuke dan tunangannya – nampak seperti orang ketiga dalam foto itu.

Orang ketiga…

==============
==============

Malam itu, Aina dan Daiki sibuk memutar otak – mencari resep masakan yang sekiranya bisa mereka jual, mengingat mie yang mereka jual teramat sepi peminat.

Berulang kali mereka membuat berbagai resep masakan, tapi tetap saja hasilnya nihil – rasa masakan itu tak memuaskan mereka.

Hingga…
Tiba-tiba Aina teringat sesuatu.

Gadis itu membongkar kotak berisikan benda-benda kenangannya – terlihat tengah mencari sesuatu – dan benar adanya, ternyata benda itu memang ada di sana – sebuah buku resep daging giling yang ditulis oleh almarhum ibunya.

Ternyata memang tak sia-sia…

Dengan resep itu, mereka berhasil membuat nasi dengan daging giling yang rasanya persis dengan buatan ibu si gadis.

“Akhirnya kita bisa melakukannya…,” teriak Daiki kegirangan sambil memeluk Aina.

Keipun ikut senang melihat kebahagiaan dua orang yang paling berharga dalam hidupnya itu.

==============
==============

“Ini adalah weekend… kau tak berniat untuk bekerja penuh hari ini kan?!” gerutu Natsumi yang melihat Ryosuke masih begitu rapi dengan jas yang menjadi ciri khasnya.

“Sebentar lagi kau akan pergi ke Fukuoka, jadi sebelum itu ayolah kita bermain basket seperti waktu kuliah dulu. Olahraga itu juga penting, kan…”
Lanjut Natsumi sambil memainkan bola basket di tangannya – membuat Ryosuke tak ada pilihan lain dan akhirnya iapun segera mengganti pakaiannya dan pergi ke lapangan basket di tengah kota bersama dengan tunangannya itu.

==============

Tibalah mereka berdua di sana…

Sebuah permainan dipenuhi dengan kebahagiaanpun terealisasi dari keduanya.

Memainkan bola basket berdua seperti ini benar-benar mengingatkan keduanya akan masa kuliah dulu.

Permainan terlihat begitu imbang. Tapi, bagaimanapun juga, Ryosuke pastilah lebih unggul, hingga akhirnya memang pemuda itulah yang memenangkan permainan ini.

“Bagaimana?! Bermain di udara terbuka seperti ini benar-benar menyenangkan, kan?!” kata Natsumi sambil memberikan sebuah handuk pada Ryosuke untuk menyeka keringatnya.

Tak lama obrolan itu berlangsung…

Dua sosok anak muda mendatangi mereka – anak kuliahan yang terlihat hendak menggunakan lapangan itu untuk bermain basket. Dua orang yang tak dikenal oleh Ryosuke, namun salah satunya dikenal baik oleh Natsumi.

Salah satu dari keduanya berjalan ke arah Ryosuke dan Natsumi berada.

“Sudah menyerah, bung?” tanya anak kuliahan itu pada Ryosuke. Alih-alih mendapatkan respon dari orang yang diajaknya bicara itu, si anak kuliahan malah mendapat tatapan marah dari Natsumi.

“Apa maksudmu dengan menyerah? Apakah kita sedang bertanding?” respon Natsumi memandangi pemuda yang beberapa tahun lebih muda darinya itu.

Entah apa alasannya, pemuda yang entah siapa ini malah kembali memakukan tatapannya pada Ryosuke yang masih tak menghiraukannya.
“Bagaimana kalau kita bertanding, pak tua?!”
Sungguh berani pemuda itu mengucapkan kata-kata itu di hadapan sang direktur muda ini.

Biarpun tak ada alasan bagi Ryosuke untuk menerima tantangan itu, berhubung ia masih ingin berolahraga, iapun mengiyakan ajakan si pemuda yang lebih muda darinya itu.

Dan alhasil…

Sebuah kemenangan telak…

Membuat anak kuliahan yang tadi begitu membanggakan dirinya itu kini hanya diam memakukan tatapan yang terkesan hampir menyerah.

Sebuah tangan terulur…

Ryosuke mengulurkan tangannya untuk membantu pemuda itu berdiri.

Melihat itu, Natsumipun mengembangkan senyumannya dan segera mendatangi kedua pria beda usia itu.
“Jadi siapa yang pak tua sekarang, Chinen?!” ejek Natsumi pada pemuda yang ternyata bernama Chinen itu – seorang pemuda yang begitu dikenalnya karena selama ini pemuda itulah yang menjadi tempatnya curhat – pemuda yang jelas-jelas masih mengejar cinta Natsumi – bahkan setelah gadis itu mengatakan bahwa dirinya sudah bertunangan, tetap saja Chinen tak menyerah dan akan tetap menunggu hingga gadis itu mau menerimanya.
Alasan itulah yang membuat Chinen menantang Ryosuke tadi…
Masih belum terima karena gadis yang disukainya telah bertunangan dengan pemuda kaya raya itu.

==============
==============

Di waktu yang sama…

Di tempat yang lain…

Aina dan Daiki tengah bekerja keras memenuhi antrian pengunjung yang membeli nasi daging giling mereka. Benar-benar tak menyangka penjualan mereka akan laku keras seperti itu di hari pertama berganti menu.

Hanya dalam sekejap waktu, jualan merekapun telah habis…

“Yahuuuiiiii…”
Daiki meloncat begitu bahagia…

Ini adalah hari pertama mereka dapat menjual habis apa yang mereka jual…
Dan akhirnya, malam itupun mereka merayakan kesuksesan pertama mereka itu.

Kei dan Daiki bernyanyi bersama sambil menari…

Sementara Aina, gadis itu turut bergembira sambil bertepuk-tepuk tangan mengiringi tarian kedua orang terdekatnya ini.

“Ah, kita harus membeli sake dan lain-lain untuk merayakan ini…,” usul dari Kei – membuat ayah dan anak itu akhirnya melakukan jan ken po untuk menentukan siapa yang akan keluar membeli minuman-minuman.
Tak disangka, Aina ikut menyerobot jan ken po itu – membuat dirinya menang dan akhirnya keluar untuk membeli apa yang telah disepakati tadi.

==============

Sekali lagi…

Memang takdir tak akan bisa diungkiri…

Aina bertemu dengan Ryosuke di mini market yang letaknya tak begitu jauh dari tempat tinggal Aina.

“Jadi tempat ini benar-benar tidak menerima kartu kredit?!” pemuda itu sedikit mendapat kesulitan karena ia tak membawa uang cash dalam kantongnya.

Melihat apa yang dialami pemuda itu, si gadispun meminta kasir untuk menghitung tagihan Ryosuke dan membayarnya.

==============

Aina menemani pemuda itu memakan makanan yang barusan dibelinya.

“Bagaimana kau bisa makan selarut ini?” tanya Aina dengan gerakan-gerakan tangannya.

“Makan?!” respon pemuda itu tak mengerti.
Hanya bagian itulah yang dipahami oleh Ryosuke.

Gadis itupun mengangguk sambil menunjuk jam dinding di mini market itu yang telah menunjukkan pukul 10 malam.

“Oh, maksudmu kenapa aku makan selarut ini?!”

“Karena sibuk bekerja tentunya,” terang Ryosuke yang kembali melanjutkan makannya.

Kembali si gadis memainkan tangannya. “Sebegitu sibukkah hingga kau lupa makan? Apa memang direktur itu adalah suatu pekerjaan yang sulit?”

Ryosuke menatap gadis itu bingung – mencoba mengikuti beberapa gerakan yang tadi dibuat oleh Aina.

“Bukan apa-apa,” itulah gerakan susulan Aina setelah mengingat bahwa pemuda itu tak memahami apa yang tadi disampaikannya.

“Ok, sekarang aku minta nomer handphonemu. Aku tak ingin berhutang pada siapapun. Aku akan mengembalikan uangmu tadi lain kali,” Ryosukepun mengeluarkan kalimat beruntun sambil mengeluarkan keitai kepunyaannya.

Si gadis tentu saja menolak – mengingat bahwa uang yang ia bayarkan tadi bukanlah jumlah yang banyak – dan ia memang ikhlas melakukannya.
Namun…
Tatapan intimidasi dari Ryosuke, membuat Aina tak memiliki pilihan lain, dan iapun akhirnya mengetikkan nomer handphonenya di keitai pemuda itu.

“Jadi siapa namamu?” tanya Ryosuke kembali – hendak menyimpan nomer gadis itu.
Dan gadis yang ditanyapun segera menuliskan namanya di meja dengan gerakan jemarinya.

“Matsu”

“Moto”

“Ai”

“Nami”

“Oh… Matsumoto Ainami ya…”

“Terima kasih atas bantuanmu tadi. Di pertemuan kita yang selanjutnya, aku akan membalasnya,” kalimat dari Ryosuke itu mengakhiri perbincangan mereka dan merekapun berpisah.

Gadis itu hendak pulang ke rumah untuk melanjutkan pesta mereka tadi. Sementara Ryosuke berjalan menuju mobilnya, hendak pulang juga tentunya.

Namun…
Tiba-tiba sesuatu terjadi sesaat setelah pemuda itu menduduki dudukan mobilnya.

Ia merasakan sakit yang luar biasa yang sebelumnya belum pernah dirasakannya.

Sakit yang teramat sangat hingga membuatnya bermandikan keringat hanya dalam sekejap detik.

Ryosuke memegangi perutnya erat-erat…
Kepalanya tertunduk…
Dan tanpa sengaja klakson mobilnyapun berbunyi bertepatan dengan kepalanya yang menghantam kemudi itu akibat sudah tak dapat mempertahankan posisi tegapnya.

“Pppiiiimmmm…”
Klakson itupun berbunyi nyaring…

Entah apa yang akan terjadi pada pemuda itu selanjutnya…

==============
Chap. 08 = Owari
==============


Next : Chapter 09

Monday 24 June 2013

[Fanfic] SILENCE Chap. 07 : Say Goodbye

Title : Silence
Cast : All Hey! Say! JUMP members and others

Chapter sebelumnya :

Satu kejadian lagi…
Membuat Aina semakin tak menyukai Ryosuke.
Seenaknya saja pemuda itu mengaku sebagai mantan pacarnya dan memeluknya tanpa ijin. Apalagi saat melihat senyuman yang terealisasi dari wajah tampan seorang Ryosuke, gadis itu malah semakin bertambah kesal.

Semakin banyak insiden terjadi…
Akankah keduanya akan kembali mengingat jati diri mereka di waktu mereka masih kecil itu?!


*********************************
Chapter 07 = Say Goodbye

*********************************

Malam itu Ryosuke mengajak Natsumi untuk makan malam di rumahnya – mengingat ia telah meninggalkan gadis berparas cantik ini ketika keduanya berjanji makan siang bersama kala itu, bertepatan dengan insiden penyiraman mie oleh si gadis bisu.

Natsumi sudah begitu dekat dengan kedua orang tua Ryosuke, bahkan masing-masing dari keluarga mereka sudah tidak sabar untuk menikahkan keduanya.

Ada sedikit kecanggungan kala itu…
Ketika Yuya merasa begitu tidak nyaman dengan tingkah isterinya yang entah kenapa selalu terlihat salah di hadapannya.

Ryosuke menyadari itu…
Memang selalu seperti itu…

Sikap ayahnya tak pernah berubah – tak pernah sedikitpun menunjukkan rasa sayang pada ibunya.

Natsumipun kembali mencoba mencairkan suasana. Kembali mengajak calon ayah mertuanya itu untuk mengobrol.

Senyumpun kembali terealisasi. Hanya Natsumi satu-satunya gadis yang mampu sedekat itu dengan Yuya Yamada – pebisnis yang terkenal tak memiliki hati bahkan pada keluarganya sendiri. Selalu bertindak atas apa yang ia mau, tak mau mempedulikan komentar dari siapapun.

Ya, seperti itulah kepala keluarga Yamada – Yamada Yuya.

Hanya mampu bersikap manis pada Natsumi.

Dari awal memang Yuya mendukung hubungan Ryosuke dengan gadis itu.

Sementara Ryosuke…
Pemuda itupun hanya mampu menggerakkan sumpitnya, meraih sebuah daging dan meletakkannya di mangkuk sang ibu.
Merasa begitu kasihan pada ibunya yang entah sudah berapa ribu kali dilihatnya sedih dan murung karena ulah si ayah.

Makan malam bersama itupun akhirnya selesai.

==============
==============

Ryosuke menghubungi taksi untuk mengantarkan gadis itu pulang, sementara di waktu yang sama, Natsumi berpamitan pada tuan dan nyonya Yamada.

“Tolong kirimkan taksi…”
Ryosuke mulai bersuara menanggapi jawaban telepon yang diterimanya.

“0935615446”



“0935615446”
Angka itu kembali diulanginya untuk kedua kali karena pihak pelayanan taksi di ujung telepon satunya merasa sedikit kesusahan saat mencatat nomer yang barusan diucapkan Ryosuke – nomer yang tak lain adalah nomer handphonenya.

Natsumi yang berdiri tak jauh dari Ryosuke menelponpun merasa sedikit aneh mendengar nomer yang dipakai oleh pemuda itu.

“Saya benar-benar tak mengerti kenapa Ryosuke menggunakan nomer handphone yang begitu sulit untuk diingat itu,” gadis itupun akhirnya merealisasikan pertanyaannya itu pada nyonya Yamada.

“Itu adalah nomer telpon rumah kami yang lama. Saat kami pindah, ia bilang, ia ingin menggunakan nomer itu karena seorang teman lama…” itulah jawaban yang didapat Natsumi – jawaban yang membuatnya mengerti kenapa Ryosuke tak pernah mengganti nomer itu bahkan sejak pertama ia mengenalnya semasa keduanya masih kuliah di Oxford.

==============
==============

Siang itu hari begitu cerah…
Nampak Ryosuke tengah berduaan dengan Natsumi – menikmati makan siang mereka.

Yah, mengingat kesibukan Ryosuke, memang teramat sulit bagi keduanya untuk pergi keluar berdua walaupun hanya sekedar untuk makan siang.
Tapi tidak untuk saat ini…

“Minggu depan aku akan ke Fukuoka untuk mengurus pembangunan anak perusahaan baru di sana,” Ryosuke memulai obrolan diiringi secangkir kopi yang tengah diseruputnya.

Nampak Natsumi segera memasang wajah cemberutnya. Tak habis pikir kenapa pacarnya yang satu ini selalu saja memiliki kesibukan yang harus membuat keduanya semakin jauh.

Ryosuke tersenyum kecil…
Ia menyadari apa yang tengah dipikirkan oleh gadis yang disukainya itu.

“Tapi sebelum itu, aku ingin memberimu sesuatu,” pemuda itupun segera meraih kotak kecil dari saku celananya – kotak imut berbalutkan kertas penuh gambar hati – cinta.

“Nona Natsumi, maukah kau menikah denganku?!”

Aauuww…

Gadis itu terperangah…

Benar-benar kejutan yang begitu tiba-tiba…

“Kau melamarku?” Natsumi masih belum percaya, mendengar kata-kata lamaran yang akhirnya mampu Ryosuke realisasikan di hadapannya.

Dan pada akhirnya, dengan lengkungan senyum yang menghiasi wajah keduanya, Ryosukepun membuka kotak kecil di tangannya – mengeluarkan sebuah cincin dari kotak itu, dan memakaikannya di jari manis Natsumi.

Namun,
Gerakan itu sempat terhenti…

Si pemuda kembali teringat pada gadis kecil dari kehidupannya 13 tahun lalu. Gadis yang sampai saat ini masih ia tunggu jawaban atas pernyataan yang ia uangkapkan sebelum keduanya berpisah.
Ironis…

Sayang…
Memandang Natsumi yang masih memajang senyum bahagianya, Ryosukepun akhirnya kembali menggerakan tangannya – memasang dengan sempurna cincin itu di jemari gadis di hadapannya ini.

Ryosuke kembali bersuara, “Ini sebagai bukti bahwa aku akan kembali lagi padamu setelah menyelesaikan pekerjaan di Fukuoka nanti,” senyum tipispun terealisasi.

“Hm… Fukuoka… Jadi nanti kau bisa bertemu lagi dengan Yuto, kan?!” Natsumi berkomentar, dan Ryosukepun hanya membalas dengan senyum indahnya.

“Yah, aku sudah tak melihatnya sejak kelulusan kita. Ia sudah menjadi dokter terkenal sekarang,” Ryosuke tersenyum mengingat masa-masa kuliah S2nya dulu dengan Yuto.

==============
==============

Sementara di tempat yang lain…
Di tempat penuh kenangan…

“Apakah ia masih mengingatku dan mengingat janji kami?!”

“Apakah ia akan benar-benar kembali sesuai janji yang telah kami buat dulu?!”

Aina terlihat memandangi lubang di dinding itu yang kini tertutup oleh batu – batu yang ia taruh bersama dengan Yamada Ryosuke – Martian yang entah berada di mana sekarang.

Gadis itu ingin menyampaikan perpisahan sejenak pada tempat rahasianya itu sekaligus ingin mengenang kembali anak laki-laki berbalutkan gibs di kakinya yang sampai saat ini entah kenapa masih selalu terngiang di kepalanya.

“Kaa-san, ini bukan perasaan cinta, kan?”

Ia menyempatkan diri kembali ke Osaka hanya demi tempat itu.

Gadis itu harus meninggalkan Tokyo untuk pengobatannya – pengobatan untuk dapat kembali mengembalikan suaranya yang telah hilang selama 13 tahun.

Arioka Kei mendapatkan pesangon yang lumayan untuk mengusahakan pengobatan yang lebih baik bagi gadis yang begitu disayanginya itu – biarpun sebelumnya pria paruh baya ini mengalami kesulitan untuk membujuk Aina yang bersikeras tidak ingin menggunakan uang pesangon itu demi dirinya sendiri karena uang itu adalah hak Kei sepenuhnya.

==============

Kembali pada Aina yang kini berada di Osaka…

Entak takdir atau apalah namanya…

Pemuda itu juga ada di sana sekarang.

Yamada Ryosuke…

Ia berkunjung ke Osaka untuk setidaknya mampir sebelum melanjutkan perjalanannya ke Fukuoka demi melakukan tinjauan awal atas tempat yang nantinya akan ia dirikan bangunan anak perusahaannya.

“dr. Okamoto?!”
Ryosuke menyapa dokter paruh baya itu…

“Kau Yamada Ryosuke, kan?” ternyata orang yang disapanya itu masih ingat padanya.

“Wah, kau terlihat semakin keren saja sekarang… Aku hampir saja tak mengenalimu andai gadis itu tak mampir ke sini beberapa saat lalu,” cerita Okamoto Keito yang beberapa saat lalu sempat bertemu dengan Matsumoto Ainami yang entah ada angin apa mampir ke rumah sakit kecil itu.

“Gadis itu?!” Ryosuke bertanya tak mengerti…

Keito Okamotopun tersenyum, “Iya, gadis yang begitu dekat denganmu saat kau dirawat di rumah sakit ini dulu. Ia baru saja menyapaku beberapa menit lalu.”

Ddeegghh…

Tanpa pamit, tanpa komentar…
Ryosuke langsung berlari begitu saja…

Berlari ke luar rumah sakit itu dan menuju tempat rahasia di bawah gereja tua – tempat yang menjadi rahasia antara dirinya dengan si gadis – sahabat yang begitu berarti baginya semasa keduanya dirawat di rumah sakit ini.

Ia terus berlari…
Berharap gadis itu akan berada di tempat itu.

Dan akhirnya, sampailah ia di sana…

Ia terengah-engah…

Dipandangnya ruangan kecil itu…
Tak ada siapapun di sana.

Pemuda itu yakin…
Gadis itu belum jauh dan masih ada di sekitar tempat itu.

Iapun kembali berlari dan mencari.

Tak pernah tahu, gadis yang begitu ia ingin temukan ini baru saja berpapasan dengannya namun ia tak menyadari keberadaan gadis itu yang juga baru saja berjalan melewatinya.

Ia melihat seorang gadis yang baru saja memasuki mobil.

“Mungkin saja itu adalah dia…,” itulah yang ada di pikiran Ryosuke yang juga segera berlari ke arah mobilnya sendiri dan langsung memacu mobil itu cepat demi mengejar mobil yang baru saja dikemudikan oleh gadis yang baru saja di lihatnya.

Sayang…
Karena begitu berkosentrasi pada mobil di hadapannya itu, ia tak melihat mobil lain yang melaju dari arah yang berlainan.

Tabrakan klasik hampir saja terjadi…
Ryosuke membanting setirnya dengan kuat – begitu terkejut menghindari mobil yang hampir saja menubruknya.

Mobil itupun menyelip dan berhenti tepat di ujung pinggir jalan. Sedikit keberuntungan bagi pemuda itu, mobilnya tak terperosok jatuh mengingat tak ada pembatas jalan di jalanan itu.
Dan akhirnya…
Mobil itupun mogok tak lagi mau berjalan mengikuti kemauan si empunya mobil.

Tapi…
Bagaimana bisa ia menyerah…

13 tahun ia terus teringat akan gadis itu…
Dan kini…
Ada kesempatan baginya untuk kembali bersua dengannya.

Pemuda itupun akhirnya melepaskan jas dan dasinya dan memutuskan untuk segera berlari mengejar mobil tadi sekuat tenaga. Namun sayang…
Tentu saja ia tak akan mampu mengejar laju kendaraan roda empat itu dengan kedua kakinya.

Iapun tertunduk di jalanan itu.
Terengah-engah luar biasa saking lelahnya mengejar…

Keringatpun mengalir deras…

==============

“Pim… pim…”

Klakson mobil terdengar…

Sebuah mobil baru saja melewati pemuda itu – mobil yang entah kenapa kembali berjalan mundur setelah sempat melewatinya tadi.

Mobil yang tak lain dikendarai oleh seorang gadis bisu – mobil yang juga digunakan untuk berjualan mie.

Gadis itu memandangi Ryosuke beberapa saat. Dan pemuda yang dipandangpun membalas dengan pandangan yang sama.

“Butuh tumpangan?!” sebuah isyarat gerakan tanganpun terlihat dari sosok gadis bisu itu. Tak lupa diiringi dengan senyum mengejeknya – mengingat keduanya sempat beberapa kali terlibat insiden yang tak mengenakan yang membuat keduanya kini bermusuhan.

Dan apakah yang akan terjadi dengan keduanya selanjutnya?!


==============
Chap. 07 = Owari
==============


Next : Chapter 08

Followers