Wednesday 18 April 2012

Konsep Bunga dan Riba


a.        Pengertian bunga
Bunga merupakan terjemahan dari kata interest. Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan, bahwa "interest is a charge for a financial loan, usually a precentage of the amount loaned". Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Pendapatan lain menyatakan interest yaitu sejumlah uang yang dibayar  atau dikalkulasi untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau persentase modal yang bersangkutan paut dengan itu yang dinamakan suku bunga modal."
Sedangkan kata riba berarti; bertumbuh, tumbuh dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara', apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an. Riba sering diterjemahkan orang dalam bahasa Inggris sebagai "usury" yang artinya "the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest" sementara para ulama fiqh mendefinisikan riba dengan kelebihan harta dalam suatu muamalah dengan tidak ada imbalan/gantinya. Maksud dari pernyataan ini adalah tambahan terhadap modal uang yang timbul akibat transaksi utang piutang yang harus diberikan terutang kepada pemilik utang pada saat utang jatuh tempo. Aktivitas semacam ini, berlaku luas di kalangan masyarakat Yahudi sebelum datangnya Islam, sehingga masyarakat Arabpun sebelum dan pada masa awal Islam melakukan muamalah dengan cara tersebut.
Oleh karena itu, apabila kita menarik pelajaran masyarakat barat, terlihat jelas bahwa "interest" dan "usury" yang kita kenal saat ini pada hakekatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang, umumnya dalam persentase. Istilah "usury" muncul karena belum mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa harus menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar. Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. 
b.        Macam-macam riba
Ulama fiqh membagi riba menjadi dua macam, yaitu riba fadl dan riba an-nasi'ah. Riba fadl adalah riba yang berlaku dalam jual beli yang didefinisikan oleh para ulama fiqh dengan "kelebihan pada salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan dengan ukuran syarak." Yang dimaksud ukuran syarak adalah timbangan atau ukuran tertentu. Misalnya, satu kilogram beras dijual dengan satu sepertempat kilogram. Kelebihan 1/4 kilogram tersebut disebut riba fadl. Jual beli semacam ini hanya berlaku  dalam barter.
Riba an-nasi'ah adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila waktu jatuh tempo sudah tiba, ternyata orang yang berutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya, maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula.
c.        Larangan riba
Kajian tentang larangan riba di dalam pandangan Islam, telah jelas dinyatakan dalam Al-Qur'an ( 2 : 278 ). Larangan tersebut dilatar belakangi suatu peristiwa atau asbabun nuzulnya ayat yang dinyatakan: "dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat 278 – 279 ( QS : 2) berkenaan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada Gubernur Mekah, yaitu 'Attab bin As-syad tentang utang-utangnya yang beriba sebelum ada hukum penghapusan riba, kepada Banu 'Amr bin 'Auf dari suku Tsaqif. Bani Mughrirah berkata kepada "Attab bin As-yad: "kami adalah manusia yang paling menderita akibat dihapusnya riba. Kami ditagih membayar riba oleh orang lain, sedang kami tidak mau menerima riba karena mentaati hukum penghapusan riba". Maka berkata Banu 'Amr: "kami minta penyelesaian atas tagihan riba kami". Maka Gubernur 'Attab menulis surat kepada Rasulullah Saw. Yang dijawab oleh Nabi Saw sesuai dengan ayat 278 – 279 : "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman; "maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

Konsep Uang


a.        Uang dalam konsep ekonomi konvensional
Uang berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Mulanya uang berbentuk barang komoditas atau barang barter, kemudian berevolusi ke dalam bentuk mata uang, baik dalam bentuk logam maupun kertas. Meskipun demikian keduanya disahkan dan diakui sebagai alat pembayaran. Dengan adanya uang sebagai alat tukar, maka kegiatan ekonomi (jual beli, tukar menukar) menjadi lebih mudah dilaksanakan. Dengan kata lain, uang muncul sebagai terobosan untuk menghilangkan kesukaran-kesukaran yang diakibatkan proses transaksi dengan sistem barter. Untuk itulah orang menciptakan uang. Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum dan dari sisi fungsi. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang, jika ada aturan atau  hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai alat tukar menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah pendapat Fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, bahwa uang berfungsi sebagai alat untuk (1) transaksi, (2) spekulasi dan (3) jaga-jaga (precautionary).
Hadirnya uang dalam sistem perekonomian akan mempengaruhi perekonomian suatu negara, yang biasanya berkaitan dengan kebijakan-kebijakan moneter. Pada umumnya analisis ekonomi suatu negara ditentukan oleh analisis atas ukuran uang yang beredar. Samuelson mengatakan bahwa banyak ekonom percaya bahwa perubahan jumlah uang beredar dalam jangka panjang terutama akan menghasilkan tingkat harga, sedangkan dampaknya terhadap output real, adalah sedikit atau bahkan tidak ada.
b.        Uang dalam konsep ekonomi Islam
Sebagai perbandingan dengan teori ekonomi konvensional kapitalisme Islam membicarakan uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan. Mengapa uang berfungsi? Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa dijual atau dibeli secara kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW, bahwa tidak hanya mengumumkan bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga melarang pertukaran uang dan beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya. Efeknya adalah mencegah bunga uang yang masuk ke sistem ekonomi melalui cara yang tidak diketahui.
Di dalam ekonomi Islam uang bukanlah modal. Sementara ini kita kadang salah kaprah menempatkan uang. Uang kita sama artikan dengan modal (capital). Uang adalah barang khalayak (masyarakat luas / public goods). Uang, bukan barang monopoli seseorang. Jadi semua orang berhak memiliki uang yang berlaku di suatu negara. Sementara modal adalah barang pribadi atau orang per orang. Jika uang sebagai flow concept sementara modal adalah stock concept.
Secara definisi uang adalah benda yang dijadikan sebagai ukuran dan penyimpanan nilai semua barang. Dengan adanya uang maka dapat dilakukan proses jual beli hasil produksi. Dengan uang hasil  penjualannya itu, ia dapat membeli barang-barang keperluannya. Jika dengan sengaja orang menumpuk uangnya atau tidak dibelanjakan berarti uang tersebut tidak beredar. Hal ini sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli produk-produk di pasaran. Jadi proses jual beli tidak dapat dipisahkan dengan uang.
c.        Fungsi Uang
Secara umum, fungsi uang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
Uang sebagai alat tukar
Fungsi uang sebagai alat tukar sebenarnya memisahkan fungsi yang berkaitan dengan keputusan membeli dengan keputusan menjual. Uang sebagai alat tukar-menukar dapat menghilangkan kesamaan keinginan antara pembeli dan penjual sebelum terjadinya pertukaran. Kesamaan keinginan harus ada lebih dahulu untuk terjadinya tukar-menukar barang dengan barang (barter). Dengan adanya uang, maka tidak akan terjadi kesamaan keinginan untuk melakukan pertukaran. Dengan demikian, proses pertukaran berubah: barang ditukar dengan uang, atau dengan uang dapat membeli barang lain.
Uang sebagai satuan pengukur nilai
Dengan adanya uang, nilai suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan. Seorang dapat mengukur nilai suatu mobil atau rumah dengan satuan uang, seperti rupiah, dolar, dan sebagainya.

Kalimat Efektif


Kalimat dikatakan efektif apabila berhasil menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, maupun pemberitahuan sesuai dengan maksud si pembicara atau penulis.
Ciri-ciri kalimat efektif:
1.      kesepadanan
2.      kesejajaran bentuk
3.      penekanan
4.      kehematan dalam mempergunakan kata
5.      kevariasian dalam struktur kalimat

  1. Kesepadanan dan Kesatuan
a.       Subjek dan predikat
Subjek dapat berupa kata atau kelompok kata
-          Orang yang duduk di pojok itu tetangga saya.
-          Pada malam hari suhu udara terbuka menurun dengan cepat.
b.      Kata penghubung intrakalimat dan antarkalimat
-          Kami semua bekerja keras, sedangkan dia hanya bersenang-senang.
-          Dia sudah berkali-kali tidak menepati janjinya padaku. Karena itu, aku tidak dapat mempercayainya lagi.
c.       Gagasan pokok
Gagasan pokok biasanya diletakkan di depan
Jika kalimat majemuk >> ide pokok harus berada pada (sebagai) induk kalimat.
Contoh:
-          Ia ditembak mati ketika masih dalam tugas militer.
-          Ia masih dalam tugas militer ketika ditembak mati.
d.      Penggabungan dengan “yang” dan “dan”
Dua klausa atau dua kalimat digabung dengan “yang” >> kalimat majemuk bertingkat
Dua kalimat digabung dengan kata “dan” >> kalimat majemuk setara.
Contoh:
(1)   a. Masyarakat merasakan bahwa mutu pendidikan kita masih rendah.
b. Perbaikan mutu pendidikan adalah tugas utama perguruan tinggi.
(2)   a. Kongres lingkungan hidup diadakan di Kanada
b. Kongres itu membicarakan beberapa masalah.
e.       Penggabungan yang menyatakan “sebab’ dan “waktu” >> karena + ketika
(1)   Ketika banjir besar melanda kampung itu, penduduk….
(2)   Karena banjir besar melanda kampung itu, penduduk….
f.       Penggabungan kalimat yang menyatakan hubungan akibat dan hubungan tujuan.
-          sehingga >> hubungan “akibat”
-          agar/supaya >> hubungan “tujuan”
(1)   Semua peraturan telah ditentukan.
(2)   Para mahasiswa tidak bertindak sendiri-sendiri.

  1. Kesejajaran Bentuk (paralelisme)
Kesejajaran akan membantu memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Contoh:
Penyakit pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan dan berbahaya sebab pencegahan dan cara pengobatannya tidak ada yang tahu.

  1. Penekanan dalam Kalimat
Inti pikiran/ ide pokok ditonjolkan lewat beberapa cara.
(1)   posisi dalam kalimat
Mengedepankan bagian yang penting >> subjek, predikat, objek, keterangan.
(2)   urutan yang logis
Secara kronologis, urutan makin lama makin penting, menggambarkan sesuatu proses.
(3)   pengulangan kata
Dalam pembiayaan harus ada keseimbangan antara pemerintah dengan swasta, keseimbangan domestik dengan luar negeri, keseimbangan…..

  1. Kehematan dalam mempergunakan kata
(1)   Pengulangan subjek
Pemuda itu segera mengubah rencananya setelah dia bertemu dengan pemimpin perusahaan.
(2)   Hiponimi
Presiden SBY menghadiri rapim ABRI hari Senin, bulan Oktober, tahun 2006.
(3)   Pemakaian kata depan “dari” dan “daripada”
-          Anak dari tetangga saya hari ini akan dilantik.
-          Sejarah daripada perjuangan bangsa ikut memberi….

  1. Kevariasian dalam struktur kalimat
(1)   Cara memulai
-          subjek pada awal kalimat
-          predikat pada awal kalimat (infersi)
-          kata modal pada awal kalimat
-          frase pada awal kalimat
Kata-kata modal: tentu, barangkali, mungkin, memang, jarang, sebetulnya, dsb.

Friday 13 April 2012

Tujuan Laporan Keuangan Akuntansi Syariah


Sesuai dengan tujuan syari’ah yang berusaha untuk menciptakan maslahah terhadap seluruh aktivitas manusia tidak terkecuali dalam aktivitas ekonomi yang didalamnya juga melingkupi aktivitas akuntansi, maka akuntansi yang direfleksikan dalam laporan keuangan memiliki tujuan yang tidak bertentangan dengan tujuan syari’ah. Untuk merealisasikan tujuan tersebut Harahap (1999:120) menyebutkan bahwa pemberian informasi akuntansi melalui laporan keuangan harus dapat menjamin kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan diantara pihak-pihak yang mempunyai hubungan ekonomi hal ini sejalan dengan pernyataan Harahap (2001:120) inti prinsip ekonomi syari’ah menurut Al-Qur’an adalah: keadilan, kerjasama, keseimbangan larangan melakukan transaksi apapun yang bertentangan dengan syari’ah, eksploitasi dan segala bentuk kedhaliman (penganiayaan). Secara tegas Triyuwono (2000:25) menyampaikan bahwa tujuan akhir akuntansi syari’ah [laporan keuangan] adalah untuk mengikat para individu pada suatu jaringan etika dalam rangka menciptakan realitas sosial (menjalankan bisnis) yang mengandung nilai tauhid dan ketundukan kepada ketentuan Tuhan, yang merupakan rangkaian dari tujuan syari’ah yaitu mencapai maslahah (Hidayat, 2002b:431).
                Tujuan akuntansi syari’ah sangat luas, namun demikian penekanannya adalah pada upaya untuk merealisasikan tegaknya syari’ah dalam kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh manusia (Adnan, 1997, Triyowono, 2000 dalam Harahap, 2001:120). Selanjutnya Adnan (1996) untuk menspesifikkan tujuan akuntansi syari’ah membagi menjadi dua tingkatan yaitu 1) tingkatan ideal, dan 2) tingkatan pragmatis. Pada tataran ideal tujuan akuntansi syari’ah adalah sesuai dengan peran manusia dimuka bumi dan hakekat pemilik segalanya (QS, 2:30, 3:109, 5:17, 6:165), maka sudah semestinya yang menjadi tujuan ideal dari laporan keuangan adalah pertang-gungjawaban muamalah kepada Tuhan Sang Pemilik Hakiki, Allah swt. Namun karena sifat Allah Yang Maha Tahu segalanya, tujuan ini bisa dipahami dan ditransformasikan dalam bentuk pengamalan apa yang menjadi perintah syari’ah. Dengan kata lain, akuntansi [laporan keuangan] terutama harus berfungsi sebagai media penghitungan zakat, karena zakat merupakan bentuk manifestasi kepatuhan seseorang hamba atas perintah Tuhan. Tujuan pragmatis dari Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan] diarahkan pada upaya menyediakan informasi kepada stakeholder dalam mengambil keputusan (Adnan, 1999:4 dalam As’udi dan Triyuwono, 2001:87).
                Khan (1992) mengidentifikasi tujuan laporan keuangan akuntansi syari’ah, sebagai berikut:
1.     Penentuan laba-rugi yang tepat. Kehati-hatian harus dilaksanakan dalam menyiapkan laporan keuangan agar dapat mencapai hasil yang sesuai dengan syari’ah, dan konsisten dalam pemilihan metode yang digunakan sehingga dapat menjamin kepentingan semua pihak (pengguna laporan keuangan). Penentuan laba rugi yang tepat juga sangat urgen dalam rangka menghitung kewajiban zakat, bagi hasil, dan pembagian laba kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
2.     Meningkatkan dan menilai efisiensi kepemimpinan. Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar untuk menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijakan-kebijakan yang sehat.
3.     Ketaatan pada hukum syari’ah. Setiap aktivitas yang dijalankan oleh entitas usaha harus dapat dinilai hukum halal-haramnya.
4.     Keterikatan pada keadilan. Dalam rangka mewujudkan tujuan utama dari syari’ah adalah menciptakan maslahah, dan keadilan adalah bagian yang terpenting dalam mencapai maslahah, maka penegakan keadilan adalah mutlak adanya.
5.     Melaporkan dengan benar. Entitas usaha selain bertanggung jawab terhadap pemilik juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian berarti pula bahwa entitas usaha memiliki tanggung jawab sosial yang melekat. Informasi harus berada dalam posisi yang terbaik untuk melaporkan hal ini.
6.     Adaptable terhadap perubahan. Peranan akuntansi yang sangat luas menuntut akuntansi agar peka terhadap tuntutan kebutuhan, agar akuntansi senantiasa dapat difungsikan oleh masyarakat sesuai tuntutan kebutuhannya.
                Dalam merealisasikan tujuan Harahap (2001:120) membagi fungsi Akuntansi Syari’ah sebagai berikut: 1) untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, 2) untuk memberikan informasi, 3) untuk melakukan pencatatan, dan 4) untuk memberikan pertanggungjawaban.
                Dalam pendekatan sumber-sumber fikih Islam dan riset ilmiah Akuntansi Syari’ah, Syahatah (2001:44) membagi tujuan Akuntansi Syari’ah [laporan keuangan] dalam 1) hifzul amwal (memelihara uang), para ahli tafsir menafsirkan  kata faktubuhu (QS,2:282) yang berarti “tuliskanlah” perintah tersebut adalah untuk menuliskan satuan uang (nilai dari harta), 2) bukti tertulis [pencatatan] ketika terjadi perselisihan, Ibnu Abidin dalam kitabnya al-amwal yang dikutip (Syahatah, 2001:46) si penjual, kasir, dan agen adalah dalil (hujjah yang dapat dijadikan bukti) menurut kebiasaan yang berlaku, diperkuat dengan firman Allah (2:282) “... [pencatatan itu] lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak [menimbulkan] keraguanmu ...”, 3) dapat membantu dalam pengambilan keputusan, salah satu fungsi pencatatan adalah menghilangkan keragu-raguan yang berarti pula bahwa dengan dasar catatan yang dapat dipercaya akan dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik, dan 4) menentukan besarnya peng-hasilan yang wajib dizakati,  pada periode awal akuntansi tujuan laporan keuangan lebih ditekankan pada pemenuhan kewajiban zakat.

Prinsip-Prinsip Akuntansi Syariah


Berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah masalah akuntansi akan berkait pula dengan prinsip-prinsip syari’ah, karena syari’ah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan falsafah moral. Dengan demikian syari’ah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia termasuk di dalam hal akuntansi (Muhammad, 2002:112). Wan Ismail Wan Yusoh (2001 dalam Harahap, 2001:212) mengemukakan beberapa syarat sebagai dasar-dasar akuntansi syari’ah, sebagai berikut: 1) benar (truth) dan sah (valid), 2) adil (justice), yang berarti menempatkan sesuatu sesuai dengan peruntukannya, diterapkan terhadap semua situasi dan tidak bias, harus dapat memenuhi kebutuhan minimum yang harus dimiliki oleh seseorang, 3) kebaikan (benevolence/ihsan), harus dapat melakukan hal-hal yang lebih baik dari standar dan kebiasaan. Sebenarnya prinsip-prinsip akuntansi konvensional telah mema-sukkan aspek-aspek seperti yang diutarakan di atas hanya saja prinsip conservatism yang selalu membela kepentingan pemilik modal menjadi tidak sejalan dengan prinsip-prinsip akuntansi syari’ah (Adnan, 1997 dalam Harahap, 2001:213).
                Muhammad (2002:114-115) mencoba merumuskan prinsip-prinsip akun-tansi syari’ah dengan membagi dua bagian: 1) berdasarkan pengukuran dan penyingkapan, dan 2) berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana.
                Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pengukuran dan penyingkapannya terdiri dari, 1) Zakat: penilaian bagian-bagian yang dizakati diukur secara tepat, dibayarkan kepada mustahik sesuai yang dikehendaki oleh Al-Qur’an (delapan asnaf) atau zakat dapat pula disalurkan melalui lembaga zakat yang resmi. 2) Bebas bunga: Entitas harus menghindari adanya bunga dalam pembebanan-pembebanan dari transaksi yang dilakukan, menghindari hal ini akan lebih tepat bila entitas berbentuk bagi hasil atau bentuk lain yang sifatnya tidak memakai instrumen bunga. 3) Halal: menghindari bentuk bisnis yang berhubungan dengan hal-hal yang diharamkan oleh syari’ah, seperti perjudian, alkohol, prostitusi, atau produk yang haram lainnya. Menghindari transaksi yang bersifat spekulatif, seperti bai’ al-gharar; munabadh dan najash.
                Prinsip akuntansi syari’ah berdasarkan pemegang kuasa dan pelaksana terdiri dari: 1) Ketaqwaan: mengakui bahwa Allah adalah penguasa tertinggi. Allah melihat setiap gerak yang akan diperhitungkan pada hari pembalasan. Dapat membedakan yang benar (al-haq) dan yang salah (al-bathil). Mendapatkan bimbingan dari Allah dalam pengambilan keputusan. Mencari ridha dan barakah Allah dalam menjalankan aktivitas. 2) Kebenaran: visi keberhasilan dan kegagalan yang meluas ke dunia mencapai maslahah. Menjaga dan memperbaiki hubungan baik dengan Allah (hablun min Allah) dan menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablun min al-nas). 3) Pertanggungjawaban: Pertanggung-jawaban tertinggi adalah kepada Allah, berlaku amanah. Mengakui kerja adalah ibadah yang selalu dikaitkan dengan norma dan nilai “syari’ah”. Merealisasikan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Berbuat adil kepada sesama ciptaan Allah, bukan hanya kepada manusia.
                Merujuk dari investigasi yang dilakukan oleh Syahatah (2001:73-92) kaidah akuntansi yang terpenting berdasarkan hasil istimbath dari sumber-sumber hukum Islam (syari’ah), adalah sebagai berikut:
1.     Independensi jaminan keuangan. Perusahaan hendaklah mempunyai sifat yang jelas dan terpisah dari pemilik perusahaan.
2.     Kesinambungan aktivitas. Kaidah ini memandang bahwa aktivitas suatu per-usahaan itu mesti berkesinambungan (terus beraktivitas).
3.     Hauliyah (pentahunan/penetapan periode). Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an (9:36) “sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan ...” jadi periode akuntansi syari’ah lebih tepat memakai putaran tahun, karena hal tersebut juga berhubungan dengan nisab zakat yang menggunakan bilangan tahun.
4.     Pembukuan langsung dan lengkap secara detail. Kaidah ini menghendaki pembukuan secara rinci dalam mencatat transaksi, dimuali dari tanggal, bulan, tahun, dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan, hal ini disarkan perintah dalam Al-Qur’an (2:282) “uktubuhu” perintah mencatat kemudian “ila ajalin musamma” menunjukkan suatu tanggal kejadian tertentu.
5.     Pembukuan disertai dengan penjelasan atau penyaksian obyek. Kaidah ini menghendaki pembukuan semua aktivitas ekonomi keangan berdasarkan dokumen-dokumen yang mencakup segia bentuk dan isi secara keseluruhan. Dalam fikih Islam, bentuk ini disesbut pencatatan dengan kesaksian.
6.     Pertambahan laba dalam produksi, serta keberadaannya dalam perdagangan. Dalam fikih islam, laba dianggap sebagai perkembangan pada harta pokok yang terjadi dalam masa haul (periode akuntansi), baik setelah harta itu diubah dari barang menjadi uang meupun belum berubah. Kaidah inilah yang dipakai dalam menghitung zakat mal.

Produk Perbankan Syariah



Bank syariah memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi modern saat ini. Peranan dari perbankan syariah adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana dan menyalurkannya kepada masyarakat yang membutuhkan dana tersebut. Bank disini sebagai lembaga pelayanan masyarakat yang membutuhkan dana untuk usaha dan kegiatan lainnya.
Secara umum perbankan syariah memiliki tiga produk yaitu:
1.      Produk penghimpunan dana (Funding)
2.      Produk Penyaluran dana (financing)
Penghimpunan dana dari masyarakat kepada bank syariah menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.1.1.      Prinsip Al-Wadi’ah
Al-Wadi’ah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki[1]. Landasan hukum adalah surat An-Nisa’ ayat 58:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(An-Nisa’: 58).
Selain itu terdapat pula dalam hadits Rosulullah yaitu:
Artinya : “Abu Hurairoh Meriwayatkan bahwa Rosulullah saw. Bersabda, “ssampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada kepada yang berhak meneriamanyadan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi hadist ini hasan, sedangkan Imam Hakim mengategorikannya Shahih)
1.1.2.      Prinsip Al-Mudharabah 
Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul dan berjalan. Pengertian memukul dan berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha[2].
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seratus persen modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelailaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelailaian si pengelola, si pengelola harus pertanggung jawab atas kerugian tersebut[3].
Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzzammil ayat 20 sebagai berikut:
إِنَّ رَبَّكَ يَعْلَمُ أَنَّكَ تَقُومُ أَدْنَى مِنْ ثُلُثَيِ اللَّيْلِ وَنِصْفَهُ وَثُلُثَهُ وَطَائِفَةٌ مِنَ الَّذِينَ مَعَكَ وَاللَّهُ يُقَدِّرُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ عَلِمَ أَنْ لَنْ تُحْصُوهُ فَتَابَ عَلَيْكُمْ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الأرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Muzzammil: 20)
Yang menjadi dasar dari surat al-Muzzammil: 20 adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti “melakukan suatu perjalanan usaha”.

Monday 9 April 2012

Hey! Say! JUMP Fanfiction - Unforgetable Moments [01]



UNFORGETABLE MOMENTS (SEASON 2)
By : 凛 藤山

Chapter 01 : Indonesia?!

*****************

“Pip.. pip.. pip..,” lantunan nada yang membosankan itu melantun begitu biasa – membuat sosok yang tengah belajar serius ini segera mengambil benda persegi panjang – oknum benda yang menimbulkan suara tak nyaman didengar barusan.
Wajahnya memanas – sedikit merasa kesal karena waktu belajarnya terganggu oleh keitai kepunyaannya itu. Bagaimana tidak?! Pemuda ini tengah sibuk mengerjakan skripsinya untuk bisa lulus tahun ini.

Siapapun tahu bagaimana kosentrasi seseorang yang tengah menatap layar kotak komputer saat tengah mengerjakan skripsi.
Kosentrasi penuh?!
Tidak ingin diganggu?!
Absolutely yes…
Ya… satu kata yang akan menjadi jawaban para mahasiswa tingkat akhir yang tengah menyusun skripsinya termasuk pemuda yang satu ini.

Baru saja ia hendak mematikan benda persegi panjang yang kini telah berada dalam genggaman tangannya itu. Jemari lentiknya mulai beraktivitas menekan satu tombol untuk mengetahui oknum pengirim email yang barusan mengganggu belajarnya – melihat si pengirim terlebih dulu sebelum memantabkan niatnya untuk mematikan keitai itu.

“V-chan?!” senyuman terulas – mendinginkan wajah kawaii pemuda itu yang memanas beberapa detik lalu. Buru-buru ia melupakan teks skripsi di depannya dan segera memberikan perhatian penuh pada teks email di keitai pink yang telah dengan nyaman nangkring di genggaman tangan si empunya.

Subject : Invitation
Content:

Kei-chan, next Saturday is my birthday. I want to meet you again in my birthday, like a year ago.
Though it seems impossible, that’s just my wish.

Keep fighting na--!! ^^m

Inoo masih memandangi teks email itu. Kejadian setahun lalu dan hari-hari setelah itu masih mampu diingatnya dengan sangat baik.

Secarik kertas yang ia selipkan di dalam kaos yang ia berikan pada gadis itu setahun lalu, membuat hubungan mereka terus berlanjut hingga sekarang – secarik kertas berisikan email kepunyaannya dan satu email lain yang dengan sengaja ia tuliskan atas permintaan pribadi dari si empunya email – alasan yang membuatnya tetap mampu berkomunikasi dengan gadis yang menjadi cinta pertamanya itu.
Gadis yang pertama kali ditemuinya di harajuku.
Gadis yang sempat ia genggam tangannya.
Gadis yang secara nyata telah mendengarnya mengucapkan kata cinta.
Gadis yang secara pribadi ia minta agar tidak memanggil marganya.
Ya…
Gadis yang sama yang telah meramaikan hidupnya setahun ini dengan mengiriminya email setiap hari.

Ia masih terpaku
Setahun ini ia diam-diam terus berkirim email dengan gadis itu.
Kita anggap saja pemuda ini cukup pandai untuk tidak terang-terangan membiarkan yang lainnya tahu akan tindakannya yang sudah mirip pria yang tengah jatuh hati pada seorang gadis dan serius dengan hubungannya.
Apanya yang salah dengan hal itu?! Bukankah mencintai itu adalah hal yang wajar?!

Tapi tidak demikian dengan pemuda yang satu ini.
Ia tidak boleh seenaknya menaruh hati pada seorang gadis dan secara terang-terangan mengumumkan rasa sukanya itu.
Inoo Kei…
Seorang Johnny’s dengan kemampuan akademik tertinggi di talent agencynya, dan tentunya kalian kenal perusahaan ini yang siapapun tahu seberapa ketat aturan di sana.

*****************

Gedung Johnny’s

“Yama-chan, bangun…,” Yuto dengan kasar mengguncangkan tubuh sahabatnya yang tengah tidur pulas di atas sofa merah mewah yang tertata rapi di sudut ruang latihan Jimusho – tidur bagai pangeran di negeri dongeng yang tengah bermimpi meminang putri cantik.

Entah setan apa yang tengah merasuki pemuda yang dijuluki tiang listrik oleh para fansunya itu, ia seakan ingin sekali agar sahabatnya itu segera bangun. Sepertinya ada sesuatu maha penting yang ingin dikatakannya – hal penting yang jauh lebih penting daripada insiden bom atom di Hiroshima dan Nagasaki hampir 67 tahun yang lalu.

Sekali lagi ia mencoba memaksa pangeran tidur itu agar bangun dan segera mendengarkan rentetan kalimat maha penting yang hendak ia sampaikan.

Berulang kali tubuh itu digoncangkan dengan kasar, tapi tetap saja oknum yang tengah terlelap itu tak menggubris gangguan dari sahabat sedari kecilnya yang masih saja membuatnya tak nyaman dengan gangguannya itu.

Yuto menyerah…
Raut wajahnya berubah.
Bukan marah ataupun murka karena tak berhasil membangunkan sahabatnya itu,
Melainkan ingin menangis karena tak tau lagi apa yang harus dilakukannya tuk mengembalikan sahabatnya dari alam mimpinya.

Ia hendak mencoba membangunkan sekali lagi. Mencoba untuk terakhir kali sebelum benar-benar menyerah.
Jemari-jemarinya yang panjang baru saja mendarat ringan di tubuh Yamada Ryosuke, namun apa dikata, niatannya belum sempat terlaksana, ia sudah mendapatkan sebuah sentuhan tak nyaman yang membuatnya mematung sesaat.

“Argh Yuto, kenapa sih.. ganggu orang tidur saja kau ini…,” sebuah sabetan lengan mendarat telak di pipi kanan Yuto tadi – sabetan lengan yang tentu saja tidak disengaja dari oknum yang tengah menguap sambil meregangkan lengan-lengannya yang kaku sehabis tidur seharian.

Matanya berkaca-kaca. Pemuda itu rasa-rasanya akan menangis sebentar lagi. “Yama-chan, kalau kau marah, jangan menamparku, itu sangat menyakitkan bagiku…,” akhirnya pemuda jangkung itu menangis juga. “Orangtuaku saja belum pernah menamparku seperti itu,” ia menggerutu sambil mengusap bersih air mata yang membuat tampangnya terlihat tak sebening biasanya.

“Gomen, gomen, aku kan tidak sengaja. Mana mungkin aku sampai hati menampar dirimu, Yuto?!” Yamada meraih pundak Yuto dan mendekatkan kepala sahabatnya itu hingga kini telah menempel di dada bidangnya. “Sudah, jangan menangis lagi. Aku minta maaf,” lanjutnya sambil membantu Yuto mengusap sisa air mata di pipi kanannya. “Jangan menangis ya,” ia menambahi dengan belaian yang sangat lembut.
Menepuk-nepuk ringan punggung Yuto agar menghentikan isakannya.

“Ehem…” suara dehaman terdengar. Mengiringi kepala kepunyaan orang lain yang tengah menyembul dari balik pintu. “Haduh, sore-sore begini kalian masih saja main suami istri sehabis bertengkar. Kalau orang yang tidak mengenal kalian melihat adegan kalian ini, bisa-bisa kalian akan dinominasikan untuk memenangkan piala oscar sebagai pasangan homo terbaik.

“Ii ne.. kami bukan homo”
“Yabu-kun juga sering memeluk Hikaru-kun kalau kau lagi menangis deshou?”
Keduanya menyanggah – tidak ingin dikatai homo oleh orang yang tingkat ke-homo-annya mirip dengan mereka itu – Yaotome Hikaru.

Sosok penengah datang.
Datang dengan begitu bijaksananya bagai seorang raja yang tengah memijakkan kakinya berjalan gagah di atas karpet merah yang membentang panjang.
“Sudahlah, sesama homo dilarang saling menghina,” kata sosok itu dengan santai – sosok yang tak lain adalah Yuya Takaki yang baru saja datang ke Jimusho untuk latihan.

“Kok kita jadi membicarakan masalah homo sih?” Yuto berdiri tegap, sudah tak lagi menangis. Wajahnyapun telah kembali ke wajah seorang leader.
Yamada turut berdiri – memandang sejenak ke arah Yuto yang berdiri di sampingnya – sejenak memikirkan tinggi badan mereka yang semakin hari semakin jauh terlihat perbedaannya. “Akhir-akhir ini banyak fansu kita yang membuat fanfic homo, jadi apa salahnya kita sedikit bertingkah seperti yang ada di fanfic buatan para fansu itu?! Paham maksudku kan, Yuto sayang?”

Yuto merinding melihat lirikan mata Yamada. Demi apapun, pemuda itu takut jika ia tak mampu mempertahankan pendiriannya dan takluk pada pandangan menggoda milik sahabatnya yang satu itu.

“Kita sudahi semua ini. Ayo mulai latihan! Dimana yang lain?” Yuya mulai protes karena waktu mereka banyak terbuang untuk mengobrol tak penting. Sebenarnya pemuda ini agak stres karena ia juga mulai disibukkan dengan Gokusen 4. Biarpun ia bukan pemeran utama, tapi ulah para junior di lokasi shooting sering membuatnya hampir putus asa serasa alangkah baiknya andai ia mengakhiri hidupnya saja. Ulah yang membuatnya cukup terganggu.

“Itu bukan fanfic homo, tapi transgender,” Hikaru meluruskan apa yang telah diutarakan oleh Yamada tadi. Yamada dan Yutopun segera mengangguk pertanda mereka paham dengan penjelasan Hikaru. Ketiganya jelas menunjukkan respon yang tak menggubris kata-kata sosok seorang Takaki Yuya barusan.

Baru saja Yuya hendak merealisasikan kemurkaannya namun tercancel karena kedatangan Yabu, Keito, Chinen, Daiki, dan Inoo, yang kebetulan datang bersamaan. “Gomen kami telat. Kebetulan tadi kami berlima berpapasan di luar dan mengobrol dulu. Gomenasai,” Yabu meminta maaf duluan karena menyadari ia telah terlambat datang latihan sesuai jadwal waktu yang disepakati.

“Ok. Langsung saja kita mulai latihan hari ini,” seperti biasa, Hikaru berkata dengan penuh semangat, membuat yang lain saling mendekatkan diri dan menyatukan tangan mereka – bersorak, dan latihanpun dimulai.

……..……\v/…………..

Keduanya duduk bersama setelah latihan yang membuat keringat mereka terkuras. “Yuto, tadi sepertinya ada hal yang ingin kau katakan?” Yamada memulai pembicaraan di antara mereka.

Followers